Masjid dan Miniatur Bernegara
Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA.,
Peneliti MIUMI; Imam Masjid Nurut-Tijarah Enrekang
Secara bahasa masjid berasal dari kata ‘sajada-yasjudu’ artinya
sujud, dan masjid bermakna tempat bersujud. Dari sudut istilah masjid
adalah bangunan atau tempat dan ruangan khusus yang dipergunakan untuk
menunaikan salat serta kegiatan sosial dan keagamaan lainnya. Dalam hadis Nabi
sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari menegaskan bahwa hakikatnya bumi ini
adalah tempat sujud, dan tanahnya suci, “Dijadikan seluruh bumi ini untukku
sebagai masjid [tempat bersujud untuk salat] dan alat untuk bersuci.” Hadis
ini menjadi pembeda dengan syariat nabi-nabi sebelumnya, sekaligus sebagai
gambaran keistimewaan nabi akhir zaman. Sebab, nabi-nabi yang diutus
sebelumnya, hanya dibolehkan sembayang di tempat-tempat tertentu dan tanah
tidak bisa dipakai bersuci.
Beberapa hari terakhir kita dihebohkan dengan beredarnya video
seorang perempuan bersepatu membawa masuk anjing ke Masjid Jami Al-Munawaroh,
Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sang perempuan terlihat bersitegang dengan
pengurus masjid. Sebenarnya, anjing masuk sendiri ke masjid itu fenomena biasa,
di mana pun, termasuk di Masjidil Haram Makkah, tetapi anjing yang dibawa masuk
dengan sengaja itu yang tidak biasa dan tidak lazim pula. Jangankan bawa anjing
yang dikenal najis dalam syariat Islam, sekadar pakai sepatu saja masuk ke
dalam masjid tidak dibolehkan.
Penting untuk mengetahui lebih komprehensif tentang fungsi masjid
dalam agama Islam, agar masyarakat muslim bisa memanfaatkan masjid secara
optimal. Di lain pihak kita semua berharap agar mereka yang bukan beragama
Islam turut membaca dan memahami kedudukan masjid sebagai tempat suci bagi umat
Islam, dan selayaknya dihargai dan dimuliakan agar kerukunan beragama tetap
terjaga dan harmonis. Jika dipetakan secara global, setidaknya ada tiga fungsi
utama masjid, satu fungsi dengan lainnya saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan. Ketiga fungsi dimaksud adalah:
Pertama. Fungsi ibadah
atau ‘ubudiyah. Ibadah di sini bermakna lebih khusus yakni menunaikan salat
lima waktu secara berjamaah, atau salat sunnah lainnya, baik dilakukan secara
individu maupaun yang dilakukan secara berjamaah seperti salat tarwih, salat
gerhana bulan-matahari, dan semisalnya.
Keutamaan salat berjamaah di masjid dengan terang dijelaskan dari
hadis Nabi lewat jalur Abu Hurairah bahwa salat seorang laki-laki dengan berjama’ah akan dilipat-gandakan dua puluh lima kali lipat daripada salat yang dilakukan di rumah dan di
pasarnya. Yang demikian itu, apabila seseorang berwudhu, lalu ia menyempurnakan
wudhunya, kemudian keluar menuju ke masjid, tidak ada yang mendorongnya untuk
keluar menuju masjid kecuali untuk melakukan salat. Tidaklah ia melangkahkan
kakinya, kecuali dengan satu langkah itu derajatnya diangkat, dan dengan
langkah itu dihapuskan kesalahannya. Apabila ia salat dengan berjama’ah, maka
Malaikat akan senantiasa bershalawat berdoa atasnya, selama ia tetap di tempat
salatnya [belum batal]. Malaikat akan bersalawat untuknya,
‘Ya Allah! Berikanlah salawat kepadanya. Ya Allah, berikanlah rahmat kepadanya.’
Salah seorang di antara kalian tetap dalam keadaan salat [mendapatkan pahala salat] selama ia menunggu datangnya
waktu salat. Hadis ini diriwayatkan oleh banyak perawi
muktabar seperti Al-Bukhâri, no. 647;
Muslim, no. 649 dan 272; At-Tirmidzi, no. 603; Ibnu
Majah, no. 281 dan Abu Dawud, no. 471.
Kedua. Fungsi
pendidikan, tarbiyah. Kita
menyaksikan semangat umat begitu besar dalam membangun masjid. Bahkan masjid
dan mushalla hampir ada di setiap tempat, tidak terkecuali di kawasan
perkantoran, bisnis, pendidikan, tempat pelayanan umum dan wisata. Berdasarkan
data yang dihimpun dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pusat. Tercatat ada 700
ribu masjid dan musalla yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Jumlah ini
merupakan yang terbesar di dunia atau setara dengan total jumlah keseluruhan
masjid yang terbentang dari kawasan Maghribi di bagian barat Afrika hingga
Bangladesh di sebelah timurnya. Pertumbuhan pesat jumlah masjid dan mushalla
ini bernilai positif karena setidaknya mencerminkan kecenderungan menguatnya
kesadaran religius dan semangat keberagamaan di kalangan umat Islam. Sayang,
semangat membangun fisik masjid tidak diiringi dengan pembangunan jiwa para
jamaahnya. Dana-dana yang terkumpul pada masjid-masjid tertentu mencapai
ratusan juta bahkan miliaran, namun semua digunakan untuk kebutuhan fisik.
Akibatnya, jamaah tidak mengalami peningkatan kualitas pengetahuan akan hukum-hukum
syariat atau bahkan ilmu-ilmu yang terkait dengan tauhid. Tidak sedikit masjid
bahkan jamaah dengan pengurusnya kerap bertikai, mulai dari persoalan
pengelolaan dana masjid hingga persoalan remeh yang tidak bermanfaat, semua itu
terjadi karena tidak berjalannya fungsi peningkatan keilmuan para jamaah.
Solusi yang tepat adalah, mendatangkan imam yang memiliki fungsi sebagai guru
ilmu-ilmu syar’i, mampu memberi kajian dengan wawasan yang luas, berkhutbah dan
ceramah dengan materi kontemporer.
Ketiga. Fungsi
sosial, ijtima’iyah. Masjid adalah miniatur sebuah negara kecil. Dimulai
dari pembentukan pengurus harian yang terpilih dari para tokoh dan manager yang
tinggal berdomisili di sekitar masjid sekaligus jamaah tetap. Tahap selanjutnya
adalah pengangkatan imam yang merupakan pemimpin tertinggi dalam salat, lalu
wakil imam, muadzin atau bilal, dan seterusnya. Posisi imam sebagai pemimpin
salat mendapat perlakuan khusus, termasuk fasilitas. Karena itu, setiap masjid
dibuatkan kamar khusus imam yang memiliki pintu keluar dekat mihrab, hal ini
bermakna bila sewaktu-waktu imam batal wudhunya dalam salat maka ia dapat
meninggalkan salat lewat kamar khusus lalu digantikan oleh naib yang posisinya
berada di belakang imam. Begitulah dalam bernegara, kita dapat memilih pemimpin
berdasarkan musyawarah dan suara terbanyak, namun jika dalam perjalanan sang
pemimpin tidak mampu mengemban amanah maka ia dapat mengundurkan diri lalu
digantikan dengan wakilnya.
Sebagai miniatur sebuah negara, maka masjid dengan jamaah selalu hadir jumlahnya mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang tidak boleh hanya sekedar untuk
menggugurkan kewajibannya. Namun dapat pula bermanfaat bagi berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata)
baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya
akulturasi budaya secara santun.
Akan tergambar dengan sangat jelas warna-warni potensi yang dimiliki jamaah jika masjid melakukan pendataan dan pemetaan jamaahnya berdasarkan
kebutuhan pembangunan lingkungan sekitarnya. Paling mudah dengan membuat
pendataan berdasarkan kelompok-kelompok umur, gender, dan profesi dari
jamaahnya. Sehingga terdeskripsi potensi yang bisa digali dan dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan daerah sekitar masjid.
Masjid jangan
hanya dipahami sebagai tempat suci untuk menjalankan ibadah mahdah, tapi
pahamilah bahwa masjid adalah sarana untuk mandapatkan ilmu agar kualitas
ibadah semakin tinggi, serta mampu menjadi solusi atas problematika keumatan
yang terjadi saat ini, antara lain, perpecahan, kemiskinan, kebodohan, hingga
masalah-masalah sosial lainnya, narkoba, seks bebas, hingga terorisme. Wallahu A’lam!
SOA, Jakarta, 14 Juli 2019.
Comments