Meraih Hikmah Isra Mi’raj
Oleh, Ilham Kadir. Pakar
Pendidikan Islam; Pengamat Sosial Keagamaan
Dalam ilmu ushul fikih, ada istilah bahwa setiap
syariat mengandung hikmah, hanya saja umat manusia yang di dalamnya termsuk
kaum muslimin tidak semua mampu menangguk hikmah dari sebagian syariat Allah.
Maka, banyak manusia menjadi pembangkang bahkan sombong aba wastakbara
enggan menjalankan syariat karena mesara ketetapan Allah sudah pudar dan tidak
lagi relevan dengan zaman sekarang.
Kewajiban para cendekiawan, ulama, dan siapa saja
yang dikaruniai ilmu pengetahuan untuk memaparkan pada khalayak bahwa syariat
Allah adalah sangat relevan di setiap zaman dan tempat. Shalihul likulli
zaman wa makan. Dan, kiranya para penentang syariat menyadari bahwa Allah
yang menciptakan bumi dan isinya termasuk manusia adalah yang paling paham
tentang aturan yang sesuai untuk segenap hamba-Nya.
Nah, salah satu syariat yang sangat fenomenal
adalah isra mi’raj, atau perjalan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram
Makkah-Baitul Maqdis Palestina-Sidratul Muntaha Langit Ketujuh. Dalam
perjalannya itu, selain mendapat mandat berupa kewajiban salat lima waktu untuk
diri dan umatnya, juga terdapat ragam kisah bertabur hikmah yang dapat diraih
dari syariat isra mi’raj.
Imam as-Suyuthi dalam “al-Khasha-is an-Nabawiyah al-Kubra” menyebut antara hikmah dari
peristiwa isra mi’raj di mana Nabi sewaktu selesai memimpin salat berjamaah di
Batul Maqdis yang makmumnya terdiri dari para nabi dan rasul, beliau disuguhi
dua cawan minuman yang satu berisi
khamar dan satunya lagi susu, dan Rasulullah memilih susu daripada khamar,
padahal itu hanya gerakan spontan. Ini menunjukkan fitrah dan murninya ajaran Islam
yang sesuai dengan tabiat manusia. Sedangkan peristiwa terbukanya pintu langit
yang sebelumnya terkunci, lalu Jibril meminta untuk dibukakan, yang demikian
agar alam semesta mengetahui bahwa sebelum kedatangan Nabi Muhammad belum
pernah dilakukan. Sekiranya tidak demikian, mungkin orang akan menyangka bahwa
pintu langit senantiasa terbuka. Dan Allah juga hendak mengabarkan bahwa Nabi
dikenal oleh penduduk langit. Oleh karena itu, ketika pintu langit dibukakan,
lalu Malaikat Jibril mengatakan kepada penjaga langit bahwa ia bersama
Muhammad, malaikat penjaga tersebut bertanya, Apakah dia telah diutus? Bukan
bertanya, Siapa Muhammad?
As-Suyuthi melanjutkan, hikmah beliau
dipertemukan dengan Nabi Adam pada langit pertama karena Nabi Adam adalah nabi
dan manusia pertama. Di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa ‘alaihissalam
karena Nabi Isa adalah yang paling dekat masanya dengan Rasulullah. Kemudian di
langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf, karena umat Muhammad akan masuk ke
dalam surga dengan penampilan serupawan Nabi Yusuf.
Berikutnya Nabi Idris, dikatakan bahwa beliaulah
yang pertama kali diangkat ke langit sebelum Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Kemudian
bertemu dengan Nabi Harun karena dia adalah saudara Nabi Musa yang
mendapinginya dalam berjuang. Setelah itu berjumpa Nabi Musa karena keutamaan
beliau pernah diajak berbicara oleh Allah. Dan terakhir adalah Nabi Ibrahim
karena beliau adalah bapak pilihan yakni bapak para nabi.
Imam al-Qurthubi menyatakan, pengkhususkan Nabi
Musa dalam peristiwa salat. Ada yang mengatakan karena Nabi Musa adalah nabi
yang paling dekat posisinya saat Nabi Muhmmad turun. Ada juga yang mengatakan
umatnya lebih banyak dari umat nabi selainnya. Ada lagi yang berpendapat karena
kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Musa adalah kitab yang paling mulia
kedudukan dan hukum syariatnya sebelum Al-Qur’an. Atau karena umat Nabi Musa
dibebankan amalan salat sebagaimana umat nabi lainnya, lalu mereka merasa berat
dengan syariat tersebut, maka Nabi Musa kasihan dengan umat Nabi Muhammad.
Pendapat terakhir ini dikuatkan dengan riwayat tentang perkataan Nabi Musa, “Saya
lebih mengetahui karakter manusia dibanding Anda.” Tidak heran Alquran banyak
sekali memuat kisah Nabi Musa, tujuannya adalah agar kita banyak-banyak
mengambil hikmah dari perjalanan hidup beliau, perjalanan dakwahnya, dll.
Pengkhususan syariat salat melalui perjalanan
mi’raj karena ketika Nabi mi’raj di malam itu, para malaikat sedang beribadah.
Di antara mereka ada yang berdiri dan tidak duduk, ada yang terus rukuk dan
tidak sujud, ada yang terus sujud dan tidak duduk, maka Allah mengumpulkan
semua ibadah ini untuk umat Nabi Muhammad. Seorang hamba menggabungkan berdiri,
rukuk, sujud, dan duduk dalam satu rakaat saja.
Dengan perjalanan isra mi’raj ini, Allah
menginginkan agar hamba dan Rasul-Nya merasakan periode baru dalam berdakwah,
sebagaimana Nabi Musa juga mengalami periode baru dengan berangkat langsung
mendakwahi Firaun dan diangkatnya saudaranya Harun untuk mendampingi dakwahnya.
Nabi Musa sebelum diperintahkan untuk menemui Firaun telah Allah siapkan dengan
berbagai macam mukjizat dan keutamaan agar beliau siap.
Dan sebesar-besar hikmah dari perjalanan isra
mi’raj adalah disyariatkannya salat. Dengan melaksanankan salat wajib tersebut
seorang hamba menegakkan sebuah kewajiban ubudiyah yang mampu meredam hawa
nafsu, menanamkan akhlak-akhlak mulia di dalam hati, menyucikan jiwa dari sifat
penakut, pelit, keluh kesah, dan putus asa. Dengan salat kita bisa memohon pertolongan
kepada Allah dari permasalahan yang kita hadapi (QS. Al-Baqarah [2]: 153).
Rasulullah adalah hamba yang senantiasa salat
bermunajat kepada Tuhannya, sampai-sampai beliau menemukan kenikmatan dalam
mengerjakan salat. Dan dijadikan penyejuk hatiku di dalam salat, sabdanya.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang
yang bersemangat dalam mengerjakan salat dan menjadi penyejuk hati dan jalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Wallahu A’lam!
AQL-Tebet, 14 Mei 2015.
Dimuat Inilahsulsel, 15 Mei 2015
Comments