Urgensi Media Islami

Diblokirnya belasan situs Islam di Indonesia
oleh (Kemenkominfo) atas rekomendasi 'prematur' BNPT tidak hanya menghebohkan publik tanah air
melalui media cetak dan elektronik, atau juga sosial media, namun kehebohan ini
juga menjadi pemberitaan media asing di luar negeri, hingga Indonesia terlihat
lebih dungu, keras-kepala, dan diktator.
Media asing online yang berbasis di Singapura
menulis kabar buruk tersebut dengan judul "Indonesian Goverment Bans 19 Islamic News Sites to Curb Radicalism".
Para pengguna internet menuduh Pemerintah RI hendak mencoba memasung kebebasan
berbicara, tulis laman tersebut.
Ada pun laman
Wall Street Journal menyebutkan bahwa pemblokiran situs-situs Islam oleh
Kemenkominfo telah memacu kemarahan masyarakat banyak, khususnya umat Islam.
"Organisasi Nonpemerintah, seperti Aliansi Jurnalis Independen [AJI] dan
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat juga melayangkan kritiknya atas langkah
kesewenang-wenangan pemerintah, tulis laman itu.
Lainnya, laman On Islam yang berbasis di
Mesir juga tak ketinggalan ikut angkat bicara, ia mengungkap pemblokiran
situs-situs Islam oleh pemerintah. Dalam artikenya berjudul "Islamic Sites Ban Sparks Indonesians Uproar",
media itu menegaskan bahwa tindakan pemerintah Indonesia tidak saja ditentang
masyarakat muslim, tetapi dikecam juga oleh non-muslim. Salah satu pengguna
twitter, Devita Gunawan yang mengaku bukan Islam menegaskan bahwa Umat Islam
bukanlah teroris, dan menyerukan agar pemerintah mencabut pemblokiran tersebut,
tulis On Islam.
Kebijakan
Rimba
Akhir Maret lalu, Indonesia heboh, bukan karena
prestasinya, seperti ketika pemerintah berhasil berdamai dengan sparatis
Gerakan Aceh Merdeka di zaman pemerintahan SBY-JK akan tetapi karena kebijakan
konyol menterinya, memblokir situs-situs Islam yang dianggap radikal dan
pencetak terorisme, walaupun stigma ini datang hanya dengan opini sesat BNPT,
namun pihak pemerintah melalui Kemenkominfo sangat yakin dengan rekomendasi
BNPT.
Tak plak lagi, berbagai tokoh nasional angkat bicara,
yang tidak mungkin saya tulis semuanya. Wakil Presiden, Jusuf Kalla misalnya,
berkata, Ini salah satu bukti pemerintah tidak berkoordinasi dengan pihak lain,
seperti para ulama dan tokoh agama, ujarnya, (Republika, 5/4/2015).
Nada kesal muncul dari Pimpinan Muhammadiyah,
sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), menurutnya, tindakan BNPT hanya
akan memicu radikalisme baru, bahkan ia menilai jika BNPT seharusnya dibubarkan
karena tidak ada karyanya, hanya menghabiskan uang negara, dan semestinya harus
diaudit, jangan-jangan mereka menerima dana dari asing sehingga kebijakannya sangat
tidak adil, (http://m.suara-islam.com/mobile/detail/13771). Dan, komentar pedas
Pak Din, sebagaimana yang tertulis dalam lamam viva.com (8/4/2015), Gaya Pemerintah seperti 'pukul dulu' selain
itu, urusan belakangan. Jika diterjemahkan dengan bahasa masyarakat awam:
Kemenkominfo seperti preman!
Inilah yang saya maksud dengan kebijakan rimba,
seperti singa yang merasa bahwa dirinya yang paling hebat dan berkuasa
sewenang-wenang, tidak mau tau dan peduli apa dan bagaimana keadaan hewan
lainnya. Tersentak ketika segerombolan banteng bersatu mengepung, lalu
menyeruduk, menginjak-injak, lemes lalu mati.
Negara ini memang bukan milik orang Islam saja,
dan tidak hanya dipimpin oleh orang Islam, bahkan jika dilihat dari prosentase
masyarakat Islam dan pemimpinnya, nampaknya, Indonesia paling toleran karena
kerap memilih agama lain untuk memimpin mereka sebagaimana Dubernur DKI yang
dipimpin Ahok beragama Kristen.
Dalam segi kebijakan pun demikian, secara
menyeluruh pemerintah masih tidak berpihak kepada umat Islam, bahkan jika diarahkan
vace to vace, apakah akan membela
umat Islam atau kepentingan asing yang kafir, pemerintah kemungkinan besar
memilih yang kedua.
Pemblokiran situs Islam adalah bukti nyata
pemerintah, wabil khushus Kemenkominfo, dan wabil khushus wal khushus BNPT
sebagai kepanjangan tangan pemerintah sangat terlihat anti-Islam, inilah yang
disitir Emha Ainun Najib sebagai, Islam di Indonesia mahjubun bil-muslimin, Islam di Indonesia itu ditindas sesamanya
sendiri.
Ahmad Firdaus, Pengurus Internasional Student
Society National University of Singapore menulis, Pemberedelan sejumlah media
Islam secara sepihak oleh pemerintah telah mencederai hati masyarakat muslim
terbesar dunia. Betapa tidak, media-media dakwah yang selalu gencar mengajak
manusia kepada kebaikan dan menebar berbagai hikmah kehidupan justru dicekal
karena dinilai mengajarkan paham radikal, tentu ini adalah keputusan ngawur karena sebelumnya tidak disertai
dengar pendapat dari media bersangkutan sehingga dengan seenaknya pemerintah
meradikalkan media-media tersebut, (Republika, 6/4/2015). Firdaus membuka
opininya dengan mengutif firman Allah, Mereka berkehendak memadamkan cahaya
agama Allah dengan mulut [ucapan] mereka. Dan Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya, (QS.
At-Taubah: 32).
Prof Mahfud MD, yang pernah menjabat sebagai
Menteri Pertahanan di Era Gusdur, dan selanjutnya duduk sebagai Anggota DPR RI,
dan terakhir sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa,
pemerintah tidak berhak menutup media-media Islam secara sepihak, perlu
melakukan dengar pendapat, pembuktian kesalahan, mengajukan ke pengadilan, lalu
pengadilanlah yang berhak menentukan boleh tidaknya situs atau media tersebut
diblokir.
Hal serupa saya sudah tegaskan dalam harian
INILAH Sulawesi Selatan (31/3/2015) bahwa tindakan main blokir tanpa ada
mediasi dan komunikasi antar Kemenkominfo atau BNPT dengan para pengelolah
media adalah sporadis dan merupakan pola-pola kerja diktator. Harus ada
komunikasi dua arah, pengelola media dan pihak pemerintah, guna mencari solusi
yang tepat, pernyataan ini ternyata dilakukan juga oleh Kemenkominfo (7/4/2015).
KH Bachtiar Nasir, Sekjend MIUMI dan Pimpinan
lembaga dakwah Arrahman Learning Center meneropong dari sisi positif,
sebagaimana dikutif republika online (7/4/2015), isu ini seharusnya
diperpanjang saja agar umat Islam lebih lama mendengar dan lebih banyak yang
tau tentang tindakan pemerintah, dengan itu mereka akan sadar untuk bersatu
membangun media. Menurutnya, dengan adanya isu pemberedelan ini, sudah ada
beberapa donatur yang siap membantu mendirikan media Islam yang repsentatif,
semacam aliansi media Islam Indonesia.
Inteketual muslim lainnya yang menilai secara
positif tindakan pemerintah adalah Pimpred Majalah Gontor, Adnin Armas, MA,
katanya dalam acara Tabligh Akbar bertajuk ‘Jangan Berangus Media Dakwah Kami’
di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran, Jakarta, Jumat (3/4) malam, "Terimakasih
pula kepada BNPT, dengan adanya masalah ini media Islam semakin kokoh dan
semakin bersatu. Terimakasih juga kepada Kemenkominfo, karena dengan memblokir
situs-situs Islam, umat Islam Indonesia yang merupakan muslim terbesar di dunia
ini menjadi tersentak, karena diperlakukan seperti minoritas.” Menurut Ketua
Harian MIUMI Pusat ini, mungkin di negara Barat yang muslimnya minoritas pun
tak dilakukan pemblokiran terhadap situs-situs Islam. “Ini sangat menyentak
kesadaran umat Islam di negara mayoritas muslim terbesar di dunia ini,” tegas Direktur
Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)
ini.
Memang, inilah seharunya menjadi momen untuk
menyatukan barisan membentuk sebuah persatuan media dakwah baik cetak maupun
online, dan diharapkan menjadi mainstream, mengarahkan umat, membangun opini,
dan menyuarakan kebenaran tanpa pandang bulu dan tidak pragmatis.
Sebagai penulis di berbagai media baik
mainstream maupun Islam termasuk online, dan hampir semua media online yang
kena beredel pernah memuat tulisan saya tentu saja berharap agar pemerintah
bersikap cerdas dan jangan gegabah, walaupun media online bukanlah satu-satunya
sarana dakwah, tetapi, sebagaimana ditulis Syekh Sulthan al-Umari dalam
makalahnya berjudul "Istiqda
al-Internet fi al-Da'wah", mengutarakan pentingnya optimalisasi dakwah
melalui internet.
Ini bisa dilakukan dengan memperhatikan
beberapa rambu utama. Antaranya, para pengelolah dan penulis harus memulai dengan
niat tulus, bukan terjun untuk mengeruk materi atau larut dalam perdebatan
tanpa guna, materi memang penting, tetapi itu bukan tujuan utama. Juga, harus
meluruskan visi dan misi dakwah, dalam hal ini penting untuk memahami bahwa
esensi dakwah ialah untuk memberikan manfaat kepada orang banyak, menyelamatkan
mereka dari berbagai kesesatan, terutama kesesatan akidah seperti Syiah,
Liberalisme, Sekularisme, dan konco-konconya.
Amalan dakwah adalah saham ukhrawi yang tidak
kasat mata, inilah yang dimaksud dari Hadis Abu Hurairah, Siapa yang mengajak
kepada kebaikan maka ia akan memeroleh pahala yang sama dari orang
bersangkutan. Man dalla 'ala khaerin
falahu mitslu ajri fa'ilihi. Begitu Nabi bersabda.
Seorang dai dumay
(dunia maya) harus menunjukkan keagungan nilai-nilai luhur Islam, sebagai
rahmat bagi alam semesta dan bukan musibah untuk umat manusia. Fakta-fakta
otentik dan historis harus selalu dipaparkan bahwa, Islam dan segala
perangkapnya, termasuk hukum-hukumnya diturunkan ke bumi untuk menjaga kelestarian
manusia dan alam. Dalam hal ini, maqashid
asy-syariah harus selalu dipaparkan. Kedatangan Islam untuk menjaga agama,
jiwa, harta, keturunan, dan akal.
Jika semua rambu-rambu dakwah tersebut telah
diamalkan oleh situs Islam, lalu diberedel tanpa alasan yang jelas oleh
pemerintah, maka sesungguhnya mereka telah menjadi penerus Abu Jahal di era
awal kedatangan Islam, menghalang-halangi dakwah. Bahkan lebih jauh, telah
menjadi musuh Allah dan Rasul-Nya, kewajiban kita hanyalah sebatas mengingatkan
dengan lisan, tulisan, dan hati semoga mereka kembali ke jalan yang benar.
Artikel ini saya tutup dengan mengutif ayat
dakwah, Kalian adalah umat terbaik dilahirkan untuk manusia, menyeru pada yang
baik, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah, (QS. Ali-Imran
[03]:110). Dan sebagaimana teladan dari Nabi, jangan pernah berhenti berdakwah,
walau harus memegang bara api, atau jangan tergiur dengan tawaran walau itu
sebesar dunia dan isinya, bahkan jika ditawari berupa matahari di tangan kanan,
dan bulan di tangan kiri. Kerja dakwah adalah sebuah kemuliaan yang tidak bisa
diukur dengan apapun, dan kemuliaan pegawainya setara dengan para nabi dan
rasul, sebab dengan dakwah mereka diutus. Wallahu
A'lam!
Setu-Bekasi,
8 April 2015.
Dimuat Go Cakrawala, 9-10 April 2015.
Ilham
Kadir, Peserta Kaderisasi Seribu Ulama BAZNAS-DDII; Kandidat Doktor
Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Comments