Jangan Biadab Terhadap Ulama
Oleh, Ilham Kadir. Kolumnis Berbagai Media
ILMU dalam Islam memiliki kedudukan
yang istimewa, karena kehidupan manusia tidak akan tegak lurus tanpa ilmu. Dan
ilmu merupakan sifat yang melekat pada para nabi.
Antara rahmat Allah yang
diberikan kepada manusia adalah tidak mencabut ilmu dengan meninggalnya para
nabi, karena para nabi mewariskan ilmu kepada sekelompok manusia untuk
menggantikan kedudukan mereka dalan mengemban amanah Allah dalam mengajarkan
manusia dan mengemban tugas para nabi ketika masih hidup, hanya saja kelompok
tersebut tidak didukung oleh wahyu secara langsung dan tidak pula ma’shum.
Kelompok yang dimaksud adalah para ulama.
Dari Abu Darda’ Radhiallahu
‘Anhu, bahwasanya RasulullahShallallahu
‘alaihi Wassallam bersabda,
Barangsiapa melalui satu jalan yang di dalamnya terdapat ilmu, maka Allah akan
memberinya jalan menuju surga. Dan sungguh para malaikat meletakkan sayapnya
bagi penuntut ilmu sebagai bentuk keridhaannya atas apa yang diperbuat, dan
seluruh penduduk langit dan bumi meminta ampun bagi orang yang berilmu, bahkan
ikan-ikan di air juga melakukan hal yang sama.
Dan keutamaan ahli ilmu atas ahli
ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang, para ulama adalah orang
yang mewarisi nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, mereka
hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil
bagian yang banyak, (At-Tirmidzi, Kitabul Ilmi, Bab Fadlul alal Ibadah, No.
2682).
Di akhir hadis Nabi di atas, sangat
jelas bahwa para nabi tidak mewariskan harta benda atau kekuasaan, namun justru
mewariskan ilmu. Dan siapa pun yang mengambil bagian dari ilmu para nabi maka
sesungguhnya ia telah mendapat hikmah. Dan siapa yang diberi hikmah,
sesungguhnya telah dikaruniai kebaikan yang banyak. Begitu firman Allah (QS.
Al-Baqarah [2]: 269).
Hadis di atas juga menjelaskan
keutamaan ilmu dan kedudukan ulama, sampai-sampai para malaikat meletakkan
sayapnya bagi para penuntut ilmu sebagai bentuk dukungan dan penghormatan. Rasulullah
juga mengkhususkan dengan jelas bahwa makhluk yang ada di bumi dan langit
memohonkan ampun untuk seorang ulama, termasuk makhluk yang ada di dalam air.
Pada kesempatan lain, juga
membandingkan ulama dengan ahli ibadah, Sabda Nabi, Dari Abi Umamah al-Bahily
bahwasanya disebutkan dua orang pertama ahli ibadah dan yang lainnya ulama,
maka Rasulullah bersabda, Keutamaan ulama atas ahli ibadah adalah seperti
antara kedudukanku dengan orang yang paling rendah di antara kalian, lalu ia
kembali bersabda, Sesungguhnya para malaikat, para penduduk langit dan bumi,
para semut di liangnya, bahkan ikan pun turut mendoakan kebaikan kepada orang
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, (At-Tirmidzi, Kitabul Ilmi, Bab fiqhi
alal Ibadah, no. 2685).
Antara keutamaan ulama berbanding
dengan ahli ibadah, karena ahli ibadah yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu
maka dia bisa saja sesat bahkan menyesatkan orang lain. Seperti halnya penduduk
Makkah di zaman Rasulullah yang mengakui bahwa beribadah kepada Allah tetapi tanpa
ilmu, maka mereka tetap dalam kekafiran dan kesesatan, (QS. Az-Zumar: 3).
Begitu juga ahli ibadah yang
beribadah hanya berdasarkan prasangka yang salah, maka tentunya ibadah mereka
tidak diterima, dan hanya akan mendapatkan kerugian, (QS. Fishshilat: 23). Imam
Al-Darimi menceritakan bahwasanya Umar bin Abdil Aziz pernah mengirim surat
pada penduduk Madinah yang isinya, Sesungguhnya orang yang beribadah tanpa ilmu
maka dampak kerusakannya lebih banyak dari kemaslahatannya. (Az-Dzahabi,Tadzkiratul Huffadz, 1/439).
Abdullah bin Mas’ud bahkan
menyatakan bahwa kedudukan ulama lebih utama daripada para mujahid, beliau
berkata, Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya orang yang
mati syahid di jalan Allah mengharapkan agar Allah mengutus kepada mereka ulama
karena mereka mengetahui keutamaannya. (Abu Hamid Al-Gazali, Ihya
Ulumuddin, 1/8).
Hasan al-Bashri berkata, ketika
tinta ulama ditimbang dengan tinda syuhada, maka tinta ulama lebih unggul.
Sekilas pernyataan Hasan
Al-Bashri rahimahullah tanpak berlebihan, namun jika ditelaah secara mendalam
maka argumennya bisa diterima karena keutamaan jihad tidak akan pernah
diketahui kecuali dengan ilmu. Seorang tidak akan berangkat berjihad tanpa
mengetahui keutamaannya, dan syarat serta rukun jihad dapat diketahui dengan
ilmu, termsuk status hukumnya, fardhu ain atau kifayah.
Orang yang tidak berilmu dapat
menyebabkan meninggalkan jihad yang fardhu dan mendahulukan amalan sunnah,
tentu saja ini salah. Demikian pula, orang yang pergi berjihad tanpa ilmu, boleh
jadi melanggar ketentuan-ketentuan seperti membakar pemukiman warga, merusak
tanaman, membunuh orang yang dilarang dibunuh, dan sejenisnya. Ilmu akan
memberikan pengetahuan batas-batas dalam berjihad. Tanpa adanya ulama yang
hakiki maka tidak akan ditemukan pula para mujahid yang hakiki.
Contoh kongkrit adalah golongan
Khawarij, rajin beribadah kepada Allah, menegakkan kewajiban, dan berjihad di
jalan Allah. Sayang, mereka berbuat tanpa ilmu, sehingga hal tersebut
menjerumuskan mereka dalam lubang kesesatan atau bahkan mengeluarkan
mereka dari Islam tanpa sadar, bahkan merasa paling mulia kedudukannya di
hadapan Allah.
Fenomena ini pula yang terlihat
pada salah satu stasiun televisi (Metro TV)
baru-baru ini yang menuduh bahwa organisasi massa Islam yang resmi seperti Wahdah
Islamiyah, lebih khusus pendiri dan pimpinannya, Dr. Zaitun Rasmin
difitnah seranpangan sebagai bagian dari terorisme. Konyolnya, data yang mereka
gunakanpun tidak jelas asal-muasalnya, sebab selama ini, saya beberapa kali
ikut training
of trainer penanggulangam
terorisme oleh BNPT tak pernah pun menyebut Wahdah Islamiyah sebagai organisasi
terorisme.
Sebagaimana kita ketahui secara
jamak, Zaitun Rasmin adalah Ketua Ikatan Ulama dan Dai se-Asia Tenggara, juga
sebagai salah satu inisiator dan deklarator berdirinya Mejelis
Intelektual-Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Kedua gerakan dakwah tersebut
masing-masing concern dalam melakukan kaderisasi ulama yang kiprahnya sangat
terasa bagi bangsa dan negara.
Tema-tema gerakan pun sangat
religius-nasionalis, salah satunya, Menuju Indonesia yang Lebih Beradab. Dan,
sangat biadab jika menuduh dan memitnah ulama sebagai teroris.
Comments