Haji Filipina

Penulis
mulai dengan sebuah cerita singkat, tentang tetangga di Enrekang yang tahun
lalu menunaikan haji khusus alias plus. Sepasang suami istri itu yang
masing-masing kepala sekolah mendaftar pada sebuah trevel di Makassar dengan
biaya berkisar 130 juta rupiah per orang. mereka berdua oleh pihak trevel
tiba-tiba saja diterbangkan ke Filipina untuk mengurus kartu penduduk Filipina
sekaligus passport, mereka ini, ketika mendaftar pada awalnya sama sekali tidak
ada pemberitahuan bahwa jamaah haji di trevel ini akan menggunakan kuota negara
Filipina, karena itu harus menjadi warga negara Filipina. Syukurlah keduanya
naik haji dan kembali dengan selamat.
Ketika
kembali ke Enrekang, ia pun menceritakan lika-liku perjalanannya, antara lain
adalah, bahwa haji via Filipina ini memang sebuah jaringan yang cukup rapi,
sebab ada kerjasama yang solid antara pihak trevel, petugas haji (Kemenag), dan
pihak Filipina baik sebagai calo, pergawai imigrasi, dan seterusnya. Namun, di
antara semua itu, ada testimoni yang menggelitik, ketika saya bertanya, Apakah
ini tidak berbahaya, sebab setahu saya, menggunakan kuota negara lain bisa
berakibat fatal? Oh, itu tidak mungkin sebab kita dibimbing oleh seorang guru
besar? Jawabnya dengan semangat dan nada tinggi. Guru besar yang disebut
ternyata adalah dosen istri saya ketika menempuh program magister di salah satu
perguruan tinggi di Makassar.
***
Ibadah
dalam Islam pada intinya sangat sederhana, sah atau tidaknya, hanya diteropong
pada dua sisi, syarat dan rukun. Syarat naik haji memang agak berbeda dengan
ibadah-ibadah inti lainnya seperti shalat, zakat, dan puasa. Sebab, selain
menjadi muslim, balig, berakal (tidak gila), juga diharuskan mampu secara
kesehatan, dan dana. Sedangkan rukunnya ada empat, ihram, thawaf, sa’i, dan
wuquf di Arafah, (Al-Jazairi, Minhajul-Muslim, Jakarta: Darul-Haq,
2006). Artinya, jika semua syarat dan rukun tersebut telah terpenuhi maka,
seorang muslim sudah gugur kewajibannya, dan tidak perlu mengulangi ibadah
hajinya.
Pengetahuan
tentang syarat dan rukun itulah yang disebut dengan ilmu, dalam keduanya, ada
aturan-aturan yang mengikat jika tidak dilaksanakan dengan tuntas maka bisa
saja ibadah akan tertolak. Sebab, dalam pandangan Islam ibadah termasuk haji
adalah perkara tawqifi atau sudah digariskan dan ditetapkan, tidak boleh
ditambah apalagi dikurangi. Termasuk perkataan orang-orang yang naik berhaji di
kampung saya, bahwa tujuan utama berhaji, salah satunya adalah ingin menziarahi
kuburan Nabi, tentu saja ini kesalahan fatal, sebab ziarah ke makam Nabi
hanyalah sunnah, tidak masuk dalam rukun dan syarat sahnya ibadah haji.
Dengan
itu, naik haji lewat mana pun, selama syarat dan rukunnya terpenuhi insya Allah
sah dalam sisi agama. Jamaah bisa lewat Makassar, Kuala Lumpur, Hongkong,
maupun Filipina, sebab itu semua hanya wasilah menuju Rumah Allah (Batullah).
Ada
pun jamaah haji yang tertipu dan tersesat ke Filipina, lalu ramai-ramai disebut
“Haji Filipina”, hakikatnya mereka jatuh
pada pasal adab-adab berhaji. Sebab beribadah yang baik dan benar adalah
menunaikan adab-adabnya, dan orang berhaji dengan sadar bahwa yang dilakukan
itu adalah salah, melanggar
undang-undang, baik negara sendiri maupun negara lain akan mengurangi keutamaan
haji termasuk mangikis gelar mabrurnya. Sulit dipahami ada haji mabrur tapi
jalan menggapainya penuh dengan tipu muslihat.
Namun
yang paling bertanggungjawab adalah penyelenggara trevel dan pembimbingnya.
Sebab mereka ini tahu persis kalau apa yang dilakukan melanggar hukum kedua
negara. Golongan inilah yang mengkhianati negara dan Pancasila. Tidak mampu
berbuat adil pada jamaah dan dirinya sendiri, melainkan zalim dan biadab.
Apalagi yang terlibat dalam sindikat ini ada aparatur negara dari Kemenag,
ustad, dan guru besar yang rela menjadi pelacur intelektual.
Aparat
keamanan harus bertindak adil dalam mengusut penipuan yang telah memakan banyak
korban, agar tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi kejadian yang serupa. Di
lain pihak, para calon jamaah haji, agar selektif memilih trevel jika memang
ingin berhaji lebih cepat. Naik haji, selain persoalan kemampuan keuangan dan
kesehatan, tentu kehendak Allah juga berlaku. Dahuluilah dengan minta petunjuk,
memohon kepada Allah agar dibukakan pintu kemudahan menjadi tamu-Nya, lakukan
shalat istikharah, jangan terlalu sombong cukup dengan bersandar pada kekuatan
dana yang ada dan usaha keras.
Dengan
niat baik memenuhi panggilan Allah, walaupun tertipu oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggungjawab termasuk para pelacur intelektual. Usaha yang sudah
maksimal, dan hanya sampai di Filipina lalu kembali ke kampung, semoga lain
waktu Allah menjawab doa-doa kalian, bukankan doa golongan terzalimi itu sangat
makbul? Selamat Datang Haji Filipina!
Ilham
Kadir, Peserta Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) Baznas-DDII, Kandidat Doktor UIKA
Bogor.
Dimuat
Harian Tirbun Timur, 9 September 2016.
Comments