Bahaya Lisan
Oleh, Ilham Kadir
Bermula dari
wawancara langsung (live) salah satu stasiun TV swasta, Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Cahja Purnama yang akrab disapa Ahok melontarkan kata-kata jorok dan
kasar, serta berbagai macam umpatan dan tuduhan kepada orang-orang tertentu,
terutama para koruptor.
Tak plak lagi,
berbagai reaksi muncul, ada yang pro ada pula yang kontra. Yang pertama
berpendapat bahwa tidak mengapa mengeluarkan kata-kata tak senonoh selama dia
melawan koruptor dan dirinya bersih dari KKN. Yang kedua melihat bahwa,
memperbaiki negara tidak mesti bising dan mengumbar kata-kata biadab dan penuh
umpatan, bahkan demikian itu akan merusak budaya kita yang menjunjung tinggi
tata krama, sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.
Lalu bagaimana
Islam memandang hal demikian? Berikut beberapa panduan bersikap dan berbicara
sesuai tuntutan dan tuntunan agama.
Pertama. Jangan
mengatakan apa yangg tidak diketahui dan tak sanggup diperbuat. Sungguh sangat
besar murka Allah kepada orang yang mengatakan tidak ia perbuat, kabura maqtan
'indallah antaqulu mala taf'alun, (QS As-Shaffat [63: 3]). Allah juga
menegaskan bahwa setiap perkataan akan dicatat oleh malaikat Raqib dan
Atid. Ma yalfiz mi qaul illa ladaihi
raqibun atid, (QS Qaaf [50]: 18).
Kedua. Kebanyakan
manusia masuk neraka karena mulut dan kemaluan (HR Timidzi). Maka, kita wajib
jujur dalam setiap perbuatan dan pembicaraan, kerena orang jujur akan mudah
masuk surga (HR Muslim); Diharamkan berbohong kecuali tiga perkara yaitu: dalam
kedaan perang; mendamaikan dua orang bertengkar; dan menjaga keutuhan pasangan
suami istri (HR. Muslim), dan bohong yang paling besar adalah: mengaku
keturunan seseorang padahal bukan; mengaku bermimpi sesuatu yang tidak ia
impikan dan ; berbohong dengan mengatasnamakan Rasulullah (HR Muslim).
Ketiga. Dilarang
membicarakan kejelekan orang lain, kalaupun benar yang dikatakannya maka ia
telah berbuat ghibah. Dan jika dikatakan itu tidak benar maka ia telah
memitnah, (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi), dan penghapus dan penebus
ghibah adalah memperbanyak istighfar, (HR Hakim); Dilarang saling mencaci
sesama muslim. Yang memulai terlebih dahulu akan mendapatkan dosa lebih besar,
(HR Muslim). Sebaiknya berusaha menutupi aib atau keburukan orang lain atau
sesama muslim. Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya maka Allah akan
menutupi aibnya di hari akhirat nanti (Muslim).
Keempat. Hendaknya
bertutur kata lembut, walaupun kepada penjahat atau kepada orang yang
jelas-jelas berbuat jahat, (HR Muslim); Janganlah berbicara terlalu keras,
namun jangan pula terlalu pelan sehingga tidak didengarkan lawan bicacara, (HR
Baihaqi). Orang yang berbicara lembut pada orang lain, Allah akan membalas
dengan kelembutan dan yang bersikap kasar pada orang lain Allah akan
membalasnya dengan kekasaran pula, (HR Muslim).
Kelima. Haram
berwajah dua, kepada si A membicarakan keburukan si B kepada si B membicarakan
keburukan si A, dan akhirnya mereka berdua berkelahi, (HR Bukari-Muslim).
Prilaku ini juga disebut dengan namimah atau adu-domba, Rasul menegaskan, La
yadkhulul jannata nammamun, Tidak akan masuk surga orang yang tukang adu-domba.
Keenam. Jangan
menghina sesama muslim, (HR Bukhari-Muslim) karena walaupun ia terlihat hina
namun dalam hatinya masih terdapat kemuliaan "La ilaha illallah". Kemuliaan seseorang bukan diukur dengan
jabatan, pangkat, dan harta, tetapi ketakwaan dan keimanannya kepada Allah.
Yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Inna akramakum 'indallah
atqakum. Jangan pula katakan, dia tidak akan diampuni Allah, walaupun dia
pendosa besar karena hanya Alllah yang berhak mengampuni, (HR Muslim).
Ketujuh. Jangan
mengatakan, Sial aku, (HR Muslim), karena dengan ucapan demikian menunjukkan
bahwa kita tidak rela dengan keputusan
Allah terhadap kita. Ini bukan sifat orang beriman. Dan Jangan pula mengatakan, saya akan kerjakan besok
seolah-olah merasa pasti bahwa besok tetap akan hidup, akan tetapi, hendaknya
mengucap, insya Allah.
Kedelapan. Jangan
berkata kotor, jorok, dan tidak sopan, (H R. Muslim). Perkataan adalah lambang
pribadi yang mewakili jiwa dan raga. Orang yang terbiasa berkata kotor dan
jorok, serta tidak sopan pada hakikatnya mewakili kepribadiannya. Ini pula yang
pernah ditegaskan oleh Rasulullah bahwa, Anta ma taquul, kamu adalah apa yang
engkau ucapkan. Perkataan jorok, bukan saja merendahkan harga diri seseorang
tetapi telah merusak tatanan sosial yang menjunjung tinggi tata krama dan sopan
santun.
Kesembilan.
Dianjurkan meninggalkan perdebatan walaupun merasa di pihak yang benar, (HR
Tirmidzi) apalagi jika yang terjadi hanya debat kusir, memperdebatkan sesuatu
yang remeh dan tidak jelas masalahnya, atau bertahan pada pendapat yang belum
tentu benar bahkan salah.
Kesepuluh. Allah
membenci orang berlagak fasih dalam bertutur dan yang pintar bersilat lidah,
(HR Abu Daud Tirmidzi). Bahkan Rasulullah menekankan bahwa malu dan sedikit
bicara adalah cabang iman (HR Tirmidzi). Sebuah musibah jika orang berilmu
berlagak hebat berkata-kata yang berisi kesombongan dan keangkuhan, merasa
dirinya lebih hebat dari orang lain. Makin banyak ilmu sebaiknya sedikit
berkata dan banyak berbuat. Sabda Rasul lainnya, Banyak bicara dan pintar
berbicara adalah cabang kemunafikan, (HR
Tirmidzi). Dan, tidak perlu mengatakan semua yang kita ketahui, sebab
cukuplah orang itu menjadi pembohong dengan mengatakan apa yang ia ketahui, (HR
Muslim).
Kesebelas.
Bicaralah dengan kata-kata yang mudah dipahami. Karena itu apabila berbicara
dengan seseorang maka harus disesuaikan tingkat pemahamannya, karena berbicara
sesuatu yang tidak mereka pahami akan menimbulkan salah paham, khatibunnas
biqadri 'uqulihim, (HR Tirmidzi).
Keduabelas. Jangan
menghina tahun atau waktu, la tasubbud dahr (HR Muslim), fenomena ini juga
kerap berlaku, berani berkata bahwa tahun ini tidak baik bahkan sial buat saya.
Sesungguhnya jika menghina waktu maka telah menghina pemilik waktu, yaitu
Allah. Sabda Nabi lainnya, Jangan mengatakan, kalau saja begini, kalau saja
begitu, sebab ini akan membuka amalan setan, (HR Hakim).
Demikianlah
beberapa dalil tentang tata cara berbicara dan bersikap sesuai dengan sunnah
Rasulullah. Hakikatnya, mengikuti ketetapan agama, selain memuliakan diri
sendiri juga telah menjadi bagian dari ibadah yang dicatat sebagai amal saleh.
Namun, jika pelakunya bukan dari kalangan muslim pun sangat bermanfaat untuk
harga diri (muru'ah) di hadapan
masyarakat banyak.
Terlebih lagi jika
yang bersangkutan sebagai pejabat publik yang menjadi publik figur, segala
bentuk tingkah laku dan ucapannya menjadi ikutan banyak orang. Jika kata-kata
kotor dan jorok terus melucur dari mulutnya, sejatinya ia telah membinasakan
bangsa dan dirinya, keselamatan seorang insan sangat tergantung dengan
kemampuan ia menjaga lisannya, salamatul nsan fi hifdzil lisan, begitu kata
ahli hikmah. Wallahu A'lam!
Watangcani-Bone, 28 Maret
2015.
Dimuat INILAHSULSEL, 17 April 2015.
Comments