Jalaluddin Rakhmat dan Ijazah Palsunya
Salah persepsi bahwa Jalaluddin
Rakhmat telah menyelesaikan doktoralnya, menguntungkan
posisinya di tengah komunitas Syiah. “Wrongly perceived to have completed his PhD a mistake which
beneficial his position with him in the shi’is community”, tulis Zulkifli, Ph.D., dalam disertasinya “The
Struggle of Shi’is in Indonesia”
di Universitas Leiden Belanda.
Bukan sekadar kesalahan biasa sebab selama ini
ketika menyebut nama “Jalaluddin Rakhmat” maka embel-embel titel, “Prof. Dr.”
Selalu melekat dan disebut pada forum-forum resmi nasional maupun
internasional. Bahkan penyebutan gelar bergengsi itu dilakukan oleh orang-orang
akademisi dan intelektual terpandang, dengan gelar itu pula Jalaluddin diberi
kesempatan untuk mengambil doktoral di Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Nampaknya, tidak sedikit yang terperangkat dalam
kebohongan yang dilakukan Jalaluddin baik perorangan maupun institusi. Misalnya
saja ketika Prof. Dr. H. Ahmad Sewang dan Prof. Dr. H.M. Qasim Mathar yang
selalu menyebut Jalaluddin dengan gelar, Prof. Dr., bahkan tidak jarang dengan
tambahan kiyai, sehingga nama lengkapnya tertulis, “Prof. Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat”, seperti pada spanduk acara “Kajian Terbatas Membedah Pemikiran
Prof. Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat” di ruang sidang promosi PPs UIN Alauddin, 24
Februari 2011.
Jalaluddin Rakhmat sendiri
mengakui bahwa dirinya sebagai lulusan S2 dari IOWA State University (1982), S3
Australian National University (ANU) serta dikukuhkan sebagai guru besar UNPAD
Bandung pada Oktober 2001. (Rosyidi MA, ‘Dakwah Sufistik Kang Jalal’, 2004,
hal. 31, 32, dan 41). Begitu pula, UIN Alauddin Makassar dalam profil
UIN tahun 2009, tentang PPs UIN Alauddin, menampilkan gambar JR sedang
memberi kuliah dengan keterangan: Kuliah Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat MSc. (Profil
UIN Alauddin 2009, hal.52.).
Media-media mainstream di Makassar pun seperti Harian Fajar, selalu menulis nama Jalaluddin
Rakhmat dengan gelar Prof. Dr. (25-11-2009; 26-2-2011; 27-2-2011;
17-72011). Atau, Harian Tribun Timur (27-7-2011; 18-7-2011).
Bahkan, dalam biodata Jalaluddin yang kami dapatkan dari Universitas Paramadina disebutkan: Education Background: S1,
Unpad (tanpa tahun); S2 IOWA State University 1981; S3 Australian National University 1997; S3 UIN
Alauddin Makassar (tanpa tahun).
Prof. Ahmad Sewang berkata, Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat adalah
dosen PPs UIN Alauddin Makassar. (rekaman kajian terbatas, Membedah Pemikiran
Prof. Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat, 24 Feb. 2011).
Padahal penjelasan dan klarifikasi Rektor Unpad Bandung,
tanggal 23 April. No Surat: 9586/UN6.RKT/KU/2012, tertulis: Bapak Jalaluddin
Rakhmat, belum memiliki gelar Guru Besar di Universitas Padjadjaran; Untuk
gelar Doktor (Dr), secara administratif kami belum menerima ijazahnya. Dikokohkan dengan keterangan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) tanggal 14 Juni 2012, dengan nomor surat: 1061/E3.2/2012, terkait
permohonan LPPI terhadap klarifikasi Ijazah Sdr. H. Jalaluddin Rakhmat lulusan
Iowa State University (Master) dan Australian National University (ANU)
(Doktor), bahwa yang bersangkutan belum pernah melakukan penyetaraan ijazah
baik Master maupun Doktornya di Dikti, maka Dikti tidak mempunyai data tentang
yang bersangkutan.
Namun, lagi-lagi, para pengikut Jalaluddin Rakhmat
tetap percaya jika tokoh panutannya itu benar-benar bergelar guru besar dan
doktor sebagaimana yang disampaikan oleh ketua IJABI Sulawesi Selatan sebagai
penyambung lidah Jalaluddin Rakhmat pada tanggal 21 Mei 2012 di Harian Fajar,
“Rektor Unpad hanya menyebutkan bahwa Bapak Jalaludin Rakhmat belum memiliki
gelar Guru Besar di Unpad, bukan berarti beliau belum bergelar professor
(dari Perguruan Tinggi lain). Karena seseorang yang menjadi dosen di sebuah PT tertentu
bisa diangkat menjadi guru besar di PT lain, dan untuk gelar Doktor (Dr) secara
administratif pihak Unpad belum menerima ijazahnya bukan berarti beliau belum
doktor, tapi karena memang beliau belum menyerahkan ijazahnya.”
Pada waktu dan kesempatan lainnya, Ketua IJABI
Sulsel Syamsuddin Baharuddin di Masjid Raya Makassar dalam acara bedah buku
pada Bulan Ramadhan 1433 H yang disaksikan oleh
Prof. Dr. Abd. Rahim Yunus dan para peserta, “Mengenai
ijazah Jalaludin Rakhmat, silahkan tanyakan ke UIN Alauddin Makassar. Tidak mungkin UIN
Alauddin sebagai PT yang terkenal menerima JR dalam program doktoral by research tanpa persyaratan
yang lengkap.” (5 Agustus 2012).
Selama saya aktif di Lembaga Penelitian dan
Pengkajian Islam (LPPI) Makassar dari
tahun 2011-2013, masalah Jalaluddin Rakhmat adalah salah satu agenda kerja LPPI
dengan serius dan penuh perjuangan kami, terutama KH. M Said Abd Shamad telah
menelusuri ke berbagai pihak tentang kepalsuan ijazah pendiri IJABI itu. Dan
ternyata memang benar adanya, karena itu, yang bersangkutan tidak pernah lagi
menggunakan gelar palsunya.
Tentang kebohongan suami Emilia Renita ini, antara
lain kami dapat dari keterangan Prof. Dr. Utang
Ranuwijaya dan Ust. Bukhari Lc., MA., masing-masing sebagai Ketua dan Anggota
Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat, ‘kepada penulis’ di Kantor MUI Pusat. Jln.
Proklamasi 51, Jakarta, 7 Desember 2012 ba’da Jumat, “Menurut Prof. Dr. H.
Azyumardi Azra (Mantan Rektor UIN) bahwa Kang Jalal pernah mengajar di PPs UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Maka diminta kepadanya untuk memasukkan ijazah doktornya, namun
permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi maka JR diberhentikan sebagai dosen
PPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Juga, salah seorang tokoh ICMI
Sulsel mengatakan kepada penulis bahwa
salah seorang pengelola Jurnal
Al-Qurba menyatakan bahwa ijazah doktor JR telah ditelusuri dan ternyata
tidak ada. (17 Des 2012).
***
Imam Syafi’i rahimahullah (W. 204 H) berkata, “Lam ara ahadan min ashabil ahwa’i akdzaba
fid da’waa wa la asyhada biz-zur min ar-rafidhah. Saya belum pernah melihat
dari pengikut hawa nafsu ‘Islam sempalan’ yang paling lebih suka berdusta pada
pengakuannya dan paling suka bersaksi palsu, tidak ada yang sama dengan Rafidhah-Syiah.
(Al-Intishar lish Shahbi wal Al, hal.
129-130).
Wal hasil, telah terjadi keterangan yang saling kontradiksi
tentang gelar guru besar dan ijazah doktoral Jalaludin Rakhmat dan yang bisa
memberi keterangan lebih jelas tentang masalah gelar dan Ijazah Jalaluddin Rakhmat
hanya UIN Alauddin dan Syamsuddin Baharuddin, ketua IJABI Sulsel.
Dari keterangan di atas, maka sudah dapat dipastikan bahwa Jalaluddin Rakhmat telah berdusta dan tidak jujur dalam masalah
ijazah dan gelarnya. Ia sendiri mengaku telah dikukuhkan sebagai guru besar di Unpad
Bandung, Oktober 2001, namun karena dibantah oleh Rektor Unpad, maka Jalaludin Rakhmat melalui
surat Syamsuddin Baharuddin berkelit dengan menulis bahwa gelar guru besarnya
bisa saja dari perguruan tinggi lain. Sejatinya, gelar guru besar yang legal di Indonesia itu hanya
dapat diusulkan oleh Perguruan Tinggi tempat seseorang sebagai dosen tetap. Jadi pendiri IJABI itu telah
menambah kedustaan baru atawa dusta
di atas dusta demi menutup dusta lamanya.
Kini, Jalaluddin Rakhmat telah menyelesaikan program doktoral by
research-nya karena awalnya diyakini telah bergelar guru besar di Unpad dan
sudah merampungkan doktoralnya di Australian National University padahal itu
hanya trik belaka agar mudah menggondol gelar di UIN Alauddin.
LPPI
Makassar sudah bertahun-tahun mempermalasahkan ijazah dan gelar palsu itu,
namun kasus ini seakan menguap begitu saja. Tapi kini ceritanya beda sebab,
sebagai anggota DPR Pusat, semestinya harus steril dari prilaku buruk dan
tukang palsu. Kasus ini kembali mencuat, bahkan Jalaludin Rahmat dilaporkan ke
Mahkamah Dewan karena menggunakan gelar Master dan Doktoral palsu serta
ijazahnya yang ternyata belum ada legalisir dari Dikti.
Kabarnya,
Mahkamah Kehormatan Dewan sudah memanggil Jalaluddin Rakhmat untuk dimintai
keterangan lebih lanjut mengenai pemalsuan ijazah dan gelar yang ia lakukan,
dan anggota DPR yang terbukti menggunakan ijazah ataupun gelar palsu
terancam terkena sanksi berat. Ini
penting sebab jika tokoh dan intelektual nasional dengan seenaknya menggunakan
gelar dan ijazah palsu maka bagaimana rakyat biasa, padahal untuk mendapat
gelar akademik setingkat doktor bukanlan pekerjaan mudah sebab harus menyita
waktu yang panjang, dibarengi dengan ketekunan dan keuletan, plus kemampaun
dana dan intelektual.
Selain itu, alasan utama mempermasalahkan
Jalaluddin Rakhmat karena ia adalah tokoh utama penyebar ajaran Syiah di Indonesia, sebagai Ketua Dewan Syuro
Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), sebuah organisasi yang berfaham dan
getol menyebarkan ajaran Syiah. Sedang Syiah telah dinyatakan oleh MUI Pusat
dan MUI Jatim sebagai ajaran yang perlu diwaspadai, yang ditolak dan tidak
diterima oleh masyarakat Indonesia yang berpaham Ahlussunnah wal Jamaah, yang
menyimpang dan sebagai ajaran yang sesat lagi menyesatkan. Wallahu A’lam!
AQL. Tebet-Jakart, 4 Juni 2015.
Dimuat Go Cakrawala, 5 Juni 2015.
Ilham Kadir, Peserta Kaderisasi Seribu Ulama (KSU)
Baznas-DDI/Mahasiswa Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun (UIKA)
Bogor.
Comments