Mengenal Ahlussunnah Wal Jamaah (2)

Ibnu
Taimiah berkata, “Jalan mereka –Ahlussunnah—adalah agama Islam, namun ketika
Nabi mengabarkan bahwa umatnya akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan
semuanya berada dalam neraka kecuali satu yaitu al Jamaah. Maka mereka yang
berpegang teguh pada agama Islam dengan keikhlasan yang tinggi merekalah
Ahlussunnah wal Jamaah. Jadi penamaan itu telah ada sebelum datangnya perpecahan
yang dimaksud oleh Nabi saw. Karena sebelum perpecahan sama sekali tidak pernah
ada. Dari istilah-istilah mengikuti jalan-jalan atau golongan-golongan. Pada dasarnya orang Islam dan kaum mulimin
adalah nama dan yang dinamai, sebagaimana firman Allah,
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا
مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ
فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ
وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang
yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS. (3):19)
Ketika
Usman bin Affan dibunuh maka fitnah itu pun mulai muncul dan kaum muslimin
saling berperang dalam pristiwa Siffin dan pertempuran tak pernah berhenti.
Dan
inilah perpecahan pertama dalam kesatuan akidah yang menimpa dalam satu ikatan
jamaah yang selamat, pada mulanya jamaah diikat oleh kesatuan akidah hingga
muncullah gerakan Khawarij yang merupakan gerakan pertama dalam umat yang
keluar dari barisan (jamaah), lalu muncullah gerakan bid’ah lainnya seperti
Syiah dan golongan melampau dalam agama termasuk yang berpendapat bahwa Ali
memiliki sifat-sifat ketuhanan –melalui perintah lagsung dari Allah, serta
mencela Abu Bakar dan Umar. Kemuadian mereka hanya mengakui Ali sebagai Amirul
Mukminin. Muncullah dua golongan Khawarij dan Syiah, mereka pun diperangi
terutama yang mempertuhankan Ali ra.
Ada
pun orang-orang mencela Abu Bakar dan Umar, maka ketika Ali mengetahui hal itu
ia pun meminta Abdullah bin Saba’ yang meberitahukan hal itu kepadanya, lalu ia
ingin dibunuh maka ia pun kabur.
Dan
ada pun orang yang lebih mengutamakan Ali daripada Abu Bakar dan Umar,
diriwatkan bahwa (Ali) berkata, “Siapa saja yang mengatakan kepadaku bahwa aku
lebih utama dari Abu Bakar dan Umar maka akan kupotong lehernya,” dan diriwayatkan
dengan mutawatir ketika ia berbicara di atas mimbar di Kufah, “Sebaik-baik umat
ini setelah Nabi adalah Abu Bakar dan Umar,” dan ini diriwayatkan dari delapan
puluh jalur perawi, dan adapun kedua bentuk bid’ah ini, bid’ah Khawarij dan
Syiah terjadi waktu itu ketika fitnah sedang bergejolak.
Tidak
diragukan lagi, bahwa pada awalnya bid’ah ini tidaklah begitu berpengaruh
secara keseluruhan atau mayoritas umat Islam apalagi mereka yang masih terus
berpegang teguh pada Assunnah dan Al Jamaah (Ahlussunnah wal Jamaah). Dan pada awalnya belum dibutuhkan membuat
satu formula untuk membedakan (golongan) tersebut. Karena yang memulai adalah
para penyelisih itu dan merekalah yang menemukan istilah khusus untuk dapat
dibedakan. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Malik ketika ditanya
tentang Ahlussnunnah, ia menjawab, “Ahlussunnah adalah mereka yang tidak
memiliki nama panggilan untuk diketahui, mmereka bukan Jahmiah, bukan Qadariah,
dan bukan pula Rafidhah [Syiah].”
Dari
sini kita setuju dengan pendapat Dr. Mustafa Hilmi, katanya, “Sesungguhnya
Ahlussunnah wal Jamaah adalah generasi penerus bagi umat Islam secara alami yang
telah ditinggal pergi oleh Rasulullah yang ridha terhadap mereka. Kita tidak
bisa membatasi kapan mulainya muncul sebagaimana kelompok-kelompok yang
memisahkan diri. Dan pertanyaan yang menanyakan kapan munculnya Ahlussunnah wal
Jammah adalah tidak ada tempatnya, sebagaiman pertanyaan kapan munculnya
firqoh-firqoh (golongan) lain.”
Ibnu
Taimiah berkata, “Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah adalah mazhab lama, diketahui
sebelum Allah menciptakan Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad, mereka adalah mazhab para sahabat yang langsung berguru pada Nabi
mereka, dan siapa saja yang menyelisihi mereka maka mereka adalah ahlul
bid’ah menurut pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah”. Dan ada pun Ahmad bin
Hambal –lanjut Ibnu Taimiyah—yang terkenal sebagai pemimpin Assunnah, seandainya
ia menyendiri dan menyatakan perkataan baru, akan tetapi Assunnah pada
hakekatnya telah diketahui sebelum ia mengajarkan dan dengannya ia berdakwah,
dan bersabar terhadap rintangan yang ingin memisahkan ia dari (Ahlussunnah),
dan para imam pendahulunya telah meninggal sebelum fitnah itu datang. Dan Imam Ahmad bin Hambal tetap dalam
pendiriannya dan ia pun menjadi Pemimpin dari para pemimpin Ahlussunnah, dan
menjadi panji dari panji-panji (Ahlussunnah) dalam mengamalkan dan mengangkat
serta memperlihatkan (kapada seluruh manusia), juga dalam membeberkan setiap
sumber-sumber dan nash-nash utamanya, dalam menerangkan yang tersembunyi dari
rahasia-rahasianya, bukan karena ia ingin membuat tulisan yang baru dengan
bersandar pada pendapatnya pribadi.
Imam
Allal Lilka’i menulis pada muqaddimmah bukunya, “Syarh aw Hujaj Ushul al
I’tiqad Ahlu as Sunnah” dengan menyebut pepimpin para Assunnah yang telah
terpola setelah wafatnya Rasulullah saw, ia mulai menulis dengan menyebut Abu
Bakar dan ketiga khalifah pelanjutnya. Serta para pemimpin agama dari para
sahabat dan para pengikutnya dengan baik hingga zamannya. Dan ia telah menyebut
banyak pemimpin dari kalangan Ahlussunnah dari negeri-negeri terkenal dalam
pemerintahan Islam. Kita lihat al-Bagdadi menunjuk kepada pertentangan antara
Ahlussunnah dengan para pembuat bid’ah
dengan cara menyebut pemimpin-pemimpin dari segenap sahabat para tabi’in dan
siapa yang melawan para ahli bid’ah “yang terjadi pada masanya” dengan
mengatakan, “yang pertama dibahas tentang sahabat adalah Ali ra, dengan melihat
Khawarij dalam masalah janji dan ancaman, dan melihat pendapat Qadariah
terhadap keinginan dan kemampuan Allah dalam berbuat, kemudian Abdullah bin
Umar ra yang berlepas diri dari Jahmiah dalam mengingkari Qadar “ketetapan”
kemudian al Bagdadi melangkah naik dengan menyebut Abdullah bin Umar hingga
Umar bin Abdul Aziz, Hasan Al Basri, Zaid
bin Ali, As Syu’bi, Zahraqi, dan yang datang setelahnya, tulisan Ja’far bin
Muhammad “As Shodiq” dan menyebut bahwa ia memiliki buku “Arra’du alal
Qadariah” dan kitab “Arra’du alal Khawarij” serta “Tulisan yang menentan
golongan pelampau dari Syiah-Rafidhah”.
Sesungguhnya
permulaan penamaan Ahlussunnah adalah sebagaimana yang tertera dalam nash-nash
yang menyeru untuk mengikuti sunnah serta mewajibkan berjamaah, jadi penamaan
tersebut diambil dari sunnah dan terdapat dalam perkataan-perkataan para salaf
(pendahulu). Ada pun yang dimaksud dengan permulaan penamaan adalah permulaan
munculnya nama tersebut dengan mengarah pada pengikut dan penganut pada
golongan, namun bahasan ini tidaklah begitu penting sebagaimana yang kita
ketahui tentang pembicaraan mengenai awal-awal penamaan di atas dan kapan
munculnya orang-orang yang memberi nama itu, “Golongan dan pengikutnya”
sehingga seakan-akan jika kita berbicara tentang Assunnah makan kita seperti
menceritakan golongan-golongan yang sesat dalam Islam, sebagaimana
golongan-golongan lain yang terbelah.
Kesimpulan
Pendapat
yang paling aneh adalah sebagaimana yang disampaiakan oleh Dr. Mustafa Asy
Syak’ah, beliau berpendapat bahwa penamaan mayoritas kaum muslim tentang
Ahlussunnah adalah penamaan yang datang kemudian, muncul sekitar abad ke tujuh
Hijriah atau setelah wafatnya Imam Ahmad beberapa abad kemudian.
Pendapat
di atas ia kemukakan tanpa alasan yang jelas serta informasi yang kuat untuk
mendukung pendapatnya karena nash-nash yang tertulis sangat bertentangan dengan
pendapat di atas, sebagaimana kita ketmukan kitab-kitab karya ulama salaf pada
kurun ke tiga dan ke empat Hijriah dengan memberinya nama “Ahlussunnah”
pendapat ini cukup menegaskan bahwa penamaan Ahlussunnah sudah ada pada zaman
itu dan sebelumnya sebagaimana kita akan lihat.
Kita
dapat ketemukan bahwa penamaan Ahlussunnah telah muncul pada abad pertama
setelah munculnya fitnah dan banyknya golongan bid’ah, dari situ kita dapat
ketahui dari perkataan Ibnu Sirrin (w. 110 H) bahwa pada awalnya kita tidak
pernah bertanya tentang sanad ketikan mendengar hadis, namun setelah menuculnya
fitnah maka mereka pun berkata, sebutlah orang-orang yang merewikan hadis
kalian dan mereka melihat jika ia dari golongan Ahlussunnah maka hadisnya diterima
namun jika berassal dari ahli bid’ah maka hadisnya ditolak.
Dari
sini menunjukkan bahwa fitnah yang terjadi pada era Usman bin Affan adalah awal
mula munculnya pembeda antar Ahlussunnah dengan golongan sempalan lainnya.
Digambarkan
juga pada kita bahwa perbedaan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
Attabari dari Mus’ab bin Abdullah bin Zaubaer dari Ayahnya Abdullah bin Mus’ab
diberitakan bahwa Arrasyid berkata kepadanya, “Apa yang kamu katakan terhadap
orang yang mencela Usman? Ia berkata, aku telah berkata, “ Wahai Amirul
Mukminin ia dicela oleh orang-orang sedang ia juga bersama dengan orang-orang,
ada pun yang mencelanya maka ia telah berpissah darinya dan mereka itulah
golongan Syiah dan para pelaku bid’ah, dari golongan Khawarij, dan yang
bersamanya (Usman) maka mereka inilah dari golongan Ahlul Jamaah saat ini”. Ia
pun berkata kepadaku, saya tiak lagi butuh untuk bertanya tentang masalah ini
setelah hari ini.
Sebagaimana
pendapat “Asyak’ah” oleh Dr. Muhammad Abdul Hamid Musa ia mengatakan bahwa, “Telah
dipakai perkataan Assunnah wal Jamaah sebagai istilah yang timbul pada zaman
Sahabat dan lebih khusus lagi Imam yang empat, Abu Hanifah, Malik, Syfi’i dan
Ahmad.”
Namun
pendapatnya di atas juga tidak memiliki landasan dan penulis berpendapat bahwa seandainya ia mengatakan telah muncul
istilah “Ahlussunnah wal Jamaah” maka ini kita maklumi dan telah ketahui
bersama karena terdapat dari perkataan para salaf sebagaimana telah
diterangkan, dan adapun permulaan penamaannya sangat dikaitkan dengan munculnya
fitnah dan timbulnya golongan ahli bid’ah.
Amir
Ali menyebutkan bahwa nama Ahlussunnah wal Jamaah diketahui pada zaman
pemerintahan di era Abbasiah yaitu pada pemerintahan al Mansur.
Sebagaimana
yang telah dikatakan nama (Assunnah dan al Jamaah) telah diketahui dan karena
perintah untuk berpegang teguh kepada Assunnah dan al Jamaah telah ada dalam
nash-nash, karena permulaan munculnya penamaan itu adalah untuk membedakan
mereka dengan para ahli bid’ah.
Namun
jika pendapat di atas dikatakan bahwa nama (Ahlussunnah wal Jamaah) makin
terkenal dan kuat pada era Abbasiah karena banyaknya golongan ahli bid’ah pada
zaman itu maka bisa diterima. Karena menurut Ibnu Taimiah perkataan Assunnah
telah muncul sebelum pemerintahan Abbasiah namun mulai terkenal dan kuat pada
Zaman Abbasiah karena pada massa itu terlampau banyak golongan Syiah dan golongan ahli bid’ah lainnya. (Artikel ini
merrupakan saduran dari kayara, Dr. Nasir bin
Abdullah bin Ali al Qafari, “Mas’alah
at Taqrib baena Ahlussunnah wa asy Syi’ah” (Cet. V; Dar Thayyibah: Riyadh,
1418 H), hl,. 23-46)
Comments