Menulis Itu Mudah
Tulisan adalah
salah satu media dakwah yang paling berpengaruh saat ini. Karena itu,
media-media sosial, atau sosial media kian hari makin bertambah jumlahnya.
Semuanya menyediakan fasilitas tulis-menulis. Sebut saja, facebook (FB),
twitter, kakaotalk, wechat, whatsUp, instagram—daftarnya terus bertambah. Zaman
ini dikenal dengan era informasi, berbeda dengan sebelumnya yang kita kenal
dengan era industri dan agraria.
Itu artinya,
kekuatan terpenting di dunia saat ini adalah bersumber dari informasi, bukan
lagi militer, atau pangan. Siapa yang menguasai informasi, maka dialah yang
dapat menaklukkan dunia. Semua jenis sosmed (sosial media) yang ada saat ini
bersumber dari golongan bukan Islam (kafir), karena itulah, umat Islam tidak
memiliki kekutan untuk membentuk opini, segala berita yang beredar di tengah
masyarakat tidak banyak yang memiliki keberpihakan pada Islam.
Selain tidak
punya media yang mumpuni, umat Islam juga tidak mahir menggunakan media yang
ada sebagai wadah dakwah yang gratis. Seorang dai seharusnya ikut ambil bagian
dalam menggunakan fasilitas sosmed untuk menggalang opini yang berpihak pada
agama dengan cara menulis. Walau bagaimana pun,
media-media cetak sangat terbuka menerima tulisan dari siapa pun selama
tulisan tersebut memiliki kualitas yang baik, dipertanggungjawabkan, dan
memenuhi kriteria sebagai karya ilmiah populer. Sedangkan sosmed tidak memiliki
syarat apa pun selain alat dan tatacara penggunaannya.
Sebutlah misalnya
artikel yang dimuat dalam kolom opini, yang terbit setiap hari, kecuali hari
minggu. Kolom ini, selalu menunggu para penulis-penulis baru yang memiliki ciri
khas dan karakter tersendiri. Tidak mudah memang, bersaing dengan begitu banyak
penulis yang telah lama masyhur, mapan dalam berkarya, dan memili ciri khas dan
pembaca setia, tapi bagi saya, disinilah tantangannya!
Menulislah!

Pada hari Jumat 11 Jumadil Akhir 1435H/11 April 2014,
saya berada di Enrekang. Seperti biasanya, jika berada di Kota Danke ini,
selalunya diminta oleh jamaah Masjid Nurut-Tijarah yang berada di sudut Pasar
Sentral Enrekang untuk maju memimpin salat berjamaah. Karena ini adalah malam
Jumat, maka saya mengamalkan sebuah hadis yang mengatakan, Siapa yang membaca
sepuluh ayat pertama dan terakhir pada hari Jumat maka dia akan diselamatkan
dari fitnah Dajjal dan baginya akan diberi cahaya dari Allah. Sebab itulah saya
membaca sepuluh pertama dan terakhir Surah Al-Kahfi dalam salat. Bakda Magrib,
saya pulang ke rumah, menunggu salat isya sambil menonton hiruk-pikuk berita
politik, terkait perolehan suara dari partai-partai kontestan pemilu tahun 2014
ini. Para pakar politik, komentator, dan akademisi juga dilibatkan menjadi
narasumber. Ada yang berbicara seadanya, ada yang berlebihan, dan ada pula yang
ngawur. Karena ini adalah negara domokrasi maka seluruh penduduk bumi
pertiwi berhak berbicara. Diskusi terkait perolehan suara partai-partai pemilu
legislatif kali ini memang unik. Betapa tidak, ramalan sejumlah survey nasional
muktabar selalu sepakat bahwa partai-partai Islam akan terkubur satu persatu,
tak terkecuali PKS, PPP, PBB dan PAN. Nyatanya, berbalik, hampir semua mengalami
kenaikan, bahkan ada yang fenomenal dan signifikan, sebagaimana PKB dan PAN,
ada pula mengalami peningkatan, seperti PPP dan tetap stabil, PKS. Golkar,
sebagai partai berpengalaman juga tetap stabil, sekitar 15%, sedang Demokrat
terjun kebawah dengan perolehan 10%, yang pemilu lalu mencapai 23%. Partai
nasionalis yang mengalami peningkatan cukup tajam adalah PDIP dengan perolehan
19%, dan Gerindra 12 %. Ada pula partai baru, NasDem yang suaranya sekitar 7%,
dan Hanura sekitar 5% lebih, sedang PKP hanya 1% lebih. Partai Islam yang
perolehannya sangat minim dan tidak masuk ambang batas parlemen adalah PBB.
Karena tidak ada partai dominan, dengan suara sampai
pada 25%, maka dipastikan, koalisi adalah satu keharusan. Karena itu, para
elite partai berburu dengan waktu untuk mencari kawan koalisi, dan dipastikan
pula, kali ini partai-partai Islam akan kembali menjadi ekor dari partai-partai
nasional, hanya menjadi pelengkap derita, tak punya jatidiri yang jelas, selalu
berkelamin ganda. Paling banter mendapat jatah kursi menteri yang tunduk di
bawah pemimpin yang kebijakannya tidak dilandasi kepentingan agama Islam dan
kaum muslimin, apalagi berbicara masalah syariat Islam, jauh panggang dari api!
Untuk menatap masa depan yang lebih baik, maka
orang-orang beriman, cerdas, dan punya kemampuan dalam kepemimpinan harus
dipersiapkan untuk maju sebagai wakil rakyat dan pemimpin umat agar negara ini
dapat menjadi negara yang sistem hukumnya selalu mengacu pada kitab wahyu,
Alquran dan Hadis, bukan sesui kepentingan golongan tertentu yang sesat, atau
sesui pesanan Amerika dan sekutunya. Rakyat harus melek politik agar jangan
terus menerus dibodohi lalu dibiarkan dalam kesesatan.
Larut dalam menyaksikan dialog ilmiah hingga debat
kusir di hampir seluruh media nasional, tak terasa azan Isya berkumandang, saya
pun melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk berwudhu lalu mengayunkan langkah ke
masjid. Mungkin ada yang belum tau, atau sudah tau tapi masih remang-remang
bahwa ada Hadis menekankan, jika seorang muslim berwudhu di rumahnya lalu
berjalan menuju masjid, maka seluruh langkahnya dihitung sebagai salat, baik
ketika berangkat atau pun kembali dari masjid. Namun jika dia tidak berwudhu
lalu ke masjid, maka langkahnya dibagi menjadi dua, kaki kanang menambah pahala,
dan langkah kaki kiri menghapus dosa. Seperti biasa, salat Isya di Masjid Pasar
ini memiliki jamaah setia, berasal dari seluruh generasi, anak, remaja, dewasa,
hingga orang tua. Tapi generasi lansia tetap mendominasi. Jamaah perempuan juga
demikian, kendati jumlahnya lebih sedikit. Wanita memang sebaiknya salat
dirumah saja, tapi jika hendak ke masjid, juga jangan dilarang, demikian pesan
Nabi. Usai salat, jamaah bubar, dan kembali ke rumah istirahat, menjemput pagi
melewati malam dengan niat bahwa besok Subuh akan kembali ke masjid untuk
menunaikan kewajiban, dengan itu istirahat malam ini akan dihitung oleh Allah sebagai
ibadah. Subhanallah!
Tabu berbunyi gemparkan alam sunyi berkumandang suara
azan mendayu memecah sepi selang-seling sahutan ayam ketawa. Sebagian sudah
bangun untuk bermunajat, berkeuh kesah, meminta, mengadu pada Allah, kiranya ia
dikarunia pemimpin yang adil, amanah, jujur, cerdas, bertakwa, dan takut pada
Allah. Lainnya berdoa agar mendapat hidup yang lebih layak di dunia, dan
bahagia selamanya di akhirat. Ada pula yang berdoa agar kiranya dipermuda
segala urusan dunianya, agar dapat berbuat banyak untuk orang banyak. Lalu, ada
yang minta jika rezekinya di langit supaya diturunkan ke bumi, jika di dalam
tanah agar dikeluarkan, jika jauh didekatkan, jika susah dimudahkan. Dan para
pejuang bedoa agar lekas mati syahid, dan para bujangan tak henti-hentinya
berharap agar lekas dapat jodoh kaya raya, berpendidikan, cerdas, cantik,
terpandang, dan salihah. Doanya kadang melebihi kemampuannya, bahkan nyaris
tidak bercermin, begitulah harapan dan angan para generasi sosmed saat ini. Dan
golongan lainnya, bangun, bergegas, tapi hanya untuk memburu dunia semata.
Namun ada pula yang tetap berdengkur, tanpa peduli panggilan salat dan
kemenangan. Saya hanya beristigfar dan bersalawat berkali-kali. Dua ibadah ini,
ringan di bibir tapi berat timbangannya, khusus istigfar, ia adalah ibadah
mulia dianjurkan setiap subuh, dan salawat adalah ibadah mulia di hari Jumat.
Saya lalu bangun untuk tunaikan perintah Allah, rukuk, sujud, bersimpuh di
hadapan-Nya. Lalu berdoa, Ya Allah, kami mengharap ridha dan surga-Mu, dan
jauhkan kami dari murka dan neraka. Begitulah peristiwa di subuh hari Jumat
mulia ini. Astagfirullah al-Adzim; Allahumma Shalli 'Ala Muhammad wa ala Ali
Muhammad!
Setiap orang yang mampu merangkai huruf menjadi kata, punya ingatan baik,
akan mampu menulis seperti di atas, yang membedakan, mungkin cara penulisan
atau gaya bahasanya. Setiap orang memiliki pengalaman dan perjalanan hidup yang
berbeda. Tidak hanya itu, orang yang berada dalam suasana yang sama, melihat
pristiwa yang sama, dapat memotret pristiwa dengan sudut pandang yang berbeda atau dalam dunia jurnalistik
disebut 'angle'. Tidak ada alasan untuk meninggalkan dakwah bil-qalam,
jadilah pelopor atau minimal pelaku yang akan mewariskan pahala atau saham
sosial yang tak terhingga masanya. Nun wal qalami wama yasthurun!
Pasar Sentral Enrekang, Jumat Mulia 11 Februari 2014. Ilham Kadir, MA. Pengurus
DPW MIUMI Sulawesi Selatan
Comments