Menimang Cawapres

Tidak dapat dipungkiri,
keberhasilan kepemimpinan SBY pada priode awal (2004-2009) jabatannya sebagai
presiden tidak bisa dipisahkan dari sang wakil, Muhammad Jusuf Kalla (JK), dan
menurunnya performa kinerja SBY pada priode kedua kepemimpinannya (2009-2014)
tidak bisa lepas dari sumbangsih sang wakil, Prof. Boediono yang dianggap
benar-benar sebagai ban serep. Saya belum menemukan karya Boediono yang
spektakuler melebihi kasus Century. Karena itu, penting mengangkat dan
mengetahui latar belakang kedua cawapres kali ini. Kita liat.
Pasangan dengan nomor urut
pertama. Prabowo Subianto adalah calon presidennya, didampingi Muhammad Hatta
Rajasa, pria kelahiran 18 Desember 1953, anak kedua dari 12 bersaudara.
Mengawali pendidikan di sekolah dasar tempat ia dilahirkan. Setamat SD, Hatta
dititipkan pada rumah pamannya di Palembang, menempa dirinya menjadi anak yang
mandiri dan harus tau diri. Antara lain, di pagi yang buta, usai salat Subuh,
Hatta harus bekerja mengisi bak air dengan pompa, lalu berangkat ke sekolah
dengan mengayuh sepeda. Ini dilakukan semenjak dari SMP hingga selesai SMA, di
sinilah bibit-bibit religius dan emosionalnya mulai tersemai.
Pergulatan intelektual
sekaligus sebagai aktivis kampus mulai terlihat ketika Hatta kuliah di Institut
Teknologi Bandung (ITB). Ia sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Himpunan
Mahasiswa Teknik Perminyakan, dan senator mahasiswa ITB.
Saat itu, Masjid Salman
yang memang menjadi model utama pembinaan mahasiswa di seluruh Indonesia dengan
nama Lajnah Mujahid Dawah. Bagi Hatta, di sinilah ia mulai mengenal pergerakan
Islam lebih mendalam, ia pun menulis, Masjid Salman waktu itu adalah
satu-satunya kampus yang menjadi sebuah laboratorium rohani bagi mahasiswa ITB.
Kalau ITB ada laboratorium fisika, maka Salman merupakan laboratorium rohani.
Waktu itu, peserta mengikuti Lajnah Mujahid Dakwah (LMD) datang dari berbagai
penjuru kampus tanah air. Kemudian ide Masjid Salman--konsep yang terintegrasi
dengan kampus itu--banyak ditiru dari kampus-kampus lain di Indonesia. Jadi,
kita melihat sumbangsih Bang Imad terhadap mahasiswa ketika itu sangat luar
biasa. Misalnya, setelah berkenalan dengan Bang Imad, banyak sekali dipengaruhi
oleh pemikiran-pemikirannya. Saya mengalami pendewasaan tingkat intelektualitas
dan spritual saya, (Bang Imad, Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya, 2002).Bang Imad
adalah nama panggilan dari Prof. Dr. Muhammad Imaduddin Abdurrahman (1931-2009)
guru besar ITB. Namanya populer sebagai aktivis Islam di tahun 70-an dan
dikenal dekat dengan para mahasiswa ITB melalui kuliah tauhidnya di Masjid
Salman. Materi pengajiannya dapat diakses di "Kuliah Subuh Bang Imad"
konten utamanya seputar ilmu tauhid, definisi tauhid, definisi Tuhan,
kepercayaan pada Tuhan, mentauhidkan Tuhan, tauhid dan kemerdekaan, tauhid dan
ikhlas, serta tauhid dan konsekwensinya. Karena itu, banyak mahasiswa yang
menjadi binaan Bang Imad, tak terkecuali Hatta Rajasa.
Di era politik edan
seperti sekarang, hanya sedikit pengelolah negara yang bisa bertahan dengan
penuh amanah dan kejujuran, di antara yang sedikit itu adalah Hatta Rajasa.
Selama menjabat sebagai menteri, mulai dari Menteri Riset dan Teknologi
(2001-2004); Menteri Perhubungan (2004-2007); Menteri Sekertaris Negara
(2007-2009) hingga Menteri Koordinator Bidang Ekonomi (2009-2014) kita belum
pernah mendengar kasus penyelewengan jabatan yang membelit dirinya.
Teringat saya, pada
pilpres priode lalu (2009-2014) salah seorang putra Bugis-Bone mengeluarkan
pernyataan kontroversi, katanya, belum saatnya orang Sulawesi jadi presiden.
Saya sangat berharap agar yang bersangkutan kelak mampu menjadi presiden pada
saatnya. Nyatanya, ia hanya sempat menjadi menteri beberapa saat sebelum
akhirnya dikerangkeng KPK karena kasus korupsi. Saya ingin katakan, bahwa yang
mampu bertahan sebagai menteri dengan awet tanpa kasus sebagaimana Hatta Rajasa
sangat langka, dan itu harus diapresiasi.
JK-KPPSI
JK adalah satu di antara
tokoh nasional yang terlalu banyak ditulis riwayat hidupnya. Para penulis seakan
berlomba mengabadikan JK dalam goresan tinta. Terlalu banyak yang menarik dari
sosok JK untuk diteliti, dikaji, diulas, lalu dilempar ke pasar agar dikonsumsi
oleh publik. Segala sisi kehidupannya seakan menjadi gizi bagi rakyat
Indonesia, menyehatkan bagi para pembaca.
Karena itu, saya tidak
akan menulis tentang JK yang pernah dibahas orang lain. Tulisan ini orisinil
dari saya tentang JK. Tak ada satu pun manusia yang pernah menulis sebelumnya.
Bermula ketika penulis
mondok dan nyantri di pesantren Majelisul Qurra' wal-Huffadz (MQWH) Tuju-tuju,
Kajuara, Bone, di bawah asuhan Anregurutta Lanre Said, salah seorang murid
kesayangan Anregurutta Muhammad As'ad, Pendiri Madrasah Arabiah Islamiyah
Sengkang yang berhasil mendirikan pesantren berkualitas. Saat itu, jumlah
santri belum sebanyak sekarang, sekitar 200 santri, dan masih diasramakan di
atas rumah panggung yang terletak depan jalan poros Bone-Sinjai.
Persoalan utama bagi
pesantren adalah air, sumber air di sekitar kampus tidak bisa dikonsumsi dan
tak cukup dipakai untuk MCK, karena itu harus mengangkut air dari sumur yang
jauhnya mencapai 1 KM ke pondok. Awalnya, para santri terutama saya, mengangkut
air dengan cara memikul (mallempa wae). Karena santri sudah bertambah, maka
kebutuhan air pun sudah diangkut dengan grobak. Lama-kelamaan, grobak juga
sudah tak sanggup, karena itu pesantren butuh kendaraan. Secara tiba-tiba, JK
menyumbang mobil kijang jenis pick up, mobil itu dipakai bertahun-tahun dan
sangat berjasa bagi pesantren.
Ketika santri kian
bertambah, kampus dan asrama sudah tak mampu menampung para santri dan guru
yang datang dari seluruh penjuru tanah air, dilakukanlah pembebasan lahan untuk
kampus baru, dan lagi-lagi, JK menyumbang bangunan gedung permanen dua lantai
yang lumayan besar.
Konon, seorang teman
pernah mengabarkan JK tentang sumbangannya di pondok yang sekarang bernama
Darul Huffadz Tuju-tuju itu, di luar dugaan justru JK lupa kalau dirinya pernah
menyumbang di pondok yang mewajibkan santrinya berbahasa Arab-Inggris plus hafal
Al-Qur'an 30 juz itu.
Penilaian saya terhadap
sosok JK adalah, beliau masuk kategori manusia yang akan mendapatkan naungan
pada hari kiamat di Padang Mahsyar, di mana pada saat itu, tidak ada naungan
selain dari Allah, yang matahari hanya sejengkal dari kepala. Ada yang berenang
di dalam air keringatnya sendiri. Salah satu--dari tujuh syarat--untuk mendapat
payung adalah, lelaki yang bersedekah, karena ikhlasnya, tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanangnya. Demikian Nabi bersabda
yang diriwayatkan Bukhari-Muslim.
Begitu pula, JK adalah
tipe pemimpin yang, hidup, bekerja, beramal dengan apa adanya, jauh dari sifat
dan tingkah-laku pencitraan. Karena itu, seorang teman pernah berujar, Sejak
kapan Pak JK naik sepeda ontel, cium-cium bendera, makan berlesehan di lantai
beralas tikar?
JK yang dikenal rakyat
Indonesia adalah pemimpin yang tegas dan bersahaja, tokoh panutan, perekat
umat, kaya raya. Beliau dapat hidup mewah, naik pesawat canggih, kendaraan
termewah di dunia, mampu menikmati kuliner di mana pun ia suka. Pada waktu
bersamaan, beliau orang kaya yang tidak sombong, hartanya diinfakkan siang dan
malam (lailan wa naharan), secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi
(sirran wa'ala niyah), hidupnya telah memberi manfaat bagi orang banyak,
laksana air yang memberi kehidupan untuk segenap makhluk Allah. Dalam konteks
historis, tak berlebihan jika dipadankan dengan Abdurrahman bin Auf, sahabat
Nabi yang kaya raya dan termasuk dari sekian manusia yang telah mendapat
jaminan surga di akhirat kelak. Beliau orang Sulawesi paling dermawan yang saya
ketahui.
Bahkan ketika KPPSI
melaksanakan kongres ke-5 di Asrama Haji Sudiang Februari lalu. Saya ditunjuk
menjadi sekretaris panitia, sebuah posisi yang sebetulnya belum layak saya
emban. Saat itu, panitia butuh dana, dan proposal pun kami layangkan ke
beberapa tokoh, salah satunya JK. Itu pun ketika panitia bertatap muka langsung
ke JK semuanya pesimis, karena merasa tidak sejalan dengan prinsip JK yang
kurang setuju tentang perda-perda syariat. Namun secara diam-diam ia menyalurkan
bantuan dengan nominal yang tidak sedikit.
Puncaknya, ketika kongres
berlangsung, tokoh-tokoh nasional yang diundang seperti Menteri Agama,
Suryadharma Ali, Menteri Hukum dan HAM, Nazaruddin Syamsuddin, hingga Ketua
KPK, Abraham Samad, seakan sepakat tidak hadir dalam acara pembukaan, padahal
surat undangan sudah dilayangkan, bahkan kongres dua kali ditunda hanya
menyesuaikan waktu Menag yang ternyata juga batal, wakilnya pun tak diutus.
Hanya Dr. Ali Mocthar Ngabalin saja yang hadir pada acara pembukaan sebagai
tokoh nasional.
Tak dinyana, JK yang
sebelumnya mengirim permohonan maaf karena tak sempat hadir pada acara
pembukaan disebabkan harus menghadiri acara lain yang telah terjadwal lebih
awal, tiba-tiba bersedia datang di acara KPPSI untuk menutup kongres. Dalam
sambutannya, beliau sekali lagi menegaskan bahwa di Indonesia, sudah hampir
semua syariat yang diperintahkan oleh Allah bisa dilaksanakan, karena itu tidak
dibutuhkan perda.
Namun, menurut analisa
saya, JK sama sekali bukan anti perda syariat, bukan pula tidak mendukung
daerah-daerah untuk mengeluarkan perda syariat selama itu permintaan masyarakat
dan didukung oleh pemerintah setempat.
Dalam suasana otonomi
seperti saat ini, Bupati dan Walikota adalah ujung tombak pemerintahan. Menurut
Patabai Pabokori, mantan bupati dua priode di Bulukumba, dan Kadis Pendidikan
Sulsel, yang sekarang menjabat sebagai Ketua Harian (Lajnah Tanfidziyah) KPPSI,
kunci syariatisasi berada pada kepala daerah, kalau Bupatinya hobi memelihara
ayam ketawa, maka masyarakatnya juga akan ikut, kalau Bupatinya pro syariat,
maka masyarakat juga akan ikut.
Bahkan menurut orang yang
pertama merealisasikan perda syariat ini, dengan syariat rakyat akan aman dan
hidup tenang, perjudian, miras, dan segala kemaksiatan maupun kemungkaran dapat
direduksi secara bertahap.
Karena itu, pendapat
sebagian masyarakat bahwa jika JK kembali terpilih menjadi wakil presiden pada
priode 2014-2019 akan menghalangi dan mempersulit perda-perda syariat selain
Nangroe Aceh Darussalam perlu diklarifikasi (tabayyun) lebih lanjut, karena
selama ini JK tidak pernah menolak dan mempersulit daerah yang telah dan akan
mengeluarkan perda syariat.
Keputusan JK mendampingi
Jokowidodo pada pilpres kali ini sangat tepat, ibarat cahaya pada lorong yang
gelap, dapat menuntun ke arah yang benar. Wallahu A'lam! Setu-Bekasi, 19 / 06 / 2014.
Ilham
Kadir, Berasal dari Watangcani-Bone, Pengurus KPPSI Pusat.
Comments