Umar Al-Khattab: Sang Pemadam Api Majusi
Dialah Umar bin al-Khattab
radhiallahu 'anhu, sebagai salah seorang Khulafa' ar-Rasyidin yang telah
membuktikan diri sebagai penolong agama dan berjihad demi meninggikan kalimat tauhid (li'lai
kalimatillah).
Khalifah yang
berhasil memadamkan api kejayaan Majusi, dan kini setelah berabad-abad
kematiannya kembali berkobar dengan dan atas nama Syiah Rafidhah yang datang
dengan kamuflase sebagai pencinta Ahlul Bait yang sesungguhnya adalah musuh
keluarga Nabi dan segenap umat Islam. Karena itulah, orang-orang Majusi
penyembah api bernama Syiah tak pernah redup bara amarahnya kepada Umar
al-Khattab.
Para Majusi paganisme,
di antara mereka yang paling menonjol kebenciannya kepada Umar adalah abu
Lu'lu'ah al-Majusi, seorang budak yang berpropesi tukang kayu sekaligus pandai
besi dan tinggal di Madinah. Lu'lu'ah membuat alat yang biasa digunakan untuk
menggiling tepung. Alat itu terdiri dari dua batu yang dibelah. Satu untuk
diletak di atas lainnya. Lalu biji gandum dilemparkan ke tengah-tengahnya,
kemudian diputar dengan tangan.
Rupanya dia sedang
menunggu saat yang tepat untuk membalas dendamnya terhadap Umar, terbukti,
suatu ketika Sang Khalifah menjumpainya di jalan dan bertanya, Aku dengar kau
pernah berkata, 'Kalau mampu, aku akan membuat alat penggiling gandum yang
digerakkan dengan angin', benarkah? Budak itu menoleh ke Umar dengan muka
masam. Ya, benar. Aku akan membuat untukmu alat giling yang akan menjadi
pembicaraan manusia dari Barat hingga Timur, jawab Lu'lu'ah. Umar lalu berkata
pada orang-orang menyertainya, Budak itu mengancamku.
Budak majusi lalu
membuat pisau yang memilikii dua mata. Penggunaannya dengan memegang bagian
yang ada di antara dua matanya. Lu'lu'ah juga melumuri pisau tersebut dengan
racun mematikan, sehingga ketika seseorang ditusuk, boleh jadi ia akan mati
karena kekuatan tusukan atau karena racunnya.
Tibalah saatnya.
Ketia si Majusi mengendap-endap dalam kegelapan malam, bersembunyi di sebuah
pojok masjid, menunggu kedatangan mangsanya, sang khalifah. Tetap berada di
masjid, sampai akhirnya, Umar masuk ke dalam untuk membangunkan orang-orang
agar menunaikan salat Subuh, dan salatpun didirikan. Allahu Akbar, Umar
bertakbir. Ketika ia mulai melantunkan ayat-ayat suci, budak Majusi tadi keluar
dari persembunyiannya, secepat kilat menyerang Umar dengan tiga tikaman
sekaligus. Tikaman pertama mengenai dada, kedua menembus perut, dan ketiga
merobek bawah pusar. Umar menjerit dan roboh ke tanah, dalam pada itu ia tetap
mengulang-ulang firman Allah, Wa kana amrullahi qadran maqduran, Dan ketentuan
Allah adalah takdir yang pasti terjadi, (QS. Al-Ahzab: 38).
Maka Abdurrahman
bin Auf maju menggantikan Umar untuk menyelesaikan salat jama'ah. Sementara
itu, setelah menusuk Umar, budak tadi menerobos ke barisan kaum muslimin dengan
pisaunya yang diayun-ayun ke kiri dan kanan. Ada tiga belas orang yang terkena tisukan
pisau tujuh di antaranya meragang nyawa, setiap orang yang mendekati langsung
ia serang, hingga seorang jamaah melempar sebuah kain selendang tebal ke
arahanya. Budak itu terhuyung-huyung, ia merasa kaum Muslimin akan segera
meringkusnya, seketika, ia hujamkan pisau bermata dua lagi beracun itu ke
tubuhnya sendiri hingga mati.
Umar langsung
dibopong ke rumahnya. Orang-orang menunggu di sekitarnya, menangis. Umar
pingsan sampai menjelang matahari terbit, ketika siuman, dipandangnya wajah
orang-orang di sekelilingnya. Pertanyaan pertama yang ia ucapkan, Apakah
manusia sudah salat? Mereka menjawab, Sudah. Segala puji bagi Allah.
Sesungguhnya tak dianggap Islam, orang yang meninggalkan salat, kata Umar.
Sang Khalifah lalu
meminta air tuk berwudhu, demi untuk berdiri menunaikan salat, namun ia tak
mampu. Kemudian meraih tangan putranya, Abdullah untuk mendudukkan tubuhnya di
balakang untuk bersandar pada anaknya. Darah terus mengalir dari tiga luka
tusukan. Abdullah berkata, Demi Allah, aku mencoba menutupi luka itu dengan
jariku, tapi darah terus mengucur. Hingga akhirnya kami ikat lukanya dengan
sorban, demikianlah Umar menunaikan salat Subuhnya.
Setelah itu,
Amirul Mu'minin berkata kepada Ibnu Abbas, Lihatlah, siapa yang telah
membunuhku? Dijawab, Engkau diserang oleh seorang budak Majusi. Beberapa orang
juga telah diserangnya, lalu ia bunuh diri. Umar berujar, Segala puji bagi
Allah yang menjadikan pembunuhku tidak dapat memusuhiku di hadapan Allah dengan
satu sujud pun.
Seorang tabib lalu
datang mengobatinya dengan menuangkan air dicampur kurma sehingga keluarlah air
dari luka sang khalifah. Tabib mengira bahwa yang keluar adalah cairan darah dan
nanah. Lalu, ia menuangkan susu, sesaat susu itu keluar dari bawah pusar. Tabib
pun berkesimpulan bahwa tusukan budak Majusi itu telah merobek bagian dalam
tubuh khalifah. Lalu berkata, Wahai Amirul Mu'minin, berwasiatlah. Aku yakin
kalau tidak hari ini, pasti besok engkau akan meninggal.
Umar menjawab,
Engkau benar. Andai saja engkau tidak mengucapkan seperti itu, pasti engkau
telah berbohong. "Demi Allah, seandainya aku miliki semua isi dunia ini,
akan kugaidaikan demi menghadapi dahsyatnya suatu hari saat menghadap
Allah," katanya.
Ibnu Abbas
berkata, Kalau kau berkata begitu, semoga Allah memberikan balasan kebaikan
bagimu. Bukankah Rasulullah pernah berdoa agar Allah memuliakan Islam denganmu
dan kaum muslimin, ketika mereka dikecam ketakutan di Makkah? Ketika kau masuk
Islam, keislamanmu membawa wibawa dan kesucian. Kemudian kau hijrah. Hijrahmu
menjadi pembuka. Kau pun tak pernah absen dalam peperangan yang diikuti
Rasulullah melawan orang-orang musyrik. Lalu Rasulullah wafat dalam keadaan
ridha terhadapmu, dan digantikan oleh khalifah Abu Bakar. Lalu ia wafat dalam
keadaan ridha terhadapmu. Kemudian sebagai pengganti, engkau pimpin manusia
dengan baik. Denganmu, Allah membuka dan menaklukkan negeri-negeri sehingga
mengeluarkan harta (pajak) dan memberangus musuh-musuh. Kemudian Ia
menganugrahimu syahadah. Sungguh, keberuntungannya nyata bagimu.
Umar menanggapi,
Demi Allah, orang tertipu adalah yang tertipu [dengan ucapanmu]. Apakah engkau
bersedia menjadi saksi atas semua tadi di hadapan Allah kelak ketika bertemu
dengan-Nya? "Ya", jawab Ibnu Abbas. Bahagialah Umar, lalu berkata,
"Ya Allah, segala puji bagi-Mu". Orang-orang lalu berdatangan dan
memuji beliau.
Tiba-tiba
datanglah seorang pemuda dan berkata padanya, Berbahagilah engkau wahai Amirul Mu'minin,
Engkau menjadi sahabat Rasulullah, kemudian menjadi khalifah yang adil, lalu
mati syahid. Umar menjawab, Aku cukup merasa senang ketika keluar dari dunia
dalam keadaan telah melaksanakan semua tugas. Tak perlu tambahan [pujian]
bagiku.
Ketika pemuda itu
berdiri hendak pergi, kain yang dipakainya menjulur ke tanah [isbal]. Umar
meminta pemuda itu didatangkan kembali dan berkata, Hai anak saudaraku,
angkatlah kainmu. Yang demikian lebih bersih bagi pakaianmu dan lebih takwa di
sisi Rabbmu.
Rasa sakit yang
dialami Umar kian parah, dan kepayahan itu telah menyelimuti dirinya. Abdullah,
sang putera berkata, Ayahku pingsan. Lalu kuletakkan kepalanya di atas
tanganku. Ketika siuman, ia berkata, Letakkan kepalaku di atas tanah, lalu
kembali pingsan. Kupegangi kepalanya dengan tanganku. Ketika siuman lagi, ia
mengulangi permintaannya, Letakkan kepalaku di atas tanah. Aku berkata, Wahai
ayah, apakah tidak sama saja, antara tanganku dan tanah? Ia menjawab, Temukan
wajahku dengan tanah. Semoga Allah mengasihani aku. Kalau aku sudah mati,
segeralah kubur aku. Yang demikian adalah kebaikan yang kau segerakan bagiku,
atau sebuah kejelekan yang kau lepaskan dari pundak kalian. Celakalah Umar,
celakalah ibunya, jika Allah tidak mengampuninya. Lalu tubuhnya melemah, ia
menghadapi sakratul maut dan... meninggal. Umar dikubur di samping Rasulullah
dan Abu Bakar.
Umar memang telah
terkubur, tetapi warisan keberanian dan semangat perjuangannya tak pernah pudar
dalam sanubari umat Islam. Ia telah bersusah payah sekejap di dunia untuk
beristirahat kekal abadi di akhirat. Ia telah disebut Nabi sebagai salah satu
dari sepuluh manusia mendapat jaminan surga. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa
Rasulullah pernah bersabda, "Ketika aku tidur, aku bermimpi berada di
surga. Aku melihat seorang perempuan berwuhdu di samping sebuah istana, aku
bertanya, Milik siapa istana ini? Dijawab, Milik Umar. Lalu disebutkan
kecemburuannya dan aku lari daripadanya. Umar lalu menangis dan berkata, Apakah
engkau aku cemburu, wahai Rasulullah.
Karena itu, Syiah
Rafidhah yang menjadikan celaan, hinaan, dan makian kepada Umar al-Khattab sebagai
bagian dari agama mereka benar-benar menantang Rasulullah yang sangat
memuliakan umar dan mengabarinya sebagai penghuni surga. Tidak hanya itu, Syiah
yang merupakan pewaris agama paganisme penyembah api alias Majusi, menjadikan
kuburan Lu'lu'ah sebagai tempat tabarruk (mengais berkah), karena itulah
didirikan bangunan mewah di atas kuburannya. Begitulah Syiah menista Umar bin
Al-Khattab dan memuliakan Abu Lu'lu'ah al-Majusi, sang penyembah api.
Umar al-Khattab
adalah teladan orang saleh sepanjang masa yang selalu meyakini datangnya ajal,
dan bersiap-siap menghadapinya setiap saat, momen tahun baru 2015 ini
selayaknya menjadi wadah muhasabah
agar kiranya kita semua selalu siap menghadapi kematian yang datang tak
terduga. Lihatlah kebakaran, tanah longsor, banjir, kapal tenggelam, pesawat
hilang atau berguguran, datang silih berganti agar menjadi penegur dan
pelajaran bagi segenap umat manusia. Wallahu' A'lam!
Setu-Bekasi, 29
Desember 2014. Ilham Kadir, Peserta Kaderisasi Seribu Ulama Baznas-DDII dan
Mahasiswa S3 UIKA Bogor.
Comments