Menyoal Kompetensi Amil Zakat
Oleh: Dr Ilham Kadir, MA., Pimpinan BAZNAS Enrekang.
Di tengah hiruk-pikuk politik jelang pileg dan pilpres, Badan Amil Zakat
Nasional mengadakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Zakat 2019 yang diselenggarakan
Senin-Rabu (4-6/3/2019), di Kota Solo. Rakornas diikuti 650 peserta dari
seluruh Indonesia yang terdiri atas BAZNAS pusat, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota serta LAZ nasional dan daerah.
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla yang membuka acara Rakornas menegaskan bahwa
yang perlu kalau kita membahas masalah zakat itu ialah bagaimana terbuka dan
diketahui orang itu manfaat katanya pada hari Senin (4/3/2019).
Selain itu, saudagar asal Bone ini mengeluhkan terkait
pendistribusian dana Baznas yang terkumpul tahun 2017. “Kalau saya baca laporan
2017, penerimaannya Rp 6 triliun. Pengeluaran Rp 4,8 triliun. Berarti ada
saldonya saja Rp 1,3 triliun. Itu terlalu besar saldonya. Mestinya, begitu
diterima, langsung dikeluarkan," jelasnya, (detik.com, 4/3/2019).
Kompetensi Amil
Tidak diragukan lagi bahwa pernyataan JK di atas jika diibaratkan senapan,
maka moncongnya diarahkan kepada para amil zakat. Yang dimaksud sebagai amil di
sini adalah para pengelola zakat.
Terminologi amil zakat secara khusus adalah seorang atau sekelompok orang
yang diangkat oleh pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat. Secara
personal para amil harus memahami makna-makna persaudaraan, ikut aktif dalam
mendekatkan berbagai kelompok masyarakat dan menjaga tingkat kecukupan untuk
sesama. Ada pun posisi seorang atau kelompok amil yang dibentuk oleh
masyarakat dan dilegalkan oleh pemerintah dapat dilihat dalam al-Qur’an
Surah At-Taubah ayat ke-60, “wal amilina alaiha”.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai amil, maka diwajibkan menyusun
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunanaan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban zakat. Demikian yang
termaktub dalam Fatwa MUI No. 8/2011. Tentang Amil Zakat.
Selain itu, para amil juga diharuskan memiliki sifat-sifat dan adab-adab
seperti berikut: shiddiq, amanah, fathanan, tabligh, adil, memahami hukum-hukum
zakat, mampu melaksanakan tugas keamilan, memiliki akhlak terpuji, bertutur
kata yang baik dan sopan santun, berpakaian syar’i, melayani muzakki dan
mustahik dalam kaitan tugasnya sebagai amil, tidak memberi hadiah kepada
muzakki yang berasal dari harta zakatnya, tidak merokok, harus mendoakan
muzakki secara langsung atau tidak langsung. (Baznas, Fikih Zakat Kontekstual
Indonesia, 2018).
Salah satu kompetensi amil yang paling utama adalah mampu mendoakan
muzakki. Sebab perintah ini secara jelas termaktub dalam al-Qur’an. “Ambillah
zakat dari harta sebagian mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sungguh doa kami itu menjadi
penentram bagi jiwa orang-orang yang berzakat, (QS. At-Taubah: 103).
Fungsi doa seorang amil untuk para muzakki menurut Imam Al-Mawardi
sedikitnya ada lima: taqarrub, rahmat, menghormati, memantapkan hati, dan
keselamatan bagi mereka yang berzakat.
Karena itu, baik orang yang berzakat maupun yang mengelola zakat sebaiknya
dua-duanya berdoa. Muzakki berdoa ketika mengeluarkan zakatnya, Allahumma ij’alha
magnaman, wa la taj’alha magraman. Ya Allah jadikanlah zakat saya itu
keuntungan, dan jangan jadikan ia sebagai kerugian.
Sementara seorang amil mendoakan muzakki, Ajrakallah fima a’thaeta wa
baraka fima abqaeta, waj’alhu laka thuhuran. Semoga Allah memberi pahala atas
apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan berkah pada harta yang
masih tersisa.
Kemiskinan dan Politik
Salah satu sumber pendapatan negara yang belum maksimal pengelolannya
adalah zakat. Potensinya sejak 2011 sekitar 217 triliun pertahun, dan potensi
tersebut cenderung meningkat 20 hingga 30 persen setiap tahunnya. Dan itu belum
termasuk infak dan sedekah yang jauh lebih besar.
Pada Rakornas Baznas tahun lalu di Bali, Ketua Baznas, Prof Bambang Sudibyo
menargetkan pengumpulan 8 triliun. Walaupun terealisasi namun hal itu masih
sangat minim dibandingkan cukai rokok pertahun yang mencapai 150 triliun.
Mengumpulkan dana zakat saja tidak cukup, tetapi para amil harus kreatif
melakukan pendistribusian. Itulah yang dkritik oleh JK bahwa pada tahun 2017
ada sekitar 1,3 triliun dana zakat belum terdistribusi. Dalam skala Enrekang
saja yang pengumpulan zakat harta dan infaknya mencapai 7 miliar pertahun
masih belum bisa didistribusikan seluruhnya setiap tahun.
Banyak faktor kenapa pengumpulan zakat tidak maksimal. Namun yang paling
dominan dari sisi regulasi dan kebijakan pemerintah masing-masing daerah. Sebab
tidak semua daerah dan kepala daerah menerapkan Undang-Undang Nomor 23 tahun
2011 terkait pengelolaan zakat dan kedudukan lembaga Amil Zakat Nasional.
Daerah dan kota yang memiliki pengumpulan cukup banyak pasti ditunjang
dengan kebijakan dan regulasi dari daerah tersebut. Kebijakan dimaksud adalah
keberpihakan pemerintah untuk menyediakan anggraran operasional bagi Baznas di
daerah. Karena tanpa ketersediaan dana operasional tentu lembaga tidak bisa
berbuat banyak.
Selain itu, harus pula ditunjang dengan senjata. Yang dimaksud dengan
senjata adalah perangkap aturan daerah, baik itu peraturan daerah tentang
zakat, infak dan sedekah serta harta-harta agama, maupun peraturan bupati
yang menjabarkan secara teknis peraturan daerah dimaksud.
Para amil yang tergabung dalam lembaga Baznas tidak akan maksimal jika
tidak disediakan amunisi berupa dana hibah dari pemda dan senjata berupa
perangkap aturan daerah yang lengkap. Keduanya menjadi bagian vital untuk
memaksimalkan kinerja amil zakat daerah.
Dari sini dapat dipahami bahwa maksimal tidaknya kerja amil zakat terutama
di bawah Baznas sangat tergantung dengan kebijakan politik. Kepala daerah yang
memahami filosofi Baznas hakikatnya akan meringankan beban pemerintah, sebab
Baznas akan menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam menyalurkan bantuan
untuk golongan yang butuh, dalam kategori ini yang paling utama adalah fakir
dan miskin. Jika bantuan pemerintah harus melalui mekanisme yang berlika-liku,
maka Baznas lebih mengutamakan musyawarah dan kebutuhan mustahik.
Kemiskinan yang menjadi permasalahan utama negara ini sesungguhnya dapat
diatasi secara bertahap jika Baznas diberi peran lebih besar untuk berbuat.
Tentu saja dengan syarat adanya kebijakan dan keberpihakan.
Selain itu, para amil zakat juga harus terus belajar, berbenah untuk
meningkatkan kompetensi. Sebab zakat sebagai rukum Islam ketiga memiliki ciri
khas tersendiri, asas hukumnya jelas tapi merode dan cara pengumpulan dan
pendistribusiannya terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
yang terus mencetak profesi dan penghasilan yang berkembang dari masa ke
masa.
Kita harus yakin bahwa ketika Allah menurunkan syariat zakat itu berarti
ada hikmah yang tersimpan di dalamnya. Salah satu hikmahnya bahwa zakat adalah
ibadah harta yang berdimensi sosial. Wallahu A’lam!
RS. Massenrempulu, 8 Maret 2019.
Comments