Pesan Pendidikan Imam Al-Gazali

Imam Al-Gazali (1059-1111 M), selain dikenal sebagai ulama yang ahli dalam
bidang ushusuluddin, fikih, dan tasawuf, beliau juga dikenal sebagai pendidik
ulung, karena itulah mendapat julukan sebagai "Imamul Murabbin" atau
pemimpin para pendidik. Nasihat di atas, tertuang dalam kitab "Ayyuhal
Walad, halaman 24" salah satu karya Imam Al-Gazali yang membahas lebih
khusus tentang pendidikan.
Kutipan di atas dapat diambil beberapa poin, untuk menjadi pelajaran dan
panduan bagi kita semua, labih khusus bagi praktisi dunia pendidikan, dan lebih
spesifik lagi, untuk para penuntut ilmu. Pertama. Hindari niat buruk. Harus
dipahami bahwa dalam Islam, segenap pekerjaan sangat tergantung pada niat, baik
itu ibadah pokok (mahdah) seperti salat, puasa zakat, haji, dan sejenisnya,
maupun ibadah sekunder (sosial), seperti menuntut ilmu, mengobati orang sakit, menolong
orang kesusahan, sangat tergantung pada niat. Perkara inilah yang akan
membedakan seseorang, apakah berdimensi ibadah atau hanya sosial semata.
Jika niatnya ikhlas karena ibadah, menginginkan ridha Allah, menghadap
surga, dan agar dijauhkan dari neraka dan murka Allah, maka itulah tujuan
seseorang beribadah dan bekerja. Karena itu, Al-Gazali memberi peringatan, jika
menghabiskan malam untuk belajar namun hanya tujuan duniawi semata, seperti
ingin kaya, popularitas, pangkat dan jabatan, maka sebuah musibah dan
kecelakaan besar. Kedua. Harus berniat baik. Sebaliknya, jika seorang penuntut
ilmu, memperbaiki niatnya, maka mereka pun akan mendapatkan pahala yang agung,
begitu banyak dalil menunjukkan bahwa orang yang menuntut ilmu akan mendapatkan
derajat yang tinggi di sisi Allah, dengan syarat diawali dengan keimanan, Allah
mengangkat orang beriman dan orang yang berilmu di antara kalian beberapa
derajat, (Al-Mujadalah: 11).
Karena itu pula, Imam Al-Gazali menegaskan dalam risalahnya di atas bahwa
"in kana qashduka ihya' syariatin-nabiy, wa tahzib akhlakika, wa
kasrinnafs al-amarah bis-su', fathuba laka tsumma thuba laka. Jika engkau
bermaksud untuk menghidupkan syariat Nabi, mengelokkan akhlakmu, mereduksi
nafsu yang condong pada kejahatan, maka bertuahlah kamu, kemudian bertuahlah
kamu!" Niatlah yang menentukan, apakah seseorang akan mendapatkan musibah
dan kecelakaan ketika menuntut ilmu, atau akan mendapatkan keutungan besar.
Maka bagi penuntut ilmu, niat yang baik adalah sebuah keniscayaan. Ketiga. Seorang
penuntut ilmu harus menghidupkan malam, rajin muraja'ah, mengkaji, dan sedikit
tidur, istilah Al-Gazali, kam layal ahyaetaha bitikrar al-ilmi, wa
muthala'ah al-kutub, wa harramta naksaka an-naum. Malam-malam engkau lalui
dengan tanpa tidur demi mengulan-ulang ilmu, mengkaji kitab-kitab, dan engkau
haramkan dirimu untuk tidur." Dalam Islam, ilmu adalah kemulian dan
kehormatan, al-ula wa asy-syaraf. Karena itu, siapa yang menghendaki
kedudukan yang mulia, maka wajib baginya untuk menghidupkan malam-malamnya, faman
thalabul ula sahira al-layal. Dan ilmu dalam harus didapat dengan bersusah
payah, sebab andai saja ilmu di dapat dengan angan-angan, maka sesungguhnya
tidak ada orang bodoh di dunia ini. Lau kana al-'ilm yudraku bil muna, ma
kana yabqa fi-bariyah jahil. Penuntut ilmu, sejatinya harus benar- benar
memanfaatkan waktunya untuk mendapatkan ilmu, tak mengenal waktu, siang maupun
malam.
***
Banyak cendekiawan dan ulama, telah menulis pemikiran pendidikan Al-Gazali,
dan beberapa ide-ide pokoknya, dapat dipetakan. Menurut Al-Gazali pendidikanlah
yang banyak membentuk corak satu bangsa. Ada pun pokok-pokok pemikiran
pendidikan Al-Gazali dapat dilihat dalam bukunya “Ihya Ulumuddin” dan “Ayyuhal
Walad”. Kedua karyanya itu tercipta setelah melewati pengembaraan intelektual
yang cukup panjang dan berliku. Kunci pokok pemikiran Al-Gazali dapat ditemukan
pada pernyataannya tentang hakikat pendidikan, yakni mengedepankan kesucian
jiwa ‘tazkiah an-nufus’ dari akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela, karena
ilmu merupakan ibadahnya hati, salat yang bersifat rahasia, dan sarana
pendekatan batin kepada Allah. (Munif, 2007: 16-17).
Ada pun konsep pendidikan yang dikembangkan Al-Gazali mencakup empat aspek:
pendidikan jasmaniah, pendidikan akhlak, pendidikan akal, dan aspek pendidikan
social yang kesemuanya harus diwujudkan secara utuh dan terpadu agar dapat
menghasilkan manusia seutuhnya. Namun secara singkat, pokok-pokok pemikiran
pendidikan Al-Gazali terdapat tiga hal, pertama, tentang keutamaan ilmu dan
upaya memperolehnya. Kedua, kategorisasi ilmu yang terbagi dua, ilmu fadhu ‘ain
atau yang wajib dipelajari, seperti ilmu tentang keesaan Allah (Tauhid), dan
tata cara beribadah sesuai tuntunan agama (syariat), dan ilmu fardhu kifayah,
seperti ilmu-ilmu yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, pertanian,
peternakan, perikanan, industry, dst. Dan ketiga, kewajiban-kewajiban pokok
bagi seorang guru dan anak didik. (Syamsul dan Erwin, 2001: 89).
Selain itu, Al-Gazali juga menekankan keutamaan dan kemuliaan profesi
seorang guru, beliau menulis. “Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan
ilmunya, maka dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit ini. Ia adalah
ibarat matahari yang menyinari orang lain dan mencahai pula dirinya sendiri,
dan ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain dan ia sendiri pun
harum. Siapa yang bekerja di bidang pendidikan, maka sesungguhnya ia telah
memilih pekerjaan yang terhormat dan sangat penting. Maka hendaknya ia
memelihara adab dan akhlaknya.
Di tengah kencangnya hembusan angin sekularisme dan liberalisme pendidikan,
maka sebuah keniscayaan pada umat Islam untuk kembali melakukan restorasi
sistem pendidikan yang selama ini selalu mengabaikan asfek ruh dan hanya
mengutamakan asfek jasmani atau materialisme sebagai asas pendidikan sekuler.
Tuhan telah dicampakkan dalam sistem pendidikan, hanya mengutamakan tujuan
duniawi semata. Maka muncullah golongan terdidik yang pintar menipu, korupsi,
dan tega berkhianat.
Demikian pula, terjadi liberalisasi dalam dunia pendidikan, para murid
disetarakan dengan guru, dan para guru tidak boleh melakukan tindakan pemukulan
walaupun sang murid kurang ajar bahkan bejat. Hasilnya, terlahirlah peserta
didik yang tidak hormat pada guru, melawan orang tua, bahkan melakukan tindakan
liar dan asusila. Semua itu berakar dari sistem pendidikan yang mengabaikan
asfek agama yang sangat menekankan kemuliaan ilmu dan mewajibkan penututnya
agar berniat baik sebelum belajar.
Nasihat pendidikan Imam Al-Gazali sangat layak menjadi panduan dalam sistem
pendidikan di Indonesia yang merupakan negara berketuhanan yang maha esa, atau
bertauhid La Ilaha Illallah, tiada yang berhak disembah kecuali Allah. Dan ilmu
tentang tauhid harus menjadi dasar pendidikan negara jika ingin menjadi
baldatun tayyebatun wa rabbun ghafur. Negara yang baik dan Tuhan Maha
Pengampun. Wallahu A'lam!
Dimuat Harian Cakrawala, 16 Januari 2015. Oleh, Ilham Kadir, Mahasiswa
Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun (UIKA)Bogor.
Comments