KH Lanre Said Tau Syiah Sesat?
Kemarin
sore saya bertandang ke markaz teman-teman IKDH Makassar yang bertempat di Jln.
Monumen Emmy Sailan. Sempat kami berdiskusi dengan beberapa teman. Ada yang
mengungkapkan pertanyaan begini, “Antum ini kan dianggap paling tau tentang Ta
Lanre—panggilan untuk KH. Lanre Said—makanya saya mau sampaikan pertanyaan dan
pernyataan seorang teman—sambil menyebut namanya, ia alumni Tuju-tuju lulusan
Iran—sejauh mana sih pemahaman Ta Lanre tentang Syiah, apakah beliau
mencantumkan di Garis-garis Besar Haluan Pondok karena beliau tidak tau tentang
Syiah? Tadi pagi (04/12/1013), ketika berada di kantor LPPI, seorang alumni Darul Huffadh (DH)
juga datang menemui saya, ketika pertanyaan teman di atas saya sampaikan,
ternyata hal itu sudah masyhur di kalangan anak DH.
Pertanyaan di atas saya
jawab sebagai berikut. Pertama, Setau saya, selama berguru pada KH.
Lanre Said rahimahullah selama kurang lebih satu windu 1989-1997, saya
sangat meyakini bahwa beliau adalah seorang ulama mujtahid dengan pertimbangan
bahwa telah memenuhi seluruh persyaratan sebagai seorang ulama, seperti hafal
Al-Quran dan Hadis serta memahami kandungan dan ilmu-ilmu yang berhubungan
dengannya; memiliki bahasa Arab yang bagus, disertai segenap perangkatnya, termasuk
‘dzauq’ bahasa yang tinggi, dan yang pasti beliau telah menguasai ilmu dua
belas, intinya, dengan alasan apa pun, beliau sangat layak disebut sebagai
ulama mujtahid dan muktabar, seorang ulama memiliki falsafah, Al-‘Ilmu
qablal qaul wal ‘amal alias berilmu sebelum berkata dan berbuat, bagi saya,
KH. Lanre Said mustahil memasukkan Syiah sebagai golongan sesat dan melarang
santrinya untuk berjabat tangan kecuali dengan pemahaman yang komprehensif
tentang kesesatan Syiah.
Kedua, Jawaban ini mirip ketika Dr. Fahmi ZarKasyi
ditanya tentang gurunya, Prof. Naquib Al-Attas, kenapa selama ini ia hanya
menampilkan hal-hal yang positif melulu terkait Al-Attas padahal sebagai
manusia biasa pasti ada kekeliruannya. Dr. Fahmi menjawab bahwa masih terlalu
banyak pemikiran dan gagasan beliau yang besar berlum tergali, kenapa mesti
sibuk mencari kelemahannya? Begitupula dengan KH. Lanre Said, kenapa justru mempartanyakan
pemahaman beliau tentang Syiah, dan sangat ironis karena petanyaan itu muncul
dari orang dekat pondok—secara biologis karena menikah dengan keturunan sang
kiai—yang seharusnya tampil kedepan untuk memasarkan ide-ide besar beliau,
membela dan membela—meminjam istilah Melayu yang berarti memelihara—ajarannya,
dan menentang golongan sesat yang jelas-jelas telah disesat dan diharamkan KH
Lanre Said. Hal yang pertama dan utama saat ini adalah menelaah dan menjalankan
ajarannya yang sesuai dengan Al-Quran dan hadis shohih yang pernah dicontohkan
oleh Rasulullah beserta para sahabatnya, sebagaimana yang tertera pada
Garis-Garis Besar Haluan Pondok tanpa banyak cincong.
Ketiga, Selama
mendampingi beliau ceramah keluar pondok, dalam kajian-kajiannya, ia sangat
fleksibel dan lebih menyentuh ke hal-hal yang berlaku di tengah masyarakat. Ketika
memberi pengajian di Palattae—saya dampingi beliau selama dua tahun—misalnya,
ia banyak menyinggung perbuatan-perbuatan khurafat seperti memberi sesajen pada
arwah nenek moyang, bid’ah-bid’ah dalam
salat, dan sejenisnya. Ada pun hal-hal yang dianggap sudah mapan seperti Syiah
dan Ahmadiyah, Lanre Said rahimahullah sudah jarang menyinggungnya, hanya sesekali
saja. Kesesatan Syiah, sudah tidak dipertentangkan lagi, untuk itu beliau tidak
membahasnya secara kontinyu sebagaimana ritual-ritual khurafat yang berlaku di
kalangan masyarakat Bugis. Jadi pertanyaan dan pernyataan teman alumni Iran
tersebut, tidak saja salah alamat, tapi salah kaprah dan sangat biadab terhadap
sang ulama muktabar. Wallau A’lam!
Ilham Kadir, B.A., S.Sos.I., M.A., Alumni Perdana Darul Huffadh
Tuju-tuju
Comments