Al-Qur’an, Jefferson, Trump, dan Ahok
Sepertinya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sampai sekarang belum ada
tokoh lain yang memiliki dampak terhadap institusi pemerintahan Amerika Serikat
(AS) sebesar Thomas Jefferson. Ia adalah penulis Deklarasi Kemerdekaan Amerika
(American Declaration of Independence), yang berperan dalam terwujudnya
Pernyataan Hak Asazi Manusia (Bill of Rights), pendiri satu dari dua
partai politik besar, Republikan.
Ia lahir di Shadwell, yang kini
bernama Albermarle County, Virginia, pada 13 April 1743, terpilih menjadi
presiden Amerika ke-3, pada tahun 1801-1808 atau selama dua priode. Kematian
menjemput arsitek kemerdekaan ini pada 4 Juli 1826, di usia ke-83 tahun, HUT
ke-50 Declaration of Independence. Atas permintaan pribadinya, batu
nisan sederhana pusaranya di Monticello mengungkapkan dirinya bukan sebagai
orang yang pernah dua kali menjabat sebagai presiden AS namun sebagai Penulis Declaration
of Independence, Statute of Virginia for Religious Freedom, dan
Bapak Universitas Virginia. Lalu, apa korelasi antara Thomas Jefferson dengan
Al-Qur'an? Kita lihat!
Pada tahun 1765, koran lokal,
Virginia Gazette, di Williamsburg, sebagai satu-satunya penjual buku di daerah
itu, mencatat sebuah pembelian oleh Thomas Jefferson. Al-Qur'an yang
diterjemahkan oleh George Sale, terdiri dari dua jilid dengan harga 16
shilling. Kitab tersebut dikirim dari London yang merupakan terbitan tahun 1734
yang diberi judul "The Alcoran of Mohammed, Translated into English
from The Original Arabic".
Ketika membeli Kitab Suci Al-Qur'an,
Jefferson adalah seorang mahasiswa hukum yang begitu gigih dan semangat terjun
mengkritik Undang-Undamg Materai yang baru saja disahkan. Alasan paling dekat,
mengapa Jefferson belajar Al-Qur'an pasti sangat terkait dengan profesinya
sebagai mahasiswa hukum yang ingin tahu tentang hukum dan agama Islam.
Nampaknya Jefferson memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar tentang
Al-Qur'an, walaupun dengan tujuan lebih sempit berupa pencarian preseden hukum
untuk kasus-kasus lokal di Virginia, ia akan membandingkan dengan budaya lain
di dunia luar.
Penerjemah Al-Qur'an tersebut adalah
George Sale (1696-1736), seorang pengacara dan penganut Anglikan, menggambarkan
Nabi Muhammad sebagai "legislatif kaum Arab", kata-kata yang pasti membuat
Jefferson langsung terpikat sebagai seorang pengacara. Perlu dipertegas bahwa
sejak abad ke-12, para penerjemah dari Kristen secara umum menggambarkan bahwa
Al-Qur'an itu bukan wahyu Allah sebagaimana orang Islam wajib imani, melainkan
sebagai perkataan Nabi Muhammad dan khazanah umdang-undang agama Islam.
Kecuali itu, agenda utama penerjemah
tersebut adalah bagian dari kerja-kerja misionaris. Namun, tidak berarti hasil
terjemahannya tidak objektif, terlepas dari beberapa kesalahan terjemahan dan tujuan misionarisnya, Sale
masih dapat memberikan manfaat bagi mereka yang ingin tahu kandungan Al-Qur'an
pada masa itu. Misalnya, edisi pertama terjemahan Sale terbitan 1734,
mengandung 200 halaman, pada wacana pendahuluan dikupas tentang sejarah Islam
yang berisi sejumlah informasi yang akurat dan relevan tentang sejarah, praktik
ibadah, dan hukum Islam (syariat).
Objektivitas Sale dapat dilihat
dalam kata pengantarnya, ia menulis, Doktrin luhur Al-Qur'an adalah keesaan
Tuhan; untuk memperbaiki di titik mana Muhammad anggap sebagai tujuan akhir
misinya. Dan dia mengajarkan bahwa setiap kali intisari agama ini terabaikan,
Tuhan memiliki kebaikan untuk membentuk kembali dan memperingatkan manusia
melalui beberapa nabi yang di antara mereka ada Musa dan Yesus yang paling
terkenal, hingga kedatangan Muhammad yang merupakan penutup mereka, tidak ada
lagi yang akan datang setelah dia.
Hebatnya, Sale, ketika menerangkan
rukun Islam yang kelima, ia terlihat sangat paham, ketika menerangkan rukun
Islam pertama, ia menulis, Tiada Tuhan selain Allah yang sebenar-benarnya dan
bahwa Muhammad adalah utusan-Nya. Lalu keempat pilar berikut, pun digambarkan
dengan akurat: ibadah lima kali sehari semalam (salat), pemberian sedekah untuk
membantu orang-orang miskin di tengah masyarakat (zakat), puasa selama bulan
suci Ramadan (shaum), dan berziarah ke Makkah (haji). Untuk rukun terakhir ini,
George Sale menulis seluk beluk ritual haji, dilengkapi dengan konfigurasi kota
suci lewat bantuan sebuah peta diagram tempat Masjid Haram dan Kakbah.
Dalam ranah fikih, Sale memuji Sang
Nabi sebagai pembuat hukum bagi orang-orang Arab, ia mencurahkan bagian keenam
dan delapan pada kata pengantar terjemahannya untuk menguraikan secara singkat
dan tuntas terkait mazhab fikih atau hukum Islam. Ia menulis keempat mazhab
fikih Ahlussunnah yang semuanya dianggap ortodoks oleh umat Islam.
Tentang Imam Syafi'i (W. 820), Sale mengatakan sebagai orang pertama yang mewacanakan ilmu hukum yang lengkap dengan metode. Dan terutama menekankan preseden hukum menyangkut pernikahan, perceraian, dan warisan. Dengan berani, Sale menulis, "Berkenalan dengan berbagai macam hukum dan konstitusi negara beradab, terutama mereka yang berkembang pada zaman kita sendiri barangkali merupakan bagian paling berguna dari pengetahuan". Tampaknya penerjemah mengakui bahwa peradaban Islam saat itu di bawah Daulah Utsmaniyah dianggap maju di saat Amerika sedang berkembang, (Denise A. Spielberg, Thomas Jefferson's Qur'an, Islam and the Founders, 2003).
Tentang Imam Syafi'i (W. 820), Sale mengatakan sebagai orang pertama yang mewacanakan ilmu hukum yang lengkap dengan metode. Dan terutama menekankan preseden hukum menyangkut pernikahan, perceraian, dan warisan. Dengan berani, Sale menulis, "Berkenalan dengan berbagai macam hukum dan konstitusi negara beradab, terutama mereka yang berkembang pada zaman kita sendiri barangkali merupakan bagian paling berguna dari pengetahuan". Tampaknya penerjemah mengakui bahwa peradaban Islam saat itu di bawah Daulah Utsmaniyah dianggap maju di saat Amerika sedang berkembang, (Denise A. Spielberg, Thomas Jefferson's Qur'an, Islam and the Founders, 2003).
***
Sudah pasti apa yang George Sale
tulis secara panjang lebar dalam kata pengantar Al-Qur'an terjemahan edisi 1764
itu, sudah dilahap habis oleh Thomas Jefferson. Inilah yang kemudian menjadikan
Jefferson sosok yang sangat menolak pemaksaan dan, atau kekerasan terhadap minoritas
agama tersebab keimanan mereka, dalam hal ini pula menempatkan dirinya dalam
pandangan alternatif dari pemikiran mainstream Eropa saat itu dalam mendukung
toleransi agama. Jefferson bahkan melangkah lebih jauh dengan menyerukan
jaminan hak-hak individu tanpa memandang agama.
Dalam deklarasi untuk Membangun Kebebasan Beragama buatan Jefferson, yang disusun pada tahun 1777, diusulkan di Virginia pada tahun 1779, dan disahkan menjadi undang-undang negara bagian 1786, antara klausalnya berbunyi: Bahwa hak-hak sipil kita tidak tergantung pada pendapat keagamaan kita. Bahwa oleh karena itu melarang setiap warga negara sebagai orang yang layak mendapat kepercayaan publik dengan melekatkan kepadanya ketidakmampuan untuk menduduki jabatan-jabatan tepercaya dan terhormat, kecuali dia mengaku atau meninggalkan agama ini atau itu, sama saja merampas dia secara membahayakan dari keistimewaan dan kemanfaatan yang mana, sama halnya dengan sesama warga negara lainnya, dia memiliki hak alamiah.
Terlalu banyak catatan istimewa yang harus dipaparkan terkait hubungan Jefferson sebagai peletak dasar negeri Paman Sam dengan Al-Qur'an. Namun, benang merahnya bahwa gagasan untuk menjadikan setiap warga AS hidup rukun, saling menghargai agama dan kepercayaan masing-masing, punya hak yang sama di mata negara, adalah bagian kecil dari ilmu hukum yang ditarik dari kitab suci umat Islam itu.
Dan, yang paling penting adalah, penghormatan Thomas Jefferson terhadap Al-Qur'an, dengan mempelajari isinya hingga meletakkannya di posisi terhormat. Kini Al-Qur'an terjemahan tersebut disimpan apik di Perpustakaan Kongres, Washington D.C. Pada bulan Januari 2007, Al-Qur'an milik Jefferson menjadi isu nasional sebab Keith Ellison, muslim pertama yang menjadi anggota kongres negara itu memilih untuk mengikrarkan sumpah jabatan pribadinya atas nama teks sakral milik Bapak Pendiri Negara AS itu.
Maka, amat naif jika Donald Trump yang kini terpilih menjadi presiden Amerika ke-45 AS ingin menekan bahkan mengusir warga minoritas terutama kaum muslimin sebab itu sama saja dengan mengkhianati The Founding Father.
Dan, yang
paling konyol dan sulit dimengerti adalah jika Ahok yang
berasal dari golongan
minoritas di negeri berpenghuni mayoritas umat Islam semacam Indonesia ini yang
mencalonkan diri sebagai pemimpin di ibu kotanya namun justru melecehkan
Al-Qur'an, celakanya, ada golongan yang membela bahkan mendukung mati-matian
sang penista. Padahal sejarah telah membuktikan bahwa pemimpin hebat adalah
yang memuliakan Al-Qur'an, Thomas Jefferson adalah satu di antaranya. Wallahul
a'lam!
Ilham Kadir, Dosen STKIP Mihammadiyah Enrekang; Peneliti MIUMI Pusat.
Comments