Membaca Pancasila
Pernyataan Ketua Badan Penguatan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi,
yang mengatakan agama musuh terbesar dari Pancasila menuai kritikan tajam dari
berbagai macam pihak. Sebab, pernyataan itu cenderung serampangan yang pada
akhirnya melahirkan kegaduhan.
Bagi saya, inilah masa hampir setiap pemangku kebijakan yang saharusnya
lebih bijak mencari materi untuk disiarkan ke khalayak ramai tapi yang terjadi
justru sebaliknya, seakan berlomba menyatakan pendapat kontroversial. Sebelum
ini, kita telah gaduh terkait masalah cadar dan celana cingkrang, tak lama
kemudian muncul 'agama sebagai musuh utama pancasil' dan setelah itu, entah isu
apalagi.
Dengan banyaknya masalah, maka fokus pada tulisan singkat ini, akan memaparkan
bukti-bukti nyata bahwa agama dan pancasila adalah dua sisi mata uang yang
saling melengkapi di negeri ini.
Kita mulai dengan belajar membaca pancasila. Hakikatnya, sebuah negara
terbentuk bila memenuhi tiga syarat utama. Pertama, ada sekelompok yang
bermusyawarah mufakat untuk membentuk sebuah negara. Kedua, ada tempat tinggal
atau teritorial yang jelas batasnya, kita sebut 'tanah air', atau 'tanah tumpah
darah'. Ketiga, nilai-nilai luhur yang disepakati sebagai sumber aturan dalam
mengoperasikan negara, ini yang disebut sebagai fisafat negara.
Setiap negara tentu dan pasti memiliki filsafat. Negara Republik Indonesia
juga memiliki filsafat negara yang dikenal dengan nama pancasila. Filsafat
negara itu telah disepakati dengan final oleh para pendiri bangsa ini sampai
saat ini, dan belum ada kesepakatan baru untuk mengganti pancasila. Selain itu,
pancasila adalah sumber nilai atau rujukan satu-satunya dalam membuat aturan
mengoperasikan negara.
Tapi, nilai-nilai dalam filsafat itu masih umum bahkan abstrak, tidak semua
orang mampu mencerna, makanya harus dioperasionalkan. Nilai dalam filsafat
negara itu dioperasionalkan dalam konstitusi disebut dengan nama Undang-Undang
Dasar (UUD). Tapi UUD juga masih terlalu umum sifatnya, makanya masih harus dioperasionalkan
dalam bentuk Undang-Undang (UU), itu pun masih terlalu umum makanya masih perlu
penjabaran dalam bentuk Peraruran Pemerintah (PP). Tapi sering kali PP masih
bersifat umum dan masih perlu petunjuk teknis, biasanya dijabarkan dalam bentuk
Surat Keputusan Menteri (SKM), tapi SKM juga kadang masih bersifat umum, dan
masih butuh penjelasan secara rinci yang dituangkan dalam bentuk Petunjuk
Teknis (Juknis).
Jika kita membaca dan menelaah pancasila secara filosofis maka core atau
hati atau inti dari pancasila ada pada gambar tengah yang terletak pada dada
burung garuda. Bintang lima itu dimaknai sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sewaktu masih belajar di sekolah dasar, guru Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
sekaligus guru Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) mengatakan
bahwa lima sila pertama dengan lima bintang itu menandakan rukun Islam yang
kelima. Dan inilah inti sesungguhnya pancasila.
Maka cara membaca pancasila menurut Prof Ahmad Tafsir dalam "Ilmu
Pendidikan Islam, 2013" adalah begini: Pancasila. 1. Ketuhanan Yang Maha
Esa; 2. Kemanuasiaan yang adil dan beradab berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
3. Persatuan Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; 4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mari kita perhatikan, UUD 45 menurunkan seluruh nilai yang terkandung dalam
pancasila, tentu saja nilai utama dan pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai core atau 'lubb' atau hati dari pancasila. Terlihat pada kata-kata
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa.." yang tertulis dalam
Pembukaan UUD45, jadi 'core' UUD45 adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan
'keuangan yang maha berkuasa'.
Maka konyol dan tolol, siapa pun itu yang berani mengatakan bahwa musuh
pancasila adalah agama. Yang tepat bahwa agama dan pancasila adalah bagian yang
tidak terpisahkan, sebab nilai dan inti dari pancasila diserap dari dasar utama
orang beragama yakni berketuhanan. Jelas, yang bertuhan itu sudah pasti
beragama, dan bahkan dalam penjabaran pancasila secara jelas diterangkan bahwa
yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Allah Subhanu Wa Ta'ala,
dan kita semua tau bahwa itu adalah sesembahan umat Islam yang dikenal sebagai
kalimat tauhid "la ilaha illallah," tiada Tuhan Selain Allah, atau
"la ma'bud illallah", tiada yang berhak diibadahi selain Allah.
Begini seharusnya orang Islam membaca pancasila.
Lalu, bagaimana dengan agama lain? Deliar Noer dalam "Islam,
Pancasila, dan Asas Tunggal, 1983). Bahwa setiap agama boleh menafsirkan
pancasila kecuali Komunis. Tulisnya, "Dalam zaman demokrasi terpimpin,
partai-partai politik juga dituntut untuk mengakui pancasila sebagai landasan
mereka bergerak; ini tercermin dalam perubahan anggaran dasar mereka
masing-masing. Tetapi bagi mereka yang menginginkan dasar lain seperti Islam,
sosialisme, atau ajaran Jesus Kristus dasar ini bisa dicantumkan juga sehingga
masing-masing mereka mempergunakan baik pancasila maupun dasar masing-masing.
Yang aneh tentu saja Partai Komunis Indonesia juga mengakui Pancasila, padahal
siapa pun tau bahwa paham komunisme tidak mengenal Tuhan".
Adian Husaini, intelektual dan ulama produktif masa kini, pakar dan ahli
filsafat pancasila, dalam bukunya "Pancasila Bukan untuk Menindas Hak
Konstitusional Umat Islam, 2009" memparkan pandangan tokoh Katolik, Prof
Dr. N. Drijarkoro. S.J, bahwa "Negara yang berdasar pancasila bukanlah
negara agama, tetapi bukan pula negara profan, sebab dengan pancasila kita
berdiri di tengah-tengah. Tugas negara yang berdasar pancasila hanyalah memberi
kondisi yang sebaik-baiknya pada hidup dan perkembangan religi. Dengan demikian
oleh negara dapat dihindari bahaya-bahaya yang dapat timbul bila agama dan
negara dijadikan satu".
Prof Sutki, Pakar Filsafat Pancasila dalam acara ILC TVOne (18/2/2020)
dengan gamblang mengatakan bahwa tidak tepat menjadikan agama sebagai musuh
pancasila. Statemen ini harus dilawan dengan edukasi terhadap umat bahwa agama
apapun termasuk Islam, tidak memusuhi pancasila. Jika terus melabeli seperti
ini, maka kita patut menaruh curiga bahwa pancasila telah dimaknai Marxisme
Lenimisme. Telah terpapar komunisme. Karena menempatkan agama sebagai racun.
Jelas, musuh pancasila secara ideologis adalah Komunis. Lebih celaka lagi,
jika pancasila ditafsirkan secara sepihak untuk digunakan sebagai alat
memukul rakyat yang kritis mengoreksi kesalahan pemimpin dan yang sedang kritis
di rumah sakit karena tak punya biaya berobat akibat pembayaran BPJS meroket.
Musuh pancasila adalah pemerintah yang tidak adil kepada raykatnya, memecah
belah anak bangsa, atau siapa pun yang biadab terhadap sesama, tidak menegakkan
musyawarah untuk mufakat, dan sengaja berbuat curang, tidak adil dan tidak
bijak dalam membuat keputusan dan kebijakan, atau yang membebaskan koruptor
berkeliaran. Dan musuh paling utama dan pertama dari pancasila adalah yang
mengatakan bahwa agama musuh pancasila. Wallahu A'lam!
Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA. Peneliti MIUMI; Ketua INFOKOM MUI
Enrekang.
TRIBUN TIMUR, 20/02/2020.
Comments