Peran Zakat dalam Mengentaskan Kemiskinan
Ditilik dari sudut bahasa, miskin berarti lemah ekonomi, papa, dan
hina. Dari sudut istilah berarti tidak memiliki harta atau penghasilan yang
cukup untuk menutupi kebutuhan hidupanya selama sebulan. Kondisi miskin sedikit
lebih baik dibandingkan fakir, sebab yang disebut fakir adalah mereka yang
tidak memiliki harta dan penghasilan untuk menutupi kebutuhan hariannya.
Golongan ini kebanyakan berasal dari lansia dan cacat permanen yang tidak
memungkinkan untuk berkeja dan menghasilkan upah, pendapat ini diperkuat oleh
beberapa ulama besar, termasuk Qatadah. Beda antara fakir dan miskin juga
dilihat dari sisi usahanya mendapatkan makanan harian, umumnya golongan miskin
masih berupaya keliling tempat meminta-minta, mencari recehan dan sesuap nasi,
sedangkan fakir hanya diam di rumah menunggu uluran tangan.
Dalam kenyataannya, baik Al-Quran maupun hadis kerap menggunakan kata miskin dibandingkan dengan fakir, sebab posisi keduanya kerap bergantian, selain itu dua kondisi tersebut merupakan bagian dari golongan yang wajib dibantu dari berbagai sisi, terutama pemenuhan kebutuhan hidup.
Dewasa ini, sudah banyak lembaga yang didirikan untuk mengukur
batas garis kemiskinan, hanya saja satu lembaga dengan lainnya kerap berbeda
sebab berbeda dalam menentukan indikator penelitian. Misalnya Badan
Pusat Statistik (BPS) menetapkan bahwa batas demarkasi garis kemiskinan yang
berpenghasilan Rp. 370.000 perbulan. Patokan itu diambil sebab yang disebut
miskin menurut pemerintah adalah yang tidak mampu membeli makanan pokok
(karbohidrat) seperti beras, jagung, ubi, dan semislanya. Padahal kita juga
protein, sederhananya, selain makan nasi manusia Indonesia juga butuh
lauk-pauk.
Jika merujuk Bank Dunia, golongan miskin adalah mereka yang
berpenghasilan kurang dari USD. 1,9 perhari, atau sekira Rp. 810.000 perbulan
dengan kurs saat ini Rp. 14.500. Adapun Pusat Kajian Strategis Baznas RI,
menetapkan bahwa batas minimum kebutuhan asasi masyarakat Indonesia atau ‘had
kifayah’ sebesar Rp. 770.000 perbulan perorang, dan Rp. 1.000.000 perkeluarga.
Saat ini, angka kemiskinan di Indonesia jika merujuk pada data BPS berkisar 30
juta orang, tapi jika merujuk pada Bank Dunia dan Puskas Baznas bisa membengkak
dua kali lipat.
Posisi zakat
Sebagai
agama pamungkas, Islam datang dengan kesempurnaan ajarannya, menawarkan solusi
atas ragam masalah yang selalu timbul tanpa kenal seting ruang dan waktu. Salah
satu di antaranya adalah problematika kemiskinan beserta solusinya. Begitu
jelas bahwa zakat adalah ibadah dalam dimensi lain, karena marangkum dua
sasaran, penghambaan kepada Allah berupa ketaatan dalam menjalankan perintahnya
dan kedua sebagai contoh nyata bahwa dalam beragama seorang muslim harus
bersifat social (ibadah Maliyah ijtima’iyah). Inilah manifestasi hablum
minallah dan hablum minannas, hubungan dengan Allah dan antar sesama
manusia.
Zakat
berfungsi sebagai penawar dari penyakit lahir dan bathin, at-tathir dan at-tazkiyah.
Para muzakki—yang berzakat—merupakan manusia yang ingin suci dari sifat-sifat
rakus, tamak, ego, berlebih-lebihan. Dengan zakatnya, maka para mustahiq—yang
menerima zakat—akan menjaga dan menghargai orang-orang kaya.
Dan tidak
diragukan lagi bahwa zakat adalah solusi dalam mengatasi kemiskinan iman dan
harta. Bagi yang kaya harta namun miskin iman, jika ia mengeluarkan zakat harta
dan jiwanya secara langsung dikategorikan oleh golongan ta’at dan berubah
menjadi kaya iman, sebab persoalan zakat adalah ketaatan menjalankan perintah
Allah dan keimanan terhadap pahala dan keutamaan ibadah harta tersebut. Bagi
yang miskin harta, maka dengan menerima zakat, baik dalam bentuk santunan
maupun pemberdayaan akan melahirkan manusia mandiri dan suatu saat akan
meningkat menjadi muzakki baru.
Karena zakat
merupakan hak mustahik, maka ia berfungsi untuk menolong, membantu, dan membina
golongan fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan nyaman beribadah
kepada Allah, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus mereduksi sifat dengki
dan iri hati kepada orang kaya. Jika ditilik dari sudut pembangunan
kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan
pendapatan. Dengan pengelolaan baik, dimungkinkan mendorong pertumbuhan ekonomi
sekaligus pemerataan pendapatan, economic growth with equality. Zakat
adalah sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter,
dan bahwa sebagai manfaat dari zakat, harta akan selalu beredar. Zakat juga
bisa menjadi sumber kas negara dan sekaligus soko guru dari kehidupan
ekonomi yang dicanangkan Al-Quran. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi
harta pada satu tangan, di saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan
investasi dan mempromosikan distribusi. Sekaligus sebagai institusi yang
komprehensif untuk distribusi harta karena hal ini menyangkut harta setiap
muslim secara praktis saat hartanya sudah sampai atau melewati batas wajib
zakat (nishab). Akumulasi harta di tangan satu orang atau golongan
tertentu jelas dilarang, ‘Agar harta itu tidak hanya beresar di antara
orang-orang kaya saja di antara kalian’, (QS. Al-Hasyr[59]:7).
Selain
zakat, Alllah juga memberikan jalan lain beribadah dalam bentuk harta, berupa
infak sedekah, waqaf dan semisalnya. Ibadah-ibadah tersebut merupakan ibadah
harta yang pahalanya sungguh besar, tidak hanya dinikmati di akhirat, bahkan di
dunia pun dapat dirasakan.
Berbagi
antar sesama adalah keniscayaan, sebab di antara golongan kaya dan
berpendapatan tetap, ada kelompok masyarakat yang miskin dan tidak memiliki
penghasilan tetap. Mereka ini menanti uluran tangan demi menyambung hidup. Di
sinilah salah satu fungsi puasa, membawa kita merasakan bagaimana susahnya
kehidupan jika seseorang untuk makan dan minum saja tidak tersedia, sampai pada
sebuah tahap bahwa puasa tanpa bebagi menjadikan puasa seseorang tidak sempurna
bahkan sia-sia. Demikan filosofi zakat fitrah, menjadi pembersih dari noda-noda
dosa yang melekat pada orang berpuasa, sampai pada saat tertentu mampu
mensucikan jiwa dari perasaan kikir, rakus, dan takabbur. Dan yang terpenting
zakat fitrah maupun zakat mal adalah harapan kegembiraan golongan fakir miskin.
Mari berbagi di Bulan Ramadhan!
Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA, Peneliti
MIUMI; Pimpinan BAZNAS Enrekang
Enrekang, 3
Mei 2019/28 Ramadhan 1440.
Comments