Ketika Jumlah Janda Membengkak
Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA.*
Tersebutlah seorang lelaki datang untuk konsultasi kepada
seorang ulama bijak dan kaya pengalaman. Dia berkata, Dahulu aku sangat
mengagumi calon istriku, seakan-akan dalam pandanganku Allah tidak menciptakan
perempuan lain di dunia ini selain dirinya. Namun, ketika aku telah melamarnya,
dan menerima lamaranku, aku lihat ternyata banyak perempuan seperti dirinya.
Dan ketika aku telah menikah dengannya, ternyata banyak sekali perempuan lebih
cantik dari dirinya. Setelah pernikahan kami berjalan beberapa tahun, aku
mendapatkan semua wanita lebih manis dan cantik dari istriku.
Maka, ulama bijak itu berkata, Maukah aku tunjukkan kepadamu
yang lebih parah dan lebih pahit dari itu? Iya, jawab lelaki itu.
Berkata ulama bijak itu, Andai engkau menikahi seluruh perempuan
di dunia ini engkau pasti akan melihat anjing-anjing yang berkeliaran di
jalan-jalan lebih cantik dari seluruh istrimu.
Kenap Engkau berpendapat demikian? Tanya lelaki itu penasaran.
Sang ulama bijak menjawab, Karena persoalan bukan terletak pada istrimu. Tetapi
persoalan ada pada orang yang apabila memiliki hati yang serakah, dan mata yang
jelalatan, dan tidak punya rasa malu pada Allah. Maka tidak mungkin untuk
memenuhi matanya kecuali dengan tanah kuburannya. Persoalannya, karena engkau
tidak mau menundukkan pandangan kepada apa yang diharamkan Allah.
Apakah engkau ingin aku tunjukkan padamu agar istrimu kembali
menjadi perempuan paling cantik di dunia seperti sebelum engkau menikah dahulu?
"Baik," kata lelaki itu. Tundukkan pandanhanmu!
Apa yang bukan milikmu pasti akan engkau lihat lebih indah dan
lebih baik. Apa pun yang engkau lakukan, dan ketika engkau telah berhasil
mendapatkannya, maka dia akan menjadi seperti biasa saja di matamu. Maka
puaslah dengan apa yang engkau miliki, jangan menjadi egois.
***
Dialog di atas sepertinya menyasar hampir seluruh umat manusia,
terutama dalam kehidupan suami istri. Seorang suami yang berada di luar rumah,
bertemu dengan wanita lain melihat bahwa istrinya kalah cantik dari rekan
kerja, istri tetangga, dan semisalnya. Demikian pula, seorang istri melihat
lelaki lain lebih mapan dari suaminya, lebih baik, lebih perkasa, dan lebih
segala-galanya. Baginya, apa yang ada pada lelaki lain adalah itu yang dia
inginkan.
Maka, kita pun saksikan begitu banyak perempuan dengan mudahnya
minta pisah sama suaminya tanpa alasan yang jelas. Intinya ingin lebih bahagia,
namun ternyata apa yang ia inginkan tidak banyak tercapai. Bahkan, ada yang
justru lebih merana. Walaupun begitu, jumlah janda kian berlipat ganda, tak
terkejar, semakin di depan. Lihat saja, di Enrekang dalam satu semister
Januari-Juli, 2017, sudah ada 125 perempuan resmi jadi janda yang hampir
semuanya berstatus penggugat, (tribuntimur.com,
28/7/2017). Padahal hidup bersuami adalah jalan menambah kualitas ibadah dan
menumpuk saham akhirat. Begitu pula, seorang lelaki beristri akan lebih nyaman
dalam hidupnya, serta mampu mengatur keuangan secarabijak dibandingkan dengan
hidup membujang hampa makna.
Demikian pula, begitu banyak orang yang mati-matian mengejar
jabatan, bahkan rela mengorbankan keluarga, harta, hingga rekan-rekannya,
asalkan ambisinya tercapai. Tapi apa yang terjadi, ternyata jabatan ketika ia
raih justru sia-sia tak bermakna. Atau bahkan dijadikan wadah untuk meraih
keuntungan pribadi. Maka, jabatan justru menjadi musibah baginya.
Hidup memang butuh ambisi, tetapi ambisi tanpa iman dan ilmu
akan menjerumuskan pada kebinasaan. Perkara yang tak kalah penting adalah
selalu bersyukur atas apa yang Allah karuniakan pada kita, boleh melihat pada
yang lebih tinggi dan lebih hebat dari kita, namun harus diiringi dengan
perhitungan yang tepat. Sebab berambisi menggapai sebuah kedudukan hanya dengan
modal nekad, tanpa iman sebagai kontrol diri dan ilmu sebagai bekal
berkompetisi hanya akan melahirkan penyesalan dan kekecewaan tiada akhir.
Yang ada pada kita hari ini, itulah milik kita sesungguhnya.
Walaupun besok dijanjikan seekor ayam, namun jika hari ini telur sudah di
tangan, maka itu lebih baik, inilah yang dimaksud dalam ungkapan bijak,
"Baidhatul-yaum khaer min dajajatil-ghadi".
Hanya satu jalan untuk hidup bahagia dunia akhirat. Jangan
jadikan hidup ini menghamba pada dunia tanpa batas. Sebab dunia sendiri ada
batasnya, hidup juga punya batas, orang kaya pun pasti punya batas. Hanya iman
dan takwa yang akan melahirkan kebahagiaan tanpa batas. Demikian seorang muslim
dalam memandang dunia dengan pandangan islami yang kita kenal dengan islamic
worldview. Wallahu A'lam!
*Imam Masjid Nurut-Tijarah, Pasar Sentral Enrekang,
Sulawesi-Selatan.
AQL-Tebet, 31 Juli 2017.
Comments