Muhammadiyah dan Gerakan TBC
--Semua ibadah diharamkan kecuali ada
perintah dan semua muamalah [masalah dunia] boleh dilakukan kecuali ada
larangan—KH. Ahmad Dahlan.

Di daerah-daerah tertentu di Indonesia, katakanlah
daerah Bugis, umat Islam masih sangat susah untuk meninggalkan kepercayaan tahayul
sehingga sampai detik ini, segala bentuk hajatan yang melibatkan orang ramai
masih harus memilih hari baik.
Hari baik dimaksud adalah hari yang mendatangkan
keberkahan dan bebas dari bala atau bencana. Maka, orang Bugis tidak sembarang
menikahkan anaknya, dan saksikanlah, pada bulan-bulan tertentu, bulan Haji
misalnya, perayaan pernikahan begitu bertumpuk-tumpuk hingga, kadang dalam
sehari di satu RT terjadi tiga pesta pernikahan, dan pada bulan-bulan lain,
khususnya Muharram hajatan mulia itu dipandang negatif oleh sebagian orang.
Tidak hanya itu, bentuk rumah sekalipun, dalam
mitologi sebagian masyarakat Melayu dipercayai akan mendatangkan kesusahan jika
arahnya berada pada posisi ‘tusuk sate” atau pintu rumah berhadapan lurus
dengan arah jalan raya.
Pun, demikian ketika orang Bugis hendak menempati
rumah barunya, tidak sembarang hari, karena menganggap, ada hari yang cocok
untuk satu keluarga dan ada hari yang diyakini akan mendatangkan sial.
Kepercayaan nyeleneh di atas adalah bagian
dari tahayul yang merupakan syirik bahkan telah menuduh Tuhan
menciptakan waktu yang tidak baik bagi manusia. Padahal, semua waktu adalah
baik, yang membedakan hanyalah manusia, apakah dapat memanfaatkan waktu sebaik
mungkin untuk beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran dan
kesabaran menjalankan perintah Allah, ataukah waktunya dipakai untuk hal-hal
yang tidak bermanfaat yang justru akan mendatangkan kerugian, (QS.
Al-Ashr[103]).
Inilah di antara yang dinyatakan oleh Prof Syed
Naquib Al-Attas bahwa salah satu taget dan tujuan islamisasi Nusantara adalah
membebaskan manusia dari belenggu mitos, dan tak diragukan lagi jika tahayul
adalah bagian dari mitos.
Demikian pula, berdirinya persyarikatan
Muhammadiyah antara lain bertujuan untuk memberantas tahyul, selain bid’ah
dan churafat atau yang dulu pernah disingkat TBC.
Tentang terlarangnya kepercayaan tahyul di atas
dapat kita telaah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah bersabda,
“Tidak ada ‘adwa, thiyarah, hamah, dan safar”. ‘Adwa
penularan penyakit. Thiyarah yaitu merasa bernasib sial atau meramal
nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya. Hamah maksudnya
burung hantu. Safar adalah bulan kedua dalam tahun Hijriyah, yaitu
bulan sesudah Muharam.
Islam tidak mengenal adanya hari atau bulan nahas,
celaka, sial, malang dan yang sejenis. Yang ada hanyalah bahwa setiap hari dan
atau bulan itu baik, bahkan dikenal hari mulai (Jumat) dan bulan mulia (seperti
bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah).
Jelas, tahayul tidak ada tempat dalam
Islam dan dalam hati kaum Muslimin. Tahayul merupakan bentuk syirik.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Nabi menegaskan, “Tiyarah (tahayul)
ialah sejenis syirik”, (HR. Tirmizi).
Selain tahayul, memberantas bid’ah
adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam dalam perjalanan dakwah dan
perjuangan Muhammadiyah yang sayangnya semangat mereduksi kejahatan dalam
beragama ini sudah mulai pudar, bid’ah adalah musibah dan kejahatan
dalam agama yang tidak bisa ditolerir. Bid’ah lebih keji dari pezina,
jika sang pezina masih sadar kalau perbuatannya itu adalah dosa, sementara
pelaku bid’ah meyakini kalau amalannya adalah bagian dari ibadah,
padahal sejatinya ia telah menista agama.
Pengertian bid’ah secara bahasa berarti
sesuatu yang baru atau membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam
tinjauan bahasa memang mobil itu bid’ah, microphone itu bid’ah,
computer itu bid’ah, hanphone juga bid’ah. Akan tetapi bukan
ini yang dimaksud oleh Nabi. Bid’ah yang dimaksud Nabi adalah bid’ah
dalam tinjauan syar’i.
Adapun bid’ah dalam tinjaun syar’i,
sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Asy-Syatibi dalam kitab “Al-I’tisham”,
adalah suatu cara beragama yang mirip dengan syari’at yang dengan melakukannya
seseorang bermaksud melakukan ibadah kepada Allah.
Berkembang dan merebaknya bid’ah–bid’ah
adalah musibah. Bahkan tak ada yang lebih menyesakkan dada para ulama melebihi
kesedihan mereka ketika melihat munculnya bid’ah. Ibnul Mubarak
berkata, “kita mengadu kepada Allah akan perkara besar yang menimpa umat ini,
yakni wafatnya para ulama’ dan orang-orang yang berpegang kepada sunnah, serta
bermunculannya bid’ah–bid’ah.”
Abu Idris Al-Khaulani berkata, “Sungguh melihat api
yang tak biasa kupadamkan lebih baik bagiku daripada melihat bid’ah
yang tak mampu aku padamkan.”
Bid’ah menjadikan pelakunya semakin jauh
kepada Allah. Hasan Al-Bashri mengungkapkan, “Bagi para pelaku bid’ah,
bertambahnya kesungguhan ibadah–yang dilandasi bid’ah–hanya akan
menambah jauhnya kepada Allah.”
Imam Syafi’i berpendapat bawah bid’ah ada
dua macam, terpuji dan tercela. Apa saja yang sesuai dengan sunnah, itulah yang
terpuji. Dan, Apa saja yang menyelisihi sunnah itulah yang tercela. Sedangkan
Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, dalam “Fathul Bari“, mengatakan,
Apa saja yang punya pondasi syara’ bukan bid’ah. Bid’ah dalam
definisi syara’ tercela, beda dengan definisi bahasa, dalam definisi bahasa
segala sesuatu yang dimulakan tanpa contoh sebelumnya dinamakan bid’ah,
bisa jadi terpuji dan bisa juga tercela.
Misi dakwah selanjutnya, bagi Muhammadiyah adalah
memerangi segala bentuk churafat (ejaan baru: khurafat) yang tidak
kalah berbahayanya dibanding tahayul dan bid’ah. Prilaku churafat
hingga kini pun makin canggih, bahkan terang-terangan buka iklan di media
massa, baik cetak seperti koran, majalah, dll., atau lewat elektornik, seperti
televisi, radio, internet, sosmed, dsj. Maka perlu kiranya pengetahuan tentang churafat
ini.
Sumber churafat adalah dinamisme dan
animisme. Dinamisme adalah kepercayaan adanya kekuatan dalam diri manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, dan kata-kata. Sedangkan Animisme adalah
kepercayaan adanya jiwa dan ruh yang dapat mempengaruhi alam manusia
Churafat diartikan sebagai cerita-cerita
yang mempesonakan yang dicampuradukkan dengan perkara dusta, atau semua cerita
rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, adat-istiadat, ramalan-ramalan,
pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam
Churafat adalah bid’ah dalam
bidang akidah, yakni kepercayaan atau keyakinan kepada sesuatu perkara yang
menyalahi ajaran Islam. Misalnya, meyakini kuburan orang saleh dapat memberikan
berkah (tabarruk), memuja atau memohon kepada makhluk halus (jin),
meyakini sebuah benda –tongkat, keris, batu, dll.—memliki kekuatan ghaib yang
bisa diandalkan, dan sebagainya. Lebih-lebih batu akik yang sekarang sedang
marak-maraknya, bahkan harganya bisa miliaran karena diyakini menyimpan
kekuatan supranatural, ini semua adalah churafat yang penuh kebatilan.
Churafat adalah budaya masyarakat
Jahiliyah. Mereka percaya kepada arah burung yang berterbangan, memberi kesan
kepada nasib mereka. Masyarakat Jahiliah juga percaya, jika burung hantu
menghinggapi dan berbunyi di atas sesebuah rumah, maka artinya salah seorang
dari penghuni rumah itu akan meninggal dunia. Kepercayaan sebegini mengakibatkan
penghuni rumah akan berdukacita. Dan, masyarakat Jahiliah modern pun masih
banyak percaya churafat semacam itu.
Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar yang
berlangsung mulai tanggal 3-7 Agustus dengan mengusung tema “Gerakan Perubahan
Menuju Indonesia Berkemajuan”, semestinya gerakan TBC kembali digelorakan.
Mengingat kian maraknya penyimpangan agama, dan bahkan para penyesat sudah
terang-terangan mengajak manusia pada kesyirikan tanpa merasa berdosa.
Lebih-lebih prilaku bid’ah akidah seperti;
maraknya aliran sesat Syiah di mengharuskan Muhammadiyah mengambil sikap secara
organisasi bahwa Syiah adalah aliran yang sesat lagi menyesatkan karena masuk
dalam kubang nista bid’ah akidah.
Hanya dengan kembali pada ajaran agama yang murni
sesuai dengan tuntunan Rasulullah beserta para sahabatnya umat Islam sebagai
penduduk mayoritas bangsa Indonesia akan berkemajuan, namun jika prilaku tahayul,
bid’ah, dan churafat (TBC) merajalela, bukan saja kemajuan
kian sulit digapai melainkan hanya akan mengundang murka dan laknat Allah.
Selamat bermuktamar!
Enrekang, 4 Agustus 2015. dimuat Go Cakrawala 5 Agustus.
Peserta Kaderisasi Seribu Ulama (KSU)
BAZAS-DDII; Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Bone 1997
Comments