Hijrah Untuk Perubahan
Ditilik
dari segi lafaz, hijrah berasal dari bahasa Arab, “hajara-yahjuru-hijrah” yang berarti meninggalkan, menjauhkan diri,
dan berpindah tempat. Ada pun dari sudut istilah makna hijrah terbagi menjadi
dua, khusus dan umum. Yang khusus adalah hijrahnya kaum muslimin dari Mekah
selama tiga kali, yang pertama adalah Hijrah ke Habsyi (Ethopia) tahun
615 M yang disarankan oleh Nabi Muhammad demi menghindari penindasan dari kaum
Quraisy di Mekah untuk hijrah ke Kekaisaran Aksum yang diperintah oleh raja Kristen.
Nabi sendiri tidak ikut hijrah pada priode kali ini.
Hijrah kedua adalah pasca kematian
pamannya, Abu Thalib yang enggan memeluk Islam, disusul dengan istrinya,
Khadijah. Nabi bersama budaknya Zaid Bin Haritsah hijrah ke luar Mekah, sekitar
sepuluh mil, sebuah kota bernama Thaif. Sayang, Nabi malah diperlakukan kurang
ajar oleh penduduk Thaif, ia dicaci, diusir, dilempari batu sampai dipukul
dengan kayu hingga sekujur tubuhnya berlumuran darah. Peristiwa ini berlangsung
pada tahun sepuluh kenabian (619 M) yang dikenal dengan “’amul huzn”, tahun
kesedihan.
Hijrah ketiga adalah ke Madinah. Pada
September 622, terdapat skenario pembunuhan kepada Nabi yang diprakarsai oleh
para pemuka Quraisy sebagai klimaks penindasan dan teroris yang dikepalai oleh
sang paman sendiri, Abu Lahab. Maka secara diam-diam Rasulullah bersama Abu Bakar
pergi meninggalkan kota Mekah. Sedikit demi sedikit, kaum muslimin berhijrah ke
Yastrib, sebuah kota yang berjarak 320 kilometer (200 mil) sebelah utara Mekah.
Yastrib kemudian berubah nama menjadi Madinah an-Nabi, yang berarti "kota
Nabi", tapi kata “an-Nabi” menghilang, dan hanya disebut Madinah, yang
berarti "kota". Penanggalan Islam yang disebut Hijriah—mengambil
seting peristiwa tersebut—dicetuskan oleh Umar bin Khattab pada tahun 638 M, atau
17 tahun setelah Rasulullah dan pengikutnya hijrah ke Madinah.
Kecuali itu,
arti hijrah secara umum adalah meninggalkan semua perbuatan yang dilarang oleh
Allah. Hijrah jenis ini wajib dikerjakan oleh tiap-tiap orang yang telah
mengaku beragama Islam. Rasulullah—sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari yang bersumber dari Abdullah bin Umar—telah bersabda, “Almuhaajiru
man haajara maa nahallah 'anhu. Orang-orang yang berhijrah itu ialah orang
yang meninggalkan segala apa yang telah dilarang oleh Allah.'' Jadi, siapa saja
dari umat Islam yang telah meninggalkan semua perbuatan yang dilarang Allah,
maka ia termasuk daripada orang yang mengerjakan hijrah. Pelaku hijrah disebut
muhajir atau muhajirin.
Ada persamaan antara musafir dengan muhajir. Yaitu
sama-sama meninggalkan tempat tinggal menuju pada sebuah tempat tujuan (destination).
Namun perbedaannya lebih dominan karena seorang musafir hanya bepergian dalam
jangka masa tertentu: pergi untuk kembali. Sementara muhajir pergi lalu berdiam
ke suatu tempat untuk selamanya. Oleh karena itulah seorang musafir mendapat
berbagai keringanan beribadah dalam masa perjalanannya. Seperti dapat
menggabung dan mengurangi jumlah salat maupun rakaat, atau boleh tidak berpuasa
pada bulan Ramadhan. Namun, seorang muhajir, ketika ia telah sampai pada tempat
tujuan, maka saat itu pula telah berstatus sebagai penduduk tetap (muqim).
Mulia dengan hijrah
Secara subtansi, hijrah dapat dimaknai lebih luas
sebagaimana terminologi hijrah secara umum di atas. Setidaknya ada tiga jenis
hijrah yang layak untuk diketahui dan diamalkan di tengah situasi dan kondisi
zaman yang kian menantang. Ragam hijrah yang dimaksud adalah “hijrah i’tiqadiyah”
alias ‘hijrah keyakinan’. Iman bersifat pluktuatif, kadang menguat menuju
puncak keyakinan mukmin sejati, di lain waktu melemah mendekati kekufuran (Al-iman
yazid wa yanqus), namun kadang hadir dengan kemurniannya, tetapi kadang
pula bersifat sinkretis, bercampur dengan keyakinan lain mendekati
memusyrikan. Melakukan hijrah keyakinan bila berada di tepi jurang kekufuran
dan kemusyrikan adalah sebuah keniscayaan.
Hijrah Fikriyah. Fikriyah secara bahasa berasal dari
kata ‘fikr’ yang artinya pemikiran. Seiring perkembangan zaman, kemajuan
teknologi dan derasnya arus informasi, seolah dunia tanpa batas. Berbagai
informasi dan pemikiran dari belahan bumi bisa diakses secara on line. Saat
ini, dunia telah menjadi medan perang yang secara kasat mata tidak disadari
keberadaannya. Bagi umat Islam yang melek informasi telah menyadari jika gendang
perang telah ditabuh dalam medan yang disebut “gazwul fikr” atau ‘perang
pemikiran’ dan “clash of civilazation”, sebuah ‘benturan peradaban’. Tak heran
berbagai pemikiran telah tersebar di medan perang tersebut penuh dengan
senjata-senjata perenggut nyawa.
Isu sekularisasi, kapitalisasi, liberalisasi,
pluralisasi, hingga syiahisasi telah menyusup ke dalam sendi-sendi dasar
pemikiran dan akidah kita selaku Ahlussunnah. Ia menjadi virus ganas yang sulit
terdeteksi oleh kacamata pemikiran Islam. Hijrah fikriyah menjadi sangat
penting mengingat kemungkinan besar pemikiran kita telah terserang virus ganas
tersebut. Mari kita kembali pada pemikiran-pemikiran Islam yang murni.
Pemikiran yang telah disampaikan oleh Nabi melalui para sahabat. Tabi’in,
tabi’i’-tabi’in dan para generasi pengikut salaf.
Hijrah Syu’uriyyah. Syu’uriyah atau cita rasa,
kesenangan, kesukaan dan semisalnya. Semua yang ada pada diri kita sering
terpengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang islami. Banyak hal seperti hiburan,
musik, bacaan, gambar/hiasan, pakaian, rumah, hingga idola, semuanya tak luput
dari pengaruh nilai-nilai dari luar Islam. Jika diperhatikan, hiburan dan musik
seorang muslim tak jauh beda dengan hiburannya para penganut paham permisifisme
dan hedonisme, berbau hura-hura dan senang-senang belaka. Mode pakain juga tak
kalah pentingnya untuk kita hiraukan. Hijrah dari pakaian gaya jahiliyah menuju
pakaian islami, yaitu pakaian yang benar-benar mengedepankan fungsi bukan gaya.
Ingat, fungsi utama pakaian adalah tak lain dan tak bukan kecuali untuk menutup
aurat, bukan justru memamerkan aurat. Ironis memang, banyak di antara muslimah
berpakaian tapi auratnya masih terbuka (kasiyah ‘ariyah). Ada yang sudah
tertutup tapi ketat dan transparan, sehingga lekuk tubuhnya bahkan warna
kulitnya terlihat. Umat Islam kini dijajah oleh budaya Barat dengan “3 f”,
food, fun, fashion. Makanan, hiburan, dan pakaian.
Hijrah Sulukiyyah. Suluk berarti tingkah laku,
kepribadian, atau biasa disebut akhlak dan adab. Realitany, ahklak dan
kepribadian manusia tidak terlepas dari degradasi dan pergeseran nilai.
Pergeseran dari kepribadian mulia (akhlaqul karimah) menuju kepribadian tercela
(akhlaqul sayyi’ah). Sehingga tidak aneh jika bermuculan berbagai tindak amoral,
abnormal, dan asusila di masyarakat. Pencurian, perampokan, pembunuhan,
pelecehan, perzinahan, pemerkosaan, penghinan dan penganiyaan seolah-olah telah
menjadi biasa dalam masyarakat kita. Penipuan, korupsi, prostitusi, dan
manipulasi hampir bisa ditemui di mana-mana. Dalam momen hijrah ini, sangat
tepat jika mengkoreksi akhlak dan kepribadian kita untuk hijrah menuju perubahan yang lebih baik.
Semoga
tahun baru ini, dapat dimanfaatkan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya
sehingga kita termasuk orang-orang yang beruntung, seperti kata hikmah, “Barangsiapa
harinya sama dengan kemarin maka ia orang yang rugi, barangsiapa yang harinya
lebih buruk dari hari yang kemarin maka ia orang yang binasa; dan barang siapa
yang harinya lebih baik dari kemarin maka ia orang yang beruntung [man kana
yaumuhu mitsla amsihi fahuwa khasirun, waman kana yaumuhu syarran min amsihi
fahuwa khalikun, waman kana yaumuhu khairan min amsihi fahuwa raabihun]”.
Menurut
para ulama, amal manusia tebagi tiga yaitu amal fardhu–ibarat modal dalam perniagaan—dan
amal sunnah sebagai keuntungan, serta dosa sebagai kerugian. Maka mulai
sekarang kita berniat dan berupaya agar amal fardhu lebih disempurnakan, amal
sunnah dapat lebih diperbanyak, sedang dosa dan maksiat seharusnya dikurangi
dan ditinggalkan. Jadi, ditinjau dari sudut mana pun, hijrah selalu bertujuan
untuk perubahan. Selamat Tahun Baru 1435 Hijriah!
Ilham
Kadir, Alumni Pascasarjana UMI Makassar, Peneliti LPPI Indonesia Timur
Dimuat pada Harian Tribun Timur dalam edisi khusus tahun Baru Islam, 1 Muharram 1435 Hijriah, dan bisa dibaca di: http://makassar.tribunnews.com/2013/11/05/hijrah-untuk-perubahan
Comments