Ulama dan Pendidikan
Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA. Peneliti MIUMI Pusat.
Di hari pendidikan yang jatuh pada setiap tanggal 2 Mei tiap
tahunnya, atau tepat dengan hari ini ketika saya sedang menulis artikel.
Melalui tulisan singkat ini, saya tidak akan membahas masalah latar belakang
sejarah kenapa hari pendidikan nasional ditetapkan hampir sama dengan hari
buruh nasional.
Hanya sedikit ingin menegaskan bahwa ada golongan yang begitu
besar jasanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan baik
forman, informal, maupun non-formal, tetapi peran mereka termarjinalkan sehingga
sejarah tidak banyak membicarakan mereka. Kata 'mereka' yang saya maksud adalah
golongan para ulama.
Salah satu pokok masalahnya karena kajian-kajian dan riset
tentang peran ulama memang masih terbatas. Para peneliti lebih tertarik untuk
mengangkat tokoh-tokoh Barat yang sekuler untuk dijadikan rujukan dalam
mengembangkan teori-teori ilmu pendidikan.
Alhamdulillah, pada Hari Kamis 27 April 2017, saya telah
mempertahankan sebuah hasil penelitian tingkat doktoral di Sekolah Pascasarjana
Universitas Ibn Khaldun, Bogor dengan judul disertasi "Konsep Pendidikan
Kader Ulama Anregurutta Muhammad As'as Al-Bugisi" di bawah bimbingan Prof.
Dr. Abuddin Nata, MA., dan Prof (madya) Syamsuddin Arif, Ph.D. Dan barisan tim
penguji, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, MS., Dr. Adian Husaini, MA., dan Dr.
Mansur Abas Tamam, MA.
Abuddin Nata adalah Guru Besar nomor wahid di Indonesia yang
memiliki keahlian dan kepakaran dalam sejarah pendidikan Islam, dan metodologi
penelitian studi Islam sedangkan Prof. (madya) Syamsuddin Arif, MA., merupakan
pakar islamologi yang menguasai banyak bahasa asing, seperti bahasa Yunani,
Latin, Aramik, Yahudi, Jerman, Francis, Belanda, Inggris dan Arab. Sampai saat ini, Syamsuddin Arif adalah satu di antara dua
intelektual Asia Tenggara yang memiliki kemampuan membaca dan menulis ragam
bahasa asing.
Melihat tim pembimbing dan penguji di atas, maka diharapkan
disertasi ini mampu menjadi bagian penting dalam mengangkat posisi ulama
sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia secara umum dan
Sulawesi Selatan secara khusus. Anregurutta Muhammad As'ad Al-Bugisi (1907-1952) adalah tokoh
penting yang melakukan reformasi dalam dunia pendidikan Islam di Sulawesi
Selatan.
Tokoh yang lahir dan pernah berguru di Haramain (Makkah-Madinah)
itu sejak tiba di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan pada 1928, ia
langsung membuka kajian halaqah di rumahnya. Pada tahun1930 Al-Bugisi membuka
lembaga pendidikan secara resmi dengan nama Madrasah Arabiyah Islamiyah
Sengkang.
Dari lembaga pendidikan di atas, maka lahirlah ulama-lama hebat
di Sulawesi Selatan, tujuh di antaranya paling berpengaruh, mereka adalah Ambo
Dalle, pendiri Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI) Barru; Daud Ismail, pendiri
Pesantren Yasrib Soppeng; Yunus Maratan, pelanjut kepemimpinan Daud Ismail dan
Anregurutta Muhammad As'ad di Sengkang; Muin Yusuf, pendiri Urwatul-Utsqa
Sidrap; Marzuki Hasan, pendiri Pesantren Darul Istiqomah (Makassar, Maros,
Sinjai), Lanre Said, pendiri Pesantren Darul-Huffazh Tuju-Tuju Bone, dan Hamzah
Manguluang, pendiri Pesantren Babul-Khaer Bulukumba.
Tiga dari tujuh nama di atas yaitu Daud Ismail, Muin Yusuf, dan Hamzah
Manguluang adalah penulis tafsir dan terjemahan Al-Qur'an yang berbahasa Bugis
lengkap 30 juz.
Sungguh kita berharap agar di hari pendidikan nasional ini,
kisah dan perjalanan serta perjuangan ulama agar kembali diangkat, diulas dan
dijadikan rujukan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Mari muliakan ulama. Selamat
Hari Pendidikan Nasional!
Enrekang, 2 Mei 3017.
Comments