Begal Adalah Hasil Pendidikan
Berbagai masalah hilir mudik mendera bangsa
ini, hampir di segala lini,
seakan berada dalam lingkaran setan, terus berputar
tiada henti, sehingga para pemegang kekuasaan pun cukup bingung untuk mengurai
dan melerai masalah yang datang silih berganti dan tak kunjung mengenal jeda.
Bagitu tahun baru tiba, masalah besar
muncul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berseteru dengan Polisi Republik
Indonesia (Polri), atau lebih khusus Abrahan Samad dan Bambang Widjayanto lawan Budi Gunawan, walaupun BG telah
diterima gugatannya dalam praperadilan, namun hingga kini kasus ini belum juga
tuntas, bahkan, Abraham, yang telah
ditetapkan sebagai tersangka dengan berbagaimacam tuduhan, tinggal menunggu
waktu untuk dikrangkeng, bahkan Bambang Wijdojanto hanya menunggu masa untuk
ditahan kembali oleh polisi, sementara Budi Gunawan yang pernah ditetapkan KPK
sebagai tersangka kasus korupsi, keluarganya, terutama anak-anaknya masih
menanggung malu.
Masalah lain mencuat, perseteruan DPRD Tingkat
I Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dengan Gubernurnya, jika diperuncing lebih
tepatnya H Lulung versus Ahok, keduanya mengklaim ada dana siluman yang
jumlahnya trilyunan rupiah dalam RAPBD kedua belah pihak, baik DPRD
(legeslatif) maupun Gubernur (eksekutif).
Kendati sudah dimediasi oleh Kemendagri, nampaknya sampai sekarang masalah ini
tetap berlarut-larut tanpa ada titik terang. Kisruh ini, langsung melambungkan
nama H Lulung di media sosial khususnya twitter dengan hastag #SaveHajiLulung,
kini pengusaha pembela pribumi Tanah Abang itu menduduki rangking ketiga
sebagai manusia paling banyak dibicarakan di twitter.
Dari segi ekonomi, juga dirundung masalah,
rontoknya nilai rupiah menjadi masalah serius. Kendati, pemerintah selalu
mengatakan bahwa jika rupiah anjlok, ekspor kita mengalami keuntungan.
Masalahnya, kita adalah negara konsumen bukan produsen yang selevel Jepang,
Korea, atau Cina, artinya impornya jauh lebih besar dibandingkan ekspor,
makanan vital seperti kacang kedelai sebagai bahan baku utama tahu-tempe,
hingga garam sebagai bahan wajib masakan masih kita impor. Balum lagi, jika
hendak melakukan perjalanan keluar negeri, termasuk untuk menunaikan ibadah
haji dan umrah, semua dengan dollar, lebih-lebih mereka yang sedang melanjutkan
study di luar negeri, pasti sangat merasakan dampak nilai rontoknya rupiah, dan
mereka yang memandang enteng masalah ini terutama pemimpin, tentu harus
dipertanyakan akal sehatnya. Sebagai catatan,
nilai rupiah kali ini paling rendah sejak era reformasi, menembus angka
Rp. 13.000/dollar.
Namun, hiruk-pikuk politik, khususnya Ahok
versus H Lulung, 'kiriminalisasi KPK' dan rontoknya nilai tukar rupiah masih
kalah populer dibanding fenomena begal yang kian hari kian tak terbendung,
karena itu perlu ada langkah-langkah edukatif untuk mereduksi aksi koboi ala
begal ini.
Begal, pada dasarnya adalah metamorfosis
dari aksi-aksi kriminal lainnya, seperti jambret dan geng motor. Jika jambret
hanya mengincar barang-barang berharga milik korban, sedangkan geng motor lebih
kepada aktualisasi diri dengan melakukan aksi-aksi brutal, maka, begal akan
menghimpun segala bentuk kejahatan jalanan. Merampas, merampok, hingga melukai
bahkan membunuh korban adalah kerja-kerja para begal.
Maka layaklah kita bertanya, ada apa dengan
pendidikan kita? Harus diakui bahwa pendidikan menjadi penyumbang terhadap
berbagai aksi-aksi brutal generasi muda masa kini, pendidikanlah yang membentuk
mereka hingga menjadi manusia barbarian di era modern ini.
Jika koruptor sekarang ditengarai sebagai hasil
pendidikan era Orde Baru, maka geng motor, jambret, dan begal adalah hasil
didikan reformasi, ini tidak berlebihan karena umur para begal itu rata-rata
berkisar antara belasan dan dua puluhan tahun, itu berarti mereka masuk SD,
SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi di era reformasi. Sementara para koruptor
mayoritas mereka berada pada umur tiga puluhan ke atas.
***
Di Indonesia, pendidikan selalu berubah
sesuai kebijakan para presiden. Di masa Presiden Sukarno kita kenal konsep
kepribadian bangsa, di masa presiden Suharto dikenal konsep jatidiri bangsa, di
era SBY dikenal dengan konsep pendidikan karakter bangsa, dan kini di masa Joko
Widodo dikenal dengan konsepnya yang menggebu-gebu, "revolusi
mental". Ternyata konsep pera presiden kita tidak ada yg abadi, berubah
sesuai dengan pemimpin yang datang silih berganti.
Padahal dalam Islam, konsep pendidikan itu
sangat tegas, mencetak manusia saleh, atau baik. Orang saleh adalah mereka yg
akan berguna bagi diri dan bangsanya. Orang saleh tidak akan merampok harta
negara, tidak pula semena-mena jika menjadi pemimpin, dan tidak kurang ajar
kepada pemimpinnya. Ke bawah, dihormati dan ke atas menghargai. Jadi,
kementrian pendidikan seharusnya memahami konsep pendidikan Islam dangan baik
lalu menerapkan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam. Ajaran Islam
memang sangat bersifat syumuliyah, atau komprehensif.
Walaupun sebenarnya, langkah-langkah setiap
pemimpin berusaha mencetak generasi yang baik dan taat pada negara, sebab
negara memang punya kepentingan untuk menjadikan masyarakatnya harmonis dan
taat hukum. Namun sayang, karena sangat bersifat pragmatis, tujuan mereka masih
sangat umum.
Para begal, bukan saja bagian dari warga
negara yang jahat tapi pasti berasal dari individu yang rusak dan salah. Islam juga
menilai bahwa di akhirat kelak, setiap manusia akan dihisab berdasarkan amalnya
di dunia secara nafsi-nafsi bukan kolektif.
Mari kita telisik tujuan pendidikan di era
Orba, Undang-undang No 2 tahun 1989 dalam penjelasan pasal 39 ayat (2)
dijelaskan: Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan
ketakwaan peserta didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang
dianut peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain adalah hubungan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Dalam UUSPN No 20 tahun 2003, pendidikan
Pancasila dihilangkan, padahal dalam UU No 2 tahun 1989 dalam penjelasan ayat 2
disebut bahwa pendidikan Pancasila bertujuan mengarahkan perhatian pada moral
yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu prilaku yang
memancarkan iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa dalam berbangsa dan
bermasyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang
mendukung persatuan bangsa dan masayarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan
beraneka ragam kepentingan, prilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan. Sehingga
perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah
dan mufakat serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secata subtansi, kedua undang-undang
pendidikan produk Orba di atas boleh dikatakan lumayan bagus tujuannya, namun
seperti pada umumnya, masih terdapat lubang yang menganga, bahwa pendidikan
diarahkan untuk menjadi warga negara yang toleran, bukan yang saleh. Khusus
pendidikan Pancasila yang telah dihilangkan semenjak reformasi datang.
Dalam Undang-undang No 20 tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional hasil revisi, fungsi pendidikan keagamaan
adalah mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai agamanya dan atau menjadi ahli agama.
Begitulah maksud dan tujuan pendidikan yang
termaktub dalam undang-undang ere reformasi yang ternyata hingga saat ini belum
juga dapat membentuk generasi yang menjadi warga negara yang baik, taat
undang-undang.
Karena itu, sudah sepantasnya tujuan-tujuan
pendidikan mengacu pada nilai-nilai agama yang bersifat universal, dapat
diterima dari semua golongan. Sebagai orang Islam, dan agama dianut oleh
mayoritas masyarakat Indonesia, maka akan lebih baik jika sistem pendidikan
kita mengacu pada tujuan-tujuan pendidikan menurut agama Islam yang pasti dapat
diterima oleh semua lapisan masyarakat.
Ada beberapa tujuan pendidikan yang
ditawarkan oleh Islam yang sebetulnya adalah tujuan hidup setiap manusia
berupa, menjadi manusia yang beriman dan beramal saleh, saling menasihati dalam
kesabaran dan kebenaran, ini adalah falsafah surah Al-'Ashr (103) dalam Al-Quran.
Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang beriman,
beramal saleh, saling menasihati dalam kebaikan, dan dalam kesabran.
Cobalah kita sadari, masalah politik,
hukum, dan kriminalitas lebih khusus aksi-aksi para begal adalah manifestasi
dari hilangnya tujuan hidup manusia yang bernafaskan keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, kesalehan individu maupun kesalehan sosial. Wallahu A'lam!
Enrekang, 11 Maret 2015
dimut Go Cakrawala 13 Maret 2015.
Ilham Kadir, Peserta Kaderisasi Seribu
Ulama (KSU) BAZNAS-DDII & Mahasiswa Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor
Comments