Tujuan Pendidikan Menurut Hasan Langgulung

Hasan Langgulung adalah salah satu putra terbaik Indonesia yang
mengabdikan dirinya di Malaysia. Dan berhasil menerapkan konsep dan ide-ide
cemerlangnya dalam bidang pendidikan. Jika Syed Muhammad Naquib Al-Attas banyak
membahas masalah islamisasi ilmu dengan menekankan pentingnya menciptakan
manusia yang paripurna (al-insan al-kamil) melalui konsep ta’dib
dalam pendidikan, maka Langgulung banyak menekankan pada aspek psikologi dan kurikulum pendidikan.
Kolabosari konsep pendidikan dari kedua ilmuan di atas telah
menjadikan Malaysia sebagai kiblat baru dalam dunia pendidikan. Ide-ide mereka
telah melahirkan sistem dan lembaga pendidikan yang sudah dapat dinikmati
hasilnya. Di antaranya adalah, berdirinya Universitas Kebangsaan Malaysia
(UKM), International Islamic University Malaysia (IIUM), International Islamic
Thought and Civilization (ISTAC), terbentuknya UKM dan IIUM sebagai universitas
berkelas dunia, tak terlepas dari ide dan konsep Langgulung dan Al-Attas
–kecuali ISTAC yang dikonsep dan dipimpin secara solo oleh Al-Attas—bahkan
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh fakultas dan jurusan pendidikan
Islam yang ada pada perguruan tinggi di Malaysia saat ini semua merujuk pada
konsep pendidikan –termasuk sistem dan kurikulum—yang telah dibuat oleh Hasan
Langgulung.
Pada tahun 1972 ia mendirikan Fakultas Pendidikan di UKM. Memasuki
tahun 1980-an ia kembali mendirikan Fakultas Pendidikan dan Pengetahuan di IIUM.
Kapasitasnya sebagai pemikir pendidikan Islam secara akademik kemudian dikukuhkan
sebagai guru besar dalam bidang pendidikan di UKM.
Harus diakui jika Malaysia yang merdeka pada tahun 1957, atau 12
tahun lebih muda dari Indonesia lebih maju dalam pendidikan karena keseriusan
pemerintahnya menjadikan pendidikan sebagai satu-satunya ‘alat’ untuk memajukan
bangsa. Karena itulah rencana pembangunan lima tahun pertama pasca
kemerdekaannya adalah mereformasi serta merestorasi sistem pendidikan warisan
kolonial Inggris. Salah satu gebrakannya adalah mengirim para mahasiswa dan guru-gurunya
untuk menimba ilmu di Indonesia yang dianggap sebagai abangnya. Tidak hanya
itu, bagi orang Indonesia yang ingin mengajar di Malaysia akan diservice
dengan fasilitas dan gaji yang memadai.
Tidak heran jika para cerdik pandai yang terdiri dari guru, dosen,
dan para pakar memilih menetap dan mengabdikan hidupnya di Malaysia. Selain
gaji dan fasilitas yang membuat para pakar kita kepincut untuk menetap di
Malaysia, karena faktor political will yang berbeda dengan Indonesia. Di
Malaysia, seorang pakar atau konseptor dengan mudah dapat menerapkan
ide-idenya, hal ini berbeda dengan Indonesia. Sebuah ide dan konsep secemerlang
apa pun tak akan muda dapat diaplikasikan jika tak memiliki backing politik
yang kuat.
Hasan Langgulung mencoba untuk memberikan kontribusinya dalam
mengembangkan pemikiran pendidikan Islam sebagai langkah konkrit serta berupaya
menyelesaikan berbagai problematika yang menyelubungi sistem pendidikan Islam
saat ini, dan sangat mengharapkan terciptanya satu keutuhan. Keutuhan yang ingin
diwujudkan tersebut adalah terbentuknya sistem pendidikan Islam
modern.(Kuntowidjoyo, 1991: 289).
Bagi Hasan Langgulung, asas mendapatkan ilmu pengetahuan hendaknya
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam hal ini beliau membagi
sumber ilmu pengetahuan menjadi empat sumber, yaitu (1) panca indera, karena
panca indera merupakan sumber pengetahuan atau tingkat tempat berlakunya
pesan-pesan dari alam nyata ke otak; (2) Akal, karena akal adalah faktor utama
dalam meraih pengetahuan dan menjadi pengikatnya, akal akan mengikat ilmu; (3)
Intuisi, yang merupakan perpindahan potensi ke dalam alam nyata tanpa usaha
yang keras atau susah payah; dan (4) Ilham, merupakan tanggapan emosi secara
langsung yang menyerang hati manusia.
Tujuan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan
adanya tujuan semua gerak aktivitas dan gerak manusia menjadi lebih dinamis,
terarah dan bermakna. Tujuan pendidikan berkaitan erat dengan tujuan hidup
manusia. Manusia diciptakan Allah dan diberi tugas untuk memikul amanah di muka
bumi. Tujuan pendidikan itu hendaknya umat Islam berusaha sekuat tenaga memikul
tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Dengan terwujudnya masyarakat
saleh, maka akan membantu tercapainya tugas pendidikan Islam yang ideal yang
diinginkan. Demikian pula sebaliknya, dengan tercapainya tujuan ideal
pendidikan, maka akan sangat membantu terciptanya masyarakat yang saleh.
Tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai oleh Hasan Langgulung
yaitu keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan
seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri
manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan hendaknya
mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, yang meliputi aspek
spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara
individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang
kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir yang ingin dicapai setiap
muslim adalah terletak pada rasa patuh dan tunduk secara sempurna kepada Allah,
baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
Bila dilihat dari bukunya yang berjudul Pendidikan dan Peradaban
Islam, terlihat jelas bahwa Hasan Langgulung mengakui adanya hubungan aspek
jasmani, rohani dan akal. Bahkan dalam bukunya Manusia dan Pendidikan, ia
mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam itu membentuk pribadi khalifah bagi
peserta didik yang memiliki fitrah, roh di samping badan, kemauan yang bebas,
dan akal. (Hasan Langgulung, 1985: 221). Pendapatnya tersebut menunjukkan
istilah pendidikan Islam yang tepat adalah ta'dib. Pemilihan ta’dib
sebagai istilah dan sistem dalam konsep pendidikan sangat sesuai dengan
padangan Al-Attas, karena pemilihan kata bukan saja sekadar simbol dan istilah,
melaikan memiliki dampak epistemologis yang dalam.
Hanya Al-Attas dan Langgulung yang sangat antusias dan fokus untuk
memasarkan istilah ini, sayangnya istilah dan konsep ta’dib hampir tak
terdengar gaungnya di Indonesia, yang kita kenal hanya ‘tarbiyah’ padahal ta’dib
lebih komprehensif dari tarbiyah, karena ta’dib lebih tertuju pada
pembinaan dan penyempurnaan akhlak dan budi pekerti atau dalam arti ‘penumbuhan
semangat agama dan akhlak’. (HasanLanggulung, 1985: 221). Pandangannya tersebut
merujuk pada hadist Nabi Saw. “Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan
pendidikanku. Addabani rabby faahsana ta’diby.” (HR. Al- 'Asykari dari
Ali RA), (Hasan Langgulung, 1988: 117-118).
Jadi tujuan pendidikan yang ideal adalah membentuk pribadi yang
baik (al-insan al-kami); pemimpin yang dapat menyejahterakan rakyat dan
memakmurkan bumi (khalifah fil adrh)
agar peradaban yang berlandaskan ‘adab’ dapat terwujud, bukan pemerintahan minus adab (biadab). Sungguh sebuah ironi
jika tujuan pendidikan dipersempit hanya untuk lulus Ujian Nasional (UAN) atau
hanya sekadar selesai kuliah demi mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Wallahu a’lam!
Ilham Kadir, Anggota Majelis
Intelektual-Ulama Muda Indonesia (MIUMI) dan Peneliti LPPI Indonesia Timur.
Comments
Relate Post
http://h2clubs.net/index.php?option=com_kunena&func=view&catid=2&id=84059&Itemid=54#84059
http://colombia.campusvirtualsp.org/?q=node/218&page=3#comment-17688