Meredam Musibah
Akhir-akhir ini, warta tentang
bencana alam terus membanjiri media massa. Mulai dari banjir bandang, banjir
musiman, hingga banjir langganan, susul-menyusul tersaji, begitu pula berita
tentang tanah longsor, angin puting beliung, terjangan ombak yang memporak-porandakan
kapal dan pantai, hingga kebakaran dari waktu ke waktu, seakan telah bersahabat
dengan negeri ini.
Teranyar, hembusan lahar panas
Gunung Sinabung yang melenyapkan belasan anak cucu Adam serta Gunung Kelud yang
mulai memuntahkan abu vulkanik, material letusannya diperkirakan mencapai
120-200 juta kubik dan abunya terbang hingga ke Ciamis Jawa Barat, Kartasura
Jateng, dan Jojakarta, bahkan hampir seluruh Bandara yang ada di pulau Jawa
kecuali Jakarta dan Banteng terpaksa ditutup. Korban letusan Kelud mencapai
tujuh jiwa. Ini belum termasuk longsor di Papua yang terjadi beberapa hari lalu
yang juga menelan korban jiwa.
Gunung,
air, api, angin, adalah bagian dari alam yang menjadi asal-muasal bencana,
karena itulah lazim disebut ‘bencana alam’. Untuk meredamnya, diperlukan banyak
ikhtiar, bukan saja bertumpu pada usaha-usaha indrawi (fisik) seperti bersahabat dengan alam—menjaga ekosistem—tetapi
juga harus berdimensi metafisik, merenungi proses penciptaannya, lalu menyadari
bahwa semua itu terjadi bukan karena kesia-siaan (ma khalaqta hadza bathilan,
[QS. 3:191]), tidak pula karena kebetulan, melaikan dengan rencana Allah yang
dapat membawa manfaat pada segenap umat manusia. Dan lebh khusus lagi, bumi dan
segala isinya, termasuk alam, hanya diwariskan bagi hamba-hamba Allah yang
saleh, sebagaimana telah yang tercatat dalam kitab Zabur (QS. 21: 105).
Pengertian ‘saleh’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI), edisi III, 2001,
adalah taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Pengertian tersebut
hanyalah sebagian dari arti saleh dalam Al-Qur’an, masih memiliki makna lain,
yang secara umum (jumhur) diutarakan oleh para mufassir, yaitu fi’lul
khaerat atau segala bentuk kebaikan.
Dengan
itu, ada relasi antara kesalehan dan ketenangan alam, atau kesalahan yang
terstruktur (disengaja) dengan kemurkaan alam sebagaimana tertuang dalam firman
sang penciptanya, Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa pasti
Kami akan limpahkan mereka keberkahan dari langit (QS. 7: 96). Air yang pada mulanya
adalah berkah dapat berupa wujud menjadi musibah yang mengerikan, angin awalnya
untuk menjadi penolong bagi kapal di lautan berubah wujud menjadi pembunuh
paling mematikan di laut, api sebagai sumber kehidupan dalam waktu sekejap
menjadi sumber malapetaka, hingga gunung yang diciptakan Tuhan untuk meredam
goncangan bumi malah berbalik menjadi pusat utama gempa bumi (vulkanik).
Segenap
penghuni negeri ini, terlebih khusus kepada para pemimpin yang di tangannya
tergenggam amanah besar rakyat dan umat seharusnya menyadari fenomena alam yang
terus berlanjut tanpa jeda. Kita seharusnya menyadari, apakah telah tergolong
masyarakat saleh atau salah, apakah kita telah memilih pemimpin yang taat,
beriman, dan bertakwa atau sebaliknya? Prilaku korup, yang menggarong harta
negara dan merampas hak-hak fakir miskin dan anak yatim adalah bagian dari
kebiadaban yang pastinya akan mendatangkan bala’ dan bencana alam.
Belajar
dari Alam
Dikisahkan
dalam sebuah hadis qudsi, dialog antara malaikat dengan Allah, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Ahmad, bahwa tatkala Allah SWT menciptakan
bumi, maka bumi pun bergetar, lalu Allah menciptakan gunung dengan kekuatan
yang telah diberikan padanya—berfungsi sebagai pasak—ternyata bumi terdiam.
Para malaikat terheran-heran melihat fenomena penciptaan gunung, dan mereka pun
bertanya, Wahai Tuhanku, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat
dari gunung? Allah menjawab, Ada, yaitu besi, para malaikat pun kembali
bertanya, Wahai Tuhanku, adakah seseuatu dalam penciptaanmu yang lebih kuat
dari besi? Allah menjawab, Ada, yaitu api, para malaikat kembali bertanya,
adakah yang lebih dahsyat daripada api? Allah kembali berfirman, Ada, yaitu air.
Malaikat tetap penasaran dan terus bertanya, adakah yang lebih kuat dari air?
Allah menjawab, Ada, yaitu angin, dan para malaikat menutup pertanyaannya
dengan, Adakah yang lebih perkasa dari semua itu? Allah berfirman, Ada, yaitu
amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara
tangan kirinya tidak mengetahuinya—karena terlalu ikhlas.
Pengertian
gunung dalam KBBI, adalah bukit yang sangat besar dan tinggi--biasanya
tingginya lebih dari 600 meter. Nampaknya pengertian KBBI merujuk pada Encyclopedia
Britannica yang juga mendefinisikan gunung sebagai bukit yang ketinggiannya
tidak kurang dari 2000 kaki. Kadang bukit di suatu tempat dapat lebih tinggi
dan besar dengan apa yang disebut gunung di tempat yang lain, terutama gunung
yang ada di pinggir atau dalam laut. Untuk itulah tidak ada definisi absolut
tentang pengertian gunung baik dari segi ketinggian, volume, relief, kecuraman
hingga jarak dan kontinuitas. Gunung umumnya terbentuk dari gerakan tektonik
lempeng, gerakan orogenik atau gerakan epeirogenik, gunung-gunung muncul
sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang
membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan,lempengan yang lebih
kuat menyalip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat
lalu membentuk dataran tinggi dan, tentu saja gunung. Di lain pihak, lapisan
bawah bergerak dibawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke
bawah. Artinya, gunung memiliki bagian menghujam jauh lebih dalam berbanding
yang tampak dipermukaan bumi, cantoh nyata akan ini adalah gunung-gunung yang
ada dalam lautan.
Dengan
itu, fungsi gunung adalah menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan
memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan
lempengen-lempengan. Dengan cara memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari
terombang-ambing di atas lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya.
Gunung adalah paku yang menjadikan lembaran-lembaran
kayu dapat menyatu, sekaligus berfungsi sebagai pasak (paccala’) karena
perpenjangannya yang menghujam jauh ke dalam atau pun ke atas permukaan,
gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi yang berbeda. Kerak
bumi terdiri atas lempengan-lempengan yang selalu dalam keadaan bergerak.
Fungsi gunung sebagai pasak untuk mencegah goncangan dengan cara memancangkan
kerak bumi yang memiliki struktur sangat mudah bergerak.
Penelitian
ilmiah di atas, tidak bertentangan dengan hadis qudsi yang telah penulis
paparkan plus firman Allah dalam (QS. 21:31) bahwa Allah telah menjadikan gunung-gunung
yang kokoh agar bumi tidak goncang bersama mereka. Dan firman-Nya yang lain, Bukankah Kami telah menjadikan
bumi sebagai haparan, dan gunung-gunung sebagai pasak? (QS. 78:6-7). Bukti dari
kebenaran dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadis) di atas dapat dengan mudah
dibuktikan dalam dalil aqli (logika) bahwa jika gunung meletus, maka bumi pun
berguncang dengan hebatnya, bahkan sebuah letusan gunung dapat membelah sebuah
pulau sebagaimana letusan Gunung Krakatau yang telah menjadikan Sumatera dan
Jawa menjadi dua pulau yang berbeda.
Kekuatan
yang dapat mengalahkan gunung adalah besi. Asal muasal besi sendiri menarik
untuk dipahami, karena pandangan sains menyatakan bahwa besi termasuk logam
berat yang tidak dapat dihasilkan oleh bumi. Pada awal pembentukannya, bumi pernah dihujani asteroid yang kaya dengan
unsur besi, setiap benturan tersebut juga menimbulkan ledakan energi yang
meningkatkan suhu planet bumi sampai 1.800 derajat celcius.
Energi
sistem tata surya tidak mampu untuk memproduksi elemen besi. Energi yang
dibutuhkan adalah empat kali energi sistem matahari, dengan demikian besi hanya
dapat dihasilkan oleh suatu bintang yang jauh lebih daripada matahari, dengan
suhu ratusan juta derajat celsius, lalu meledak dahsyat sebagai nova dan
supernova, dan hasilnya menyebar di angkasa sebagai meteorit yang mengandung
besi, melayang di angkasa sampai tertarik oleh grafitasi bumi pada awal
terbentuknya miliaran tahun lalu. Lautan yang mencapai kedalaman 10 mil lebur
dan meluas hingga menyelimuti planet bumi, radioaktif di dalam planet ini
semakin memanaskan suhu dalam interior bumi sehingga menjadi sebuah periuk besi
yang meleleh.
Lelehan
meteor besi itu kemudian mula menyusut ke tengah karena ditarik gaya grafitasi
bumi. Lelehan besi tersebut mengalir sejauh ribuan kilometer dari permukaan
mengikuti perjalanan menuju inti bumi. Perjalanan tersebut membutuhkan waktu
kurang lebih satu miliar tahun, rentang waktu itu tergolong pendek dari skala
geologi, itulah penyebab mengapa planet bumi memiliki inti besi yang
dikelilingi oleh lelehan-lelehan batu gunung berapi. Maka, besi yang kita kenal
dan telah menjadi bagian dari hidup manusia ternyata bukan berasal dari planet
bumi, tetapi diturunkan dari atas (langit). Maka bernarlah firman Allah, Wa
azalna al-hadida fihi ba’tsun syadid wa manafi’ linnas. Kami turunkan besi
yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia
(QS. 57: 25). Kata ‘anzalna’ dalam Al-Qur’an jelas menunjukkan arti ‘diturunkan’
sebagaimana Allah menurunkan kitab Al-Qura’an, Inna azalnahu fi lailatil qadr.
Sesungguhnya Kami telah menurnkan Al-Qur’an pada malam qadar (QS. 97: 1).
Tetapi para mufassir klasik lebih cenderum menafsirkan kata ‘anzalna al-hadida’
sebagai ‘Kami telah menciptakan besi’ karena kala itu pengetahuan sains belum
sampai kepada mereka. Andai saja besi tidak diturnkan dari atas, maka bahasanya
kan menjadi ‘a’thaena’ yang berarti telah kami berikan sebagaimana firman
Allah. Inna a’thaenaka al-kautsar. Sugguh kami telah memberimu nikmat
yang banyak (QS. 108: 1).
Besi
benar-benar membawa manfaat bagi manusia, hampir disetiap asfek kehidupan kita
terdapat besi mulai dari ala-alat bercocok tanam, tempat tinggal, perlengkapan
dapur, hingga kendaraan adalah bagian daripada besi. Besi juga alat utama dalam
membuat bahan peledak yang dapat meluluh lantakkan batuan dan gunung, atau alat
berat seperti eskapator yang terus-menerus mengeruk gunung dan mengubahnya
menjadi kuala. Kekuatan besi telah menundukkan gunung.
Tapi keperkasaan besi masih kalah dengan api. Tanpa
api, niscaya besi tidak akan pernah menundukkan gunung dan tiada bermanfaat
bagi manusia. Dengan api, besi dapat diubah sesuai kehendak, dari peniti hingga
pesawat terbang, dari paku hingg kapal pesiar. Kekuatan api dapat melelehkan
besi. Namun api juga masih dapat dikalahkan dengan air, sedahsyat apa pun
kobaran api, niscaya dapat diredam dengan air, benda cair inilah yang akan
memadamkan api. Maka api pun tunduk pada air. Air lalu dikalahkan dengan angin,
gulungan ombak yang dapat menenggelamkan kapal besar bahkan bangunan-bangunan
di sekitar pantai adalah bagian dari keperkasaan angin, belum lagi
puting-beliaung dan angin topan bahkan tornado yang dapat menghancurkan segala
apa yang ada dipermukaan bumi.
Pemimpin ikhlas
Kenyamanan sebuah negeri sangat bergantung dengan
keadaan sosio-kultural para masyarakatnya, begitu pandangan agama dan filsafat.
Siapa yang menebar angin maka dia akan menuai badai, siapa yang berbuat jahat
maka ia akan merasakan kejahatan yang setimpal, namun siapa yang melakukan
kebaikan maka akan mendapat ganjaran serupa. Siapa yang menjaga lingkungan
dengan baik, maka lingkungan akan ramah padanya, siapa yang rakus membabat
habis hutan sebagai paru-paru bumi akan merasakan akibatnya.
Politisi yang hanya berbuat karena ingin mendapatkan
imbalan dari orang lain mungkin akan mendapatkan apa yang ia inginkan, dan
pemimpin yang berbakti kepada rakyat dan negaranya karena dilandasi oleh
dorongan agama dan rasa tanggungjawab pada rakyat dan Tuhan akan mendapat
ganjaran dua kebaikan, kemuliaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Namun
pemimpin yang berbuat hanya mengharap pamrih sesaat, tidak ikhlas karena lillahi
ta’ala, maka penghormatan rakyat pada hanya basa-basi, dan pemimpin seperti
ini hanya memiliki pamor sesaat, dan tidak akan dapat meredam bancana, malah
mengundang musibah, sebagaimana kita saksikan saat ini. Wallahu A’lam!
Ilham
Kadir, Pengurus Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) dan
Panitia Kongres ke-5 KPPSI Pusat 2014
Comments