Peran Ulama dan Zuama dalam Pemberdayaan Umat
Acara seminar nasional
dengan tema Revitalisasi Peran Ulama dan Zuama dalam Pemberdayaan Umat, dan
Tudang Sipulung Akhir Tahun 2013, dirangkaikan dengan Pengukuhan Lulusan
Pendidikan Kader Ulama (PKU) angkatan XVI tahun 2013 dilaksanakan di UMI pada
hari Selasa 24 Desembaer 2013. Acara ini diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Sulsel bekerjasama dengan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.
Pada dasarnya, acara MUI ini merupakan rangkaian beberapa acara sebelumnya yang
bertema “Diskusi Cahaya Muhaaram” yang telah diselenggarakan di beberapa
tempat, seperti Enrekang dan Palopo.
Acara pembukaan
dimulai dengan sambutan oleh ketua panitia, Bapak H. Waspada Santing, lalu
dilanjutkan pengukuhan wisudawan para kader ulama. Tanpil juga Rektor UMI yang
bertindak sebagai tuan rumah, Prof.Masrurah Mochtar, dalam sambutannya, beliua
menegaskan bahwa UMI akan terus mendukung pengkaderan ulama-ulama muda yang
dapat terjun langsung ke masyarakat untuk membina umat, bahkan Pondok Pesantren
Mahasiswa UMI Padanglampe Pangkep adalah bagian dari pembentukan karakter
mahasiswa agar melahirkan bibit-bibit ulama.
Tampil juga
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan. Ir. H. Arifin Nu'mang, ia menegaskan bahwa
masyarakat butuh ulama-ulama muda agar membawa pencerahan. Kita perlu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan pemahaman keagaman dan
pembinaan akhlak kepada segenap masyarakat. Jadi, dua-duanya tersentuh, pisik
dan spritual. Bahkan dalam hal religiutas, jika Aceh adalah serambi Mekah, maka
Makassar adalah serambi Madinah. Saya berharap agar perogram pengkaderan ulama
terus berlanjut, dan Pemprop Sulsel terus berupaya membantu agar pengkaderan
ulama terus ada, tegasnya. Wakil Gubernur juga membuka seminar secara resmi.
Dilanjutkan dengan pembagian cendera mata dari MUI kepada beberapa
tokoh yang hadir, tak terkecuali Wagub dan Kapoda Sulselbar. Rangkaian
pembukaan ditutup dengan doa oleh seoang syekh dari Al-Azhar Mesir. Dalam
doanya, ia mengulang-ulang, allahumma ij'alna minal 'ulama al'amilin. Ya
Allah jadikanlah kami ulama yang berbakti.
Hadir pula Wakil Menteri Agama. Prof. Dr. Nasaruddin Umar sebagai
keynote sepaker, para narasumber adalah,
Dr. KH. Sanusi Baco, dan Prof. Dr. Umar Shihab. Acara dipandu oleh Dr. H. M.
Arfah Shiddiq. Prof. Nasaruddin, menjelaskan, bahwa saat ini, tantangan
terbesar umat Islam adalah kebebasaan yang kebablasan. Atas nama hak asasi
agama, lesbi dilegalkan, atas nama kearifan lokal pelbagai berbentuk syirik
dipromosikan, atas nama kebebasan befikir, sehingga agama dilecehkan, atas nama
hak kebeasan berijtihad, aliran sesat merajalela, dan seterusnya. Wakil Menteri
juga menyebut bahwa hal lain yang menjadi masalah saat ini adalah banyaknya
perceraian yang terjadi, tak terkecuali begitu banyaknya perceraian hanya
karena perbedaan ideologi politik. Sekarang, orang menjadi janda dan duda sekan
ngetrend dan keren, bahkan ada salebtiri yang begitu bangganya diekspos di
media masa karena memiliki 4 anak dari 4 suami yang berbeda. Lalu menjadi
trendsetter. Sekarang, pernikahan semakin profan dan tidak sakral. Ini semua
menjadi tugas kita bersama, bukan hanya para ulama, agar tercipta suasana yang
harmonis, dan kelak akan menjadi negara yang dirahmati.
Selain itu, Wamen yang pernah mondok di As’adiah Sengkang ini, mengaskan
bahwa perbedaan ulama dahulu dengan saat ini adalah, jika dulu para guru dan
dosen mengajar para mahasiswa dengan hati, maka sekarang para pengajar tak
terkecuali dosen hanya mengajar dengan rasio. Padahal, kedudukan murid di depan
guru sama dengan kedudukan sahabat depan nabi. Al utadzu amal tilmidz ka ash
shabahah amam an-nabiy. Guru pada dasarnya tidak hanya sebatas mentransfer
pengetahuan pada murid, tapi harus menjadi mursyid, atau menunjukkan jalan yang
benar kepada para anak didiknya. Selanjutnya, tampil pembicara adalah Prof.
Umar Shihab, yang menyinggung penguatan akhlak sebagai pilar pembangunan umat.
Berbicara masalah akhlak maka harus berhubungan dengan Islam, karena Islam
tidak bisa dipisahksn dengan akhlak, selain akidah dan syariat. Kalau berbicara
masalah akidah maka isinya pasti sesat dan tidak sesat, kalau syariat mengenai
halal dan haram, dan kalau akhlak masuk pada akhlak tercela atau terpuji. Mahmudah
dan mazmumah. Akhlak dan etiket juga beda, kadang orang beretiket baik dan
berakhlak buruk, ada orang sopan jika berbicara dengan orang lain di depannya,
tapi ketika di belakang ia mengumpat, maka orang itu etiketnya baik tapi akhlaknya
buruk. Berdasarkan sabda Nabi bahwa ia diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia menunjukkan bahwa pada masa itu memang bangsa Arab tidak memiliki akhlak,
sebagaimana yang ditafsirkan oleh As-Shabuni. Akhirnya, tutup Prof. Umar, mari
kita tingkatkan akhlak mulia dan jaga rasa kemaluan kita pada kebatilan.
Dilaporlkan,
oleh, Ilham Kadir, Wartawan MUI Sulsel.
Comments