Niat dan Amal Ibarat Panglima dan Prajurit
Oleh: Ilham Kadir,
Pengamat Sosial-Keagamaan dan Pakar Pendidikan Islami
NIAT adalah panglima dan amal adalah prajuritnya.
Begitu ulama meletakkan kedudukan niat dalam setiap sendi kehidupan. Umat Nabi
Muhammad, tidak hanya dinilai dari proses dan hasil karyanya, akan tetapi yang
paling utama dan pertama adalah dari segi niat, atau bahasa sederhananya tujuan
dan misi pelakunya.
Niat, bukan pula monopoli masalah akhirat atau
ibadah-ibadah mahdah, akan tetapi segenap amal perbuatan baik untuk
duniawi maupun ukhrawi. Nah, di sinilah perbedaannya. Ada manusia yang merasa
dan tampak sedang melaksanakan ritual keagamaan yang ia persembahkan untuk
Tuhan tapi justru sia-sia bahkan mendatangkan dosa, sebab niatnya salah. Dan
sebaliknya, ada orang yang terlihat hanya melaksanakan amalan duniawi namun ia
niatkan sebagai ibadah, dan amalnya pun menjadi tabungan akhirat yang akan
menempatkan pelakunya sebagai manusia terhormat di sisi Allah.
Pun, berbagai jenis amal, sangat tergantung niat
dan penutupnya. Karena itu, kita tidak boleh merasa puas dan bangga terhadap
amal kebaikan yang dikerjakan. Lazimnya, selalu berusaha sembari berdoa
agar diwafatkan di atas jalannya.
Berdasarkan hadis Nabi Shallallahu alaihi
wasallam yang yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
anhu layak menjadi renungan kita agar tetap mawas diri terhadap akhir dari
amalan kita di dunia.
“Maka demi Allah yang tidak ada illah yang
berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari
kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan
surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan [takdir] mendahuluinya lalu ia
beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan
sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka,
sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, tetapi
catatan [takdir] mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, maka
dengan itu ia memasukinya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini tidak berarti menyepelekan amal kebaikan
yang dilaksanakan hamba Allah sepanjang hidup. Akan tetapi yang membuat hamba
itu celaka, adalah satu dari dua kemungkinan, yakni karena ia beramal tidak
dilandasi sikap ikhlas, seperti ditegaskan dalam riwayat lain. Nabi bersabda,
“Sesungguhnya seorang hamba beramal dengan amalan ahli surga menurut apa yang
tampak di hadapan manusia, namun sebenarnya dia adalah penghuni neraka. Juga,
seorang hamba beramal dengan amalan ahli neraka menurut apa yang tampak di
hadapan manusia, namun sebenarnya dia adalah penghuni surga. Sesungguhnya
amal-amal itu tergantung daripada akhirnya,”. (HR. Ibnu Majah).
Bisa juga karena amal kebaikan yang dikerjakan
menyebabkan hamba tersebut menjadi ujub, sombong dan takabbur. Sebagian ulama
salaf berkata, “Sesungguhya seorang hamba ada yang mengerakan dosa dan
karenanya ia masuk surga dan sebalikya ada yang melakukan kebaikan yang
karenaya ia masuk neraka. Orang-orang bertanya, ‘Bagaimana bisa terjadi?. Ulama
salaf itu menjawab, ‘Sebab dosa yang dilakukan itu senantiasa berada di hadapan
matanya, lalu ia takut, menangis dan menyesal, malu kepada Tuhannya, serta
tunduk di hadapanNya dalam keadaan hati berharap padaNya. Maka dosa itu lebih
bermanfaat baginya ketimbang ketaatan yang banyak, sebab ia melahirkan seluruh
perkara terpuji tersebut yang merupakan sebab kebahagiaan dan kejayaan hamba,
hingga kemudian menjadi sebab ia masuk ke dalam surga. Sebaliknya, yang beramal
kebaikan senantiasa merasa puas di hadapan Tuhannya, merasa congkak, merasa
diri baik, ujub padanya, dan berkata, ‘Aku telah mengerjakan amalan ini dan
itu. Sikap ini kemudian melahirkan rasa ujub, takabbur dan sombong, hingga
menjadi sebab kebinasaannya’,”. (Ibnul Qayyim, Al Wabil Al Shayyib, 1/14).
Selayaknya, umat Islam selalu memperbaharui niatnya
(tajdidun-niyah) dalam segala aktifitasnya, hingga terhindar dari
sifat-sifat tercela seperti riya’, sum’ah, sombong, dan semisalnya. Dengan niat
yang baik, amal kita tidak ada yang sia-sia, bahkan justru dinilai ibadah oleh
Allah SWT.
Niat yang baik ketika berbuat juga dapat
menyehatkan hati, fikiran, bahkan badan. Karena niat baik adalah bagian dari
berfikir positif dan orang yang selalu berfikiran positif akan tertanam di
bawah alam sadarnya untuk terus bermanfaat bagi manusia maupun alam dan itu
akan menyehatkan jasmani dan rohani. Wallahu A’lam
Dimuat Harian Amanah, 11 Sep. 2015
Comments