Ashabul Uhdud: Pemuda Penggenggam Tauhid
Dahulu kala, ada seorang raja dari kalangan
orang-orang sebelum kalian yang memiliki seorang ahli sihir, begitu Rasulullah
memulai kisahnya di depan para sahabat sebagaimana dikisahkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (IV/16-17). Ketika
ahli sihir itu--lanjut Nabi--sudah lanjut usia, dia berkata kepada sang raja,
Sesungguhnya aku sudah uzur, maka kirimkan seorang pemuda kepadaku untuk aku ajarkan
kepadanya ilmu sihir. Maka sang raja pun mengirimkan seorang pemuda kepadanya
untuk diajari ilmu sihir.
Ketika di tengah jalan yang dilaluinya untuk pergi berguru pada tukang
sihir, terdapat seorang rahib ahli ibadah. Pemuda itu singgah, duduk di
dekatnya dan mendengarkan ucapannya hingga membuatnya kagum dan heran. Ketika
mendatangi ahli sihir, dia selalu melewati si rahib itu dan singgah di
tempatnya untuk berguru. Suatu ketika dia mendatangi ahli sihir dan melaporkan
kebiasaannya itu, dan ahli sihir itu marah bahkan memukulnya. Pemuda itu melaporkan
perkaranya pada sang rahib.
Jika engkau takut pada ahli sihir maka katakan,
Keluargaku menahanku. Dan jika engkau takut kepada keluargamu, maka katakan,
ahli sihir itu menahanku! Kata sang rahib.
Dalam keadaan demikian, datanglah seekor
binatang yang sangat besar menahan orang-orang, maka pemuda itu berkata,
Sekarang aku akan mengetahui yang lebih baik, ahli sihir atau rahib?
Kemudian dia mengambil sebuah batu
seraya berkata, Ya Allah, jika ajaran rahib itu Engkau sukai daripada ajaran
ahli sihir, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang dapat melanjutkan
perjalanan mereka. Lalu di lemparkan batu itu hingga mengenai dan membunuh
binatang raksasa itu, dan orang-orang pun dapat melanjutkan perjalanan.
Selanjutnya, pemuda itu mendatangi si
rahib dan memberitahu pristiwa tersebut. Sang rahib berkata, Wahai anakku,
sekarang ini kamu lebih baik daripada diriku. Sebab, urusanmu telah mencapai
apa yang kusaksikan. Sesungguhnya kamu kelak akan diuji, jika engkau diuji
janganlah sekali-kali menyebut namaku.
Pemuda itu, memiliki banyak kelebihan dan keutamaan
(karamah) dengan menyembuhkan segala jenis penyakit, tak terkecuali penyakit
buta dan kusta. Hingga suatu saat orang kepercayaan sang raja yang buta
mendengar berita tentang dirinya. Ia lalu mendatangi pemuda itu sambil membawa
hadiah yang banyak, dan berkata, Semua yang ada di sini akan menjadi milikmu
jika berhasil menyembuhkan diriku. Pemuda itu pun menjawab, Sesungguhnya aku
tidak dapat menyembuhkan seseorang. Yang menyembuhkan adalah Allah SWT. Jika
kamu beriman kepada Allah yang Maha Tinggi, maka aku akan berdoa kepada-Nya,
lalu Dia akan menyembuhkanmu. Maka dia pun beriman kepada Allah Yang Maha
Tinggi, dan Allah menyembuhkannya.
Selanjutnya, orang kepercayaan raja itu mendatangi
sang raja dan duduk seperti biasanya. Raja bertanya, Siapa yang menyembuhkan
penglihatanmu? Tuhanku, jawabnya. Apakah kamu memiliki tuhan selain diriku?
Tanya raja. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, jawabnya.
Raja itu langsung menghukum orang kepercayaannya, dan
terus menyiksanya hingga ia menunjuk pemuda yang mengobatinya. Dan raja meminta
agar pemuda itu dihadirkan.
Raja berkata, Wahai anakku, sihirmu luar biasa hebatnya hingga dapat menyembuhkan orang buta dan kusta. Kamu juga telah melakukan ini dan itu. Maka, pemuda itu berkata, Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun, sebenarnya yang menyembuhkan mereka adalah Allah.
Rasulullah melanjutkan sabdanya, Maka pemuda itu pun
dihukum dan terus disiksa hingga pemuda itu menunjuk si rahib. Lalu raja
meminta agar rahib saleh itu dihadirkan, ketika hadir, sang raja bertitah,
Kembalilah ke dalam agamamu semula. Namun ia menolak. Raja naik pitam dan
meminta gergaji lalu diletakkan di atas kepala si rahib dan membelahnya hingga
kedua belah tubuhnya terjatuh. Dipanggil pula orang kepercayaannya dan
dikatakan padanya, Kembalilah kamu ke dalam agamamu semula. Tapi dia menolak,
dan si raja meletakkan gergaji di atas kepalanya, kemudian membelah tubuhnya
hingga terjatuh.
Dimintalah supaya mendatangkan pemuda itu, dan raja
bertitah padanya, Kembalilah kepada agamamu. Namun dia tetap menolak. Maka dia
menyerahkannya kepada para pengawalnya, lalu berkata, Pergi dan bawalah pemuda
ini kegunung ini dan itu, dan bawalah ia naik ke atas gunung. Jika kalian telah
sampai di puncaknya dan dia kembali kepada agamanya, maka tidaklah masalah.
Namun jika tidak, maka lemparlah dia. Kemudian para pengawal itu membawa sang
pemuda naik ke gunung. Dan, pemuda itu berdo'a, Ya Allah, lindungilah diriku
dari kejahatan mereka sesuai dengan kehendak-Mu, maka gunung itu goncang.
Kemudian pemuda itu dengan berjalan kaki datang menemui sang raja.
Raja lalim itu bertanya padanya, Apa yang dilakukan
oleh pengawalku yang membawamu? Allah yang Maha Tinggi telah menghindarkan
diriku dari kejahatan mereka, maka, pemuda itu diserahkan kepada pasukan lain
seraya bertitah, Pergilah kalian dan bawa pemuda ini dengan sebuah perahu ke
tengah-tengah laut. Jika ia mau kembali ke agamanya semula, maka dia akan
selamat, jika tidak, maka lemparkanlah ke tengah lautan. Lalu mereka berangkat
dengan membawa pemuda tersebut. Selanjutnya, pemuda itu berdoa, Ya Allah,
selamatkanlah aku dari mereka sesui dengan kehendak-Mu. Maka kapal itu pun
terbalik dan para pasukan raja tertelam lautan ombak. Lalu, pemuda itu kembali
sambil berjalan kaki menemui sang raja.
Raja zalim bertanya padanya, Apa yang telah dilakukan
oleh orang-orang yang bersamamu tadi? Pemuda menjawab! Allah yang Maha Tinggi telah
menyelamatkanku dari kejahatan mereka. Lebih lanjut, pemuda itu berkata pada
raja, Sesungguhnya kamu tidak akan dapat membunuhku hingga kamu mengerjakan apa
yang aku perintahkan padamu.
Apa yang harus kukerjakan, tanya sang raja. Kamu harus
mengumpulkan orang-orang di tanah lapang, lalu kamu menyalibku di sebuah batang
pohon. Ambillah anak panah dari tempat anak panahku, letakkan pada busurnya,
kemudian ucapkan, Bismillah, rabbil-ghulam. Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini. Lalu
lepaskanlah anak panah itu ke arahku. Sesungguhnya jika kamu telah melakukan
hal itu, maka kamu akan dapat membunuhku, kata sang pemuda.
Raja lalu mengumpulkan segenap warga negara di satu
tanah lapang. Ia menyalib pemuda itu di atas sebatang pohon, lalu mengambil satu
anak panah dari milik pemuda itu. Selanjutnya, dia meletakkan anak panah pada
busurnya, lalu mengucapkan, bismillahi rabbil-ghulam, Dengan menyebut nama
Allah, Tuhan pemuda ini. Ia pun melepaskan anak panah itu, pas mengenai bagian
pelipis, pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya, dan ia pun meninggal
dunia. Pada saat itu orang ramai menyaksikan, berkata, Kami beriman kepada
Tuhan pemuda ini. Amantu birabbi-ghulam.
Datanglah seseorang menghadap raja dan melapor,
Tahukah kamu, apa yang engkau khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiranmu telah
menjadi kenyataan. Orang-orang telah beriman. Raja pun memerintahkan untuk
membuat parit besar di setiap persimpangan jalan, sambil menyalakan api.
Raja bertitah, Barangsiapa tidak kembali kepada agama
semula, maka lemparkanlah dia ke dalam parit berapi itu! Atau akan dikatakan
kepadanya, Ceburkanlah dirimu! Maka orang-orang pun melakukan hal tersebut,
hingga datanglah seorang wanita menggendong bayinya sambil menyusu. Wanita itu
berhenti dan menghindar agar tidak terperosok ke dalamnya. Maka bayi itu pun
berbicara, Wahai ibuku, bersabarlah, sesungguhnya engkau berada dalam
kebenaran.
***
Kisah heroik di atas, tidak hanya
diabadikan oleh Nabi dan para sejarawan muktabar sekaliber Al-Hafidz Ibnu
Katsir dalam "Al-Bidayah wan-Nihayah" tapi juga dalam
Al-Qur'an.
Al-Qur'an menyebutnya sebagai
"Ashabul-Uhdud" berlandaskan firman Allah, Binasa dan terlaknatlah
orang-orang yang membuat parit yang berapi dinyalakan dengan kayu bakar, ketika
mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat
terhadap orang-orang yang beriman, dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu
melainkan orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha perkasa lagi
Maha terpuji(QS. Al-Buruj: 4-8). Wallahu A’lam!
Enrekang, 15 Ramadan 1436 H.
Dimuat Hidayatullah.com, 3 Juli 2015.
*Peserta Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) Baznas-DDI; Kandidat Doktor
Pendidikan Islam UIKA Bogor.
Comments