KH. Jamaluddin Amien; Ulama Pejuang Syariat
KH. Jamaluddin
Amin, pertama kali saya mengenal dan berinteraksi langsung ketika ikut dalam
diklat dai yang diadakan Asia Moslem Charity Foundation (AMCF). Dikoordinir
oleh Ma'had Ali Al-Birr di bawah naungan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Saat itu, Pak
Kiyai, demikian sapaan akrabnya, membawakan tausiyah pelepasan para peserta
diklat yang telah dibina, diajar, dan digembleng selama tiga bulan penuh,
dari November 2009 hingga Januari 2010.
Dalam tausiyahnya,
ia menekankan kepada para dai agar senantiasa berjuang mengajarkan dan
menegakkan agama Allah kapan pun dan di mana pun berada, dan lebih khusus
mereka yang akan dikirim ke pedalaman agar bersabar menghadapi berbagai
rintangan dan cobaan, karena itu semua sunnatullah. Bahkan, ia juga
menceritakan pengalamannya, terutama saat-saat Orde Baru yang saat itu
perjuangan dakwah jauh lebih berat dibandingkan zaman Reformasi.
Pak Kiyai
selanjutnya memberikan sugesti kepada para calon dai yang segera bertugas ke daerah,
dengan membacakan beberapa ayat dan hadis, ketika sedang membaca dalil, ia
lupa, dan berkata. Inilah akibatnya kalau orang sudah berumur seperti saya,
ingatan tidak lagi normal. Tapi saya teringat dengan sebuah syair Arab yang pas
pada diri saya, Ya laeta as-syababu ya'udu yauman, fa akhbaru bima yaf'alul
musyib. Andai saja masa muda itu akan kembali padaku walau hanya sehari, akan
kukabarkan padamu bagaimana rasanya berada dalam masa uzur.
Tiga bulan lamanya
saya mengikuti diklat yang diasramakan di kompleks kampus Unismuh. Setiap waktu
shalat tiba, setiap itu pula KH. Jamaluddin Amien berada di Masjid Kampus
langsung memimpin salat untuk segenap jamaah yang terdiri dari mahasiswa,
dosen, dan segenap civitas akademika.
Dalam sebuah
khutbah Jumat yang diisi oleh Pak Kiyai, ia menekankan dengan tegas tentang
keharusan bagi para penghuni kampus, khususnya para mahasiswa, dan lebih khusus
lagi para dosen untuk menghentikan perkuliahan dan bergegas ke masjid jika azan
sudah berkumandang demi menegakkan salat berjamaah. Beliau malah mengukur maju
dan mundurnya sebuah kampus itu tidak dilihat dari mewahnya bangunan dan
fasilitas, atau ramainya mahasiswa, tapi dilihat, sejauh mana para penghuni
kampus mengamalkan kewajiban agamanya, dan itu semua dimulai dari salat
berjamaah, kalau salat jamaah saja tidak mampu diwujudkan, maka agenda umat
lainnya akan sulit terlaksana. Ia juga menilai bahwa keruntuhan dan kehancuran
umat Islam, termasuk lembaga pendidikan jika sudah meninggalkan salat
berjamaah.
Karena itu, semasa
hidupnya, KH. Jamaluddin Amien sangat terkenal dengan ketegasan dan
keistiqamahannya dalam menjalankan salat berjamaah.
Pendirian Pak
Kiyai di atas bukan tanpa alasan, karena secara umum para ulama Ahlussunnah
wal-Jamaah menilai bahwa salat berjamaah hukumnya wajib, namun jika dilakukan
secara sendirian salat tetap sah dan tidak usah diulangi.
Wajib di sini,
bukanlah wajib yang sama dengan rukun iman dan rukun Islam, tetapi kedudukannya
di bawah itu. Wajib yang dalam istilah Imam Abu Hanifah sebagai, Ma tsabata
bidalil dzonniy, yang dalilnya berbentuk dzonni (interpretasi). Sedangkan yang
dalilnya bersifat qath'i (pasti) maka itu disebut fardhu, seperti salat, puasa,
zakat, dst.
Karena itu, salat
jamaah dalam pandangan sebagian ulama, terutama bermazhab syafi'i adalah sunnah
muakkadah, atau sunnah yang sangat ditekankan. Berdasarkan hadis Nabi, Shalatul
jama'ah khaerun min shalatil fazzi bisab'in wa 'isyrina darajah. Salat
berjamaah itu lebih utama 27 derajat dari salat sendirian.
Artinya, jika setahun
kita melaksanakan salat berjamaah berturut-turut, sama dengan 27 tahun
melaksanakan salat dengan sendirian. Dan, ini merupakan bagian dari
keistimewaan umat Nabi Muhammad, sekali melaksanakan ibadah, dapat ganjaran
sebanyak 27 kali lipat.
KH. Jamaluddin
Amien selaku ulama senior sangat memahami itu, maka ia pun berusaha
mengamalkannya dengan menekankan dan mewajibkan para mahasiswa dan dosen yang
bergabung di Unismuh untuk menjalankan salat fardhu secara berjamaah yang
pahalanya sangat agung.
Deklarator KPPSI
Interaksi saya
dengan KH. Jamaluddin Amien berlangsung ketika masuk menjadi pengurus Komite
Perjuangan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulsel. Sebagaimana diketahui,
beliau adalah salah seorang dari tiga deklarator berdirinya paguyuban yang menginginkan
tegaknya syariat Islam di bumi serambi Madinah secara kaffah.
Pada 7-9 Maret
tahun ini, adalah kongres kelima KPPSI yang dilaksanakan di Asrama Haji
Sudiang. Namun, sebelum kongres dihelat, para panitia, melakukan audiensi ke
berbagai tokoh dan ormas, tak terkecuali kepada KH. Jamaluddin Amien selaku
deklarator KPPSI.
Ketika kami
berkujung, Pak Kiyai banyak memberi wejangan kepada panitia. Mungkin karena
melihat situasi yang berbeda pada zaman deklarasi KPPSI pada 19-21 Oktober 2001
yang saat ini, timbul-tenggelam, timbul saat pilgub karena amirnya menjadi
salah satu kandidat cagub atau cawagub, dan setelah itu kembali tenggelam.
Kondisi yang lain
adalah, belum adanya program-program KPPSI yang kontinyu dan terukur secara
sistematis, semuanya bersipat dadakan dan lebih banyak seremonialnya. Padahal
para kepala daerah di Sulsel, bahkan gubernur sendiri, Dr. Syahrul Yasin Limpo
sangat mendukung program-program KPPSI, termasuk perda-perda yang mewajibkan
baca tulis Al-Qur'an bagi para siswa tingkat dasar, menengah, hingga calon PNS.
Dan, tentu saja, kaum liberal yang anti syariat dan Perda Sayariat sangat tidak
mendukung KPPSI.
Membaca situasi
demikian, KH. Jamaluddin Amien mengeluarkan pernyataan yang luar biasa kepada
para pengurus terutama panitia kongres, katanya, KPPSI harus tetap eksis dalam
perjuangannya untuk menegakkan syariat Islam. Para pengurusnya harus tetap
istiqamah, kalau ada hambatan itu bagian dari tantangan perjuangan. Saya
bersyukur karena KPPSI yang telah kami deklarasikan masih tetap eksis dalam
perjuangannya di Sulsel.
Dalam pertemuan
itu, ada poin penting, bahwa KPPSI yang
ia deklarasikan atas nama sebagai Ketua
Muhammadiyah Wilayah Sulsel, bukan atas nama pribadi, begitu juga AGH.Dr.Sanusi
Baco sebagai Ketua Nahdatul Ulama (NU) Wilayah Sulsel, dan Prof. Abd Rahman Basalamah bertindak sabagai
Ketua Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Pusat.
Perjuangan KH.
Jamaluddin Amien dalam membumikan syariat Islam lewat wadah KPPSI tidak ada
yang mengingkari, bahkan ketika KPPSI terpuruk karena kasus bom, beliau termasuk tokoh yang konsisten dan
tetap mendukung perjuangan KPPSI dengan cara memotivasi pnegurus untuk tetap
berjuang. Waktu kondisi badannya masih sehat, terutama awal-awal berdirinya
KPPSI, Pak Kiyai sering melakukan kunjungan ke daerah, berdakwah dan melakukan
penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya menegakkan syariat Islam, dan itu
dimulai dengan hal-hal yang ringan seperti meramaikan masjid dengan salat
berjamaah.
Pembina LPPI
Pertemuan terakhir
saya dengan KH. Jamaluddin Amien adalah ketika Rapat Kerja Tahunan LPPI
Makassar tahun 2013. Karena Pak Kiyai adalah Ketua Dewan Pembina LPPI Makassar,
maka beliau diundang dan turut hadir, bahkan memberi sambutan yang cukup
panjang sekitar 30 menit. Saya selaku panitia Raker, mengabadikan tausiyah
beliau baik dalam betuk rekaman suara maupun tulisan.
Dalam tausiyahnya,
beliau mengupas tuntas sejarah berdirinya aliran Syiah dan siapa saja tokohnya,
Pendiri Syiah adalah Abdullah bin Saba' seorang Yahudi, ia datang untuk memecah
belah umat Islam, mengampanyekan bahwa setiap Nabi itu punya pelanjut yang
disebut 'washiyun', seperti Nabi Musa pelanjutnya adalah Nabi Harun, juga Nabi
Muhammad, punya pelanjut, yaitu Ali bin Abi Thalib bukan yang lainnya, maka
banyak yang percaya, dan mengikuti pendapat Abdullah bin Saba', dan di sinilah
Syiah berawal, terang Pak Kiyai.
KH. Jamaluddin
Amien juga menutup tausiyahnya dengan memberi motivasi kepada LPPI Makassar
agar tetap berjuang membela kebenaran, dan jangan pernah merasa sepi dalam
berjuang, selama memperjuangkan kebenaran, insya Allah pertolongan Allah akan
datang.
Begitulah semangat
dan ketegasan KH. Jamaluddin Amien dalam menjaga kemurnian Ahlussunnah
wal-Jamaah. Ketegasan beliau dalam pendirian menjadi contoh ideal bagi umat
Islam generasi sosmed yang penuh dengan rintangan.
Ulama besar, dan
kharismatik yang saya ceritakan di atas walau berada dalam organisasi
Muhammadiyah, tapi perjuangannya tak mengenal ormas atau komunitas tertentu,
melaikan demi kejayaan umat Islam.
KH. Jamaluddin
Amien rahimahullah wafat pada tanggal 16 Nopember di Makassar dalam usianya
yang ke-84 tahun, dan dikebumikan di Bantaeng. Ulama kharismatik ini adalah
contoh ulama yang berjuang demi menegakkan syariat dan mereduksi kemungkaran
termasuk berbagai macam aliras sesat tak terkecuali Ahmadiyah dan Syiah.
Sebuah syair dari
Ali bin Abi Thalib saya goreskan akan keabadian ilmu dan perjuangan sang kiyai.
Tidak ada
kebanggaan kecuali bagi ahli ilmu, sesungguhnya mereka di atas petunjuk, dan
mereka penunjuk orang yang minta petunjuk.
Nilai setiap orang
adalah sesuatu yang menjadikannya baik, sedang orang-orang bodoh itu musuh
ilmu.
Maka, gapailah
kemenangan dengan ilmu, bersamanya engkau hidup selamanya, semua manusia pasti
mati, sedangkan ahli ilmu akan terus hidup.
Selamat Jalan Pak
Kiyai, bakti dan perjuanganmu akan terus tersemat dalam sanubari kami. Wallahu
A'lam!
Setu-Bekasi. 28
Nop. 2014. Ilham Kadir, Pengurus KPPSI Pusat/Kandidat Doktor Pascasarjana
Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor. Dimuat TRIBUN TIMUR.
Comments