Pesta Seks di Surga?
Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA. Pengurus DDII Sulsel; Pimpinan Baznas
Enrekang
Akhir-akhir ini masyarakat diramaikan dengan perbincangan
terkait 'pesta seks di surga'. Kisahnya bermula dari ceramah agama yang
dipaparkan oleh Ustad Syamsuddin Nur Makka dalam acara religi di sebuah stasiun
televisi swasta. Dai muda asal Maros itu menyatakan bahwa nikmat tertinggi di
surga adalah pesta seks bersama para bidadari sebagai imbalan bagi mereka yang
mengekang nafsunya ketika di dunia.
Tanggapan pun bermunculan, namun secara mainstream, masyarakat yang melek
teknologi informasi menyangkan konten ceramah tersebut. Lalu, apakah benar
bahwa pesta seks di surga adalah nikmat yang tertinggi bagi para penghuninya?
Mari kita lihat!
Nikmat Seks
Hakikatnya pembahasan masalah surga adalah bagian dari akidah.
Sebab surga adalah perkara gaib, setiap umat Nabi Muhammad tidak boleh
seenaknya menafsirkan dan menerka-nerka segala bentuk kenikmatan yang ada dalam
surga kecuali setelah merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur'an sabda Rasul
dalam hadis dan penjelasan-penjelasan dari para ulama muktabar.
Begitu banyaknya jenis kenikmatan yang Allah sediakan di surga
sehingga banyak ayat dan hadis yang memberikan informasi secara garis besar,
dari Al-Qur'an salah satu contoh gambaran surga yang cukup komprehensif adalah
berikut ini: Dan orang-orang yang beriman paling dahulu mereka itulah yang
didekatkan kepada Allah. Berada dalam surga kenikmatan. Segolongan besar dari
orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang
kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata, mereka
dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek
dan minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya
dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan ada
bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik; sebagai
balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.
(QS. Al-Waqi'ah, 56:10-24).
(QS. Al-Waqi'ah, 56:10-24).
Dari hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Muslim, salah satu ciri
penghuni surga seperti berikut: Dalam surga akan ada seorang penyeru yang
berkata, Sesungguhnya sekarang tibalah saatnya kalian sehat walafiat dan tidak
menderita sakit selama-lamanya. Sekarang tibalah saatnya kalian hidup dan tidak
mati selama-lamanya. Sekarang tibalah saat kalian tetap muda dan tidak tua
selama lamanya. Sekarang tibalah saatnya bagi kalian bersenang-senang dan tidak
sengsara selama-lamanya.
Karena begitu banyak ayat dan hadis memaparkan tentang adanya bidadari
untuk para lelaki dan atau bidadara untuk para wanita, maka tentu saja tidak
bisa dinegasikan akan adanya nikmat kontak kelamin di surga.
Hadis shahih yang bersumber dari Abu Hurairah sedikit memberi
informasi tentang kenikmatan seks di surga sebagai berikut: suatu ketika para
sahabat bertanya kepada Nabi, Apakah kami akan menggauli istri-istri kami di
surga? Nabi Bersabda, "Sesungguhnya seorang laki-laki di surga akan mampu
menjimak seratus perawan di surga pada satu waktu pagi," Diriwayatkan oleh
At-Tjabrani dalam "Al-Ausath, No. 718".
Kisi-kisi kenikmatan bersama para bidadari-bidara di surga juga
tergambar dalam ayat berikut, Sesungguhnya penghuni surga kelak akan
bersenang-senang dalam 'kesibukan' mereka, inna ashabal jannah al-yaum fi
'syugulin' fakihin, (QS. Yasin: 55). Kata 'kesibukan' dalam ayat di atas
ditafsirkan oleh Abdullah bin Mas'ud sebagai 'sibuk' dalam berjimak atau
melakukan kontak kelamin dengan para perawan. Atsar ini diriwayatkan oleh Abu
Nu'aim dalam "Shifatul-Jannah, 2/208".
Memandang Wajah Allah
Jika penghuni surga telah masuk ke dalam, Allah berfirman kepada
mereka, Apakah kalian menginginkan sesuatu sebagai tambahan dari kenikmatan
surga ini? Maka mereka menjawab, Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah
kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan
kami dari neraka? Maka Allah membuka hijab yang menutupi wajah-Nya Yang Maha
Mulia, dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu kenikmatan yang lebih
mereka sukai dari pada melihat wajah Allah. Kemudian Rasulullah membaca ayat,
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik [surga] dan
tambahannya [melihat wajah Allah]. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam
dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya
[Yunus/10:26], (Shahih Muslim No. 181).
Dalil di atas sangat gamblang, Nabi menyatakan bahwa melihat
wajah Allah kenikmatan paling mulia dan agung serta melebihi kenikmatan lainnya
di surga. Sama sekali tidak ada pembahasan tentang pesta seks.
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah, Kenikmatan yang paling
agung dan tinggi dan melebihi semua kenikmatan di surga adalah memandang wajah
Allah yang maha mulia. Karena inilah “tambahan” yang paling agung melebihi
semua jenis kenikmatan yang Allah berikan kepada para penghuni surga. Mereka
berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan semata-mata karena amal perbuatan
mereka, tetapi karena karunia dan rahmat Allah.
Lebih lanjut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam
"Ighatsatul Lahafan" menjelaskan bahwa kenikmatan tertinggi di
akhirat yaitu melihat wajah Allah SWT merupakan balasan yang Dia berikan kepada
orang yang merasakan kenikmatan tertinggi di dunia, yaitu kesempurnaan dan
kemanisan iman, kecintaan yang sempurna dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya,
serta perasaan tenang dan bahagia ketika mendekatkan diri dan berzikir
kepada-Nya. Beliau menjelaskan hal ini berdasarkan lafal doa Rasulullah, “Ya
Allah, Aku meminta kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu di akhirat nanti dan
aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu [sewaktu di dunia…”
Maka dapat dipahami bahwa tidak ada dalil dari sumber mana pun
menyatakan bahwa pesta seks di surga adalah kenikmatan paling tinggi. Walaupun
para penghuni surga mampu melakukan kontak kelamin dengan banyak bidadari atau
bidadara tapi bukan itu puncak kenikmatan. Justru kenikmatan yang paling agung
adalah ketika seorang hamba di surga dapat melihat wajah Allah, hal ini sebagai
jawaban terhadap kesabaran mereka menyembah Tuhan di dunia tanpa pernah ia
saksikan. Dan sebagai antitesis dari agama-agama budaya yang beribadah dengan
perantara materi di dunia. Hanya Islam yang sesembahannya di dunia tidak pernah
terlihat dengan kasat mata, karena itu akan menjadi hal paling istimewa jika
terlihat justru setelah masuk surga.
Namun perlu penegasan bahwa kita tidak boleh mereka-reka dzat
Allah. Kita hanya diwajibkan beriman bahwa Allah punya wajah, namun bagaimana
bentuk wajahnya haram untuk tipertanyakana apalagi dimisalkan dengan makhluk
ciptaan-Nya. Inilah yang pernah ditegaskan oleh Imam Malik (w.179) terkait
makna istiwa' dalam Al-Qur'an (Thaha: 5). Katanya, "Al-istiwa' ghair
majhul, wal-kaifiyah ghaer ma'qul wal-iman bihi wajib, was-su'al 'anhu
bid'ah". Bahwa Allah bersemayam sudah diketahui maknanya, namun bentukya tidak
dapat dicapai nalar, dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut
adalah perkara bid’ah. Wallahu A'lam!
Enrekang, 20 Juli 2017.
Dimuat Harian "Tribun Timur Makassar", 21/7/3017.
Comments