Mengenal Ahlussunnah Wal Jamaah (1)

Namun yang dimaksud
dari “Assunnah” dalam tulisan ini adalah, jalan yang terpuji, sebagimana dalam
(kamus) “Allisan”, “Jalan yang terpuji lagi lurus”, biasa juga dikatakan, Si Polan “Ahlussunnah”
atau ia dari golongan yang lurus dan terpuji.
Adapun pengertian
Assunnah ditinjau dari syara’ memiliki beberapa pengertian di antaranya: Sirah
atau perjalanan hidup Rasulullah, Ibnu Faris berkata, “Sunnah Rasulullah
berarti perjalanan hidupnya.”; Menurut pengertian para ahli hadis, Assunnah
adalah apa saja yang berasal dari Nabi saw dari bentuk perkataan, perbuatan,
apa yang ia diamkan, serta segala bentuk tingkahlakunya; dan Sunnah menurut
istilah para ahli ushul ‘fiqhi’ berbeda dengan istilah para ahli fikih.
Ibnu Rajab (w. 795 H), berpebdapat,
“Sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh Nabi SAW dan para Sahabat yang selamat dari ‘unsur’
syubhat dan syahwat.” Lalu makna
Assunnah dalam istilah ulama muta’akhkhir (yang datang di blakang) dari
para ahli hadis dan lainnya adalah siapa yang
selamat dari syubhat dalam berakidah khususnya dalam masalah keimann
kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan Hari
Kiamat termasuk dalam masalah Qadar (ketetapan Allah), dan keutamaan sahabat. Para
ulama menulis banyak karya (kitab-kitab)
dan memberinya nama ‘Assunnah’.
Al-Alusi (w. 1342 H)
berkata, “Assunnah pada dasarnya adalah berarti apa yang telah dilakukan dan
diperintahkan oleh beliau.” merupakan pokok-pokok ajaran agama serta
cabang-cabanya hingga isyarat dan diamnya, kemudian istilah ini dikhususkan
dari Ahlussunnah dalam penetapan nama dan sifat-sifat Allah, yang membedakan mereka
dengan Aliran Jahmiah yang menafikan (Sifat-sifat Allah), khususnya dalam
penisbatan yang berhubungan dengan qadar (takdir), yang bertentangan dengan
paham Qadariah, dan Jabariah. Sebagaimana juga apa yang dipahami oleh Salafus
Shalih berbeda dengan apa yang dipahami dan dipraktikkan aliran Syiah dalam
masalah Imamah (kepemimpinan pasca Nabi) dan keutamaan dan perselisihan tentang
para sahabat-sahabatnya.
Ahlussunnah adalah:
mereka yang mengikuti Assunnah dan berpegang teguh terhadapnya. Mereka adalah para Sahabat Nabi dan siapa saja yang
mengikutinya dengan baik hingga hari kemudian. Ibnu Hazm berkata, “Dan
Ahlussunnah adalah para pengikut kebenaran (al haq), dan siapa yang menyelisihi
mereka maka ia dari penganut (ahlul) bid’ah. Mereka adalah para Sahabat Nabi
saw yang diikuti manhajnya oleh generasi
tabi’in (pengikut sahabat) terpilih, yang mereka dirahmati oleh Allah. Kemudian
diikuti oleh para ahli hadis, selanjutnya oleh para ahli fikih (ahlul fiqhi),
dari satu generasi ke generasi selanjutnya hingga sampai pada saat ini, dan
siapa saja (orang awam) yang mengikutinya dari Timur maupun Barat, Allah akan
merahmati mereka.
Kenapa mereka dinamakan
Ahlussunnah, jawabannya ada pada perkataan Ibnu Taimiah, “Dikatakan Ahlussunnah
karena mereka mengikuti Sunnah Rasulullah saw.” Begitu pula apa yang dikatakan
oleh Abu Muzafar al Isfaraini, “Alasan mengapa dinamakan sebagai Ahlussunnah
disebabkan mereka mengikuti sunnah Rasulullah saw “ kemudian ia berkata ketika
Rasulullah saw ditanya tentang golongan yang selamat, ia bersabda, “yang aku
dan para sahabatku berjalan di atasnya.” Dan sifat ini menunjukkan sifat dasar
Ahlussunnah karena mereka mengambil khabar dan atsar (perbuatan
dan perkataan) rasulullah saw dan para sahabat. Tidak termasuk dalam golongan
ini adalah mereka yang mencela para sahabat dari golongan Khawarij dan (Syiah)
Rafidah.
“Al Jamaah”
Kata “Jama’ah” dari
kalimat “Ahlussunnah wal Jama’ah” adalah jamaah kaum muslimin yang mengikuti
Rasulullah dan para Sahabatnya,
sebagaimana hadis Khuzaifah, (... talzumu jama’atul muslimin wa
imamihim....) jadi jelas bahwa yang dimaksud jamaah adalah jamaah kaum
muslimin. Begitu pula ketika Rasulullah ditanya tentang golongan yang selamat,
siapakah mereka? Rasulullah menjawab, “yang aku dan para sahabatku berjalan di
atasnya.. sebagaimana juga yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa makna dari
al Jama’ah adalah siapa yang melakukan kebenaran walau pun itu tinggal engkau
seorang. Abu Syamah (w. 665 H) mempertegas, “Perintah agar wajib berjamaah
adalah keharusan mengikuti kebenaran walaupun itu yang berpegang teguh pada
kebenaran sedikit jumlahnya dan para penentangnya lebih banyak, karena
kebenaran adalah sebagaimana yang telah dilalui oleh generasi awal dari para
sahabat Nabi saw, bukan melihat dari banyaknya golongan yang sesat setelah
mereka.” Jadi makna dari jamaah di sini adalah mengikuti kebenaran.
Perlu ditekankan
bahwa makna kata ‘sunnah’ dalam
perkataan para ulama salaf adalah mencakup sunnah dalam ibadah dan akidah.
Kemudian dipersempit lagi khusus kepada urusan akidah khususnya masalah-masalah
yang menyelisihi para pngikut bid’ah. Oleh karena itu kita temukan perkataan
jamaah dengan artian sebagaimana pendapat Ibnu Mas’ud di atas, yaitu yang
mengikuti kebenaran secara umum kemudian lebih terperinci khusus yang
berhubungan dengan masalah akidah yang telah diselewengkan oleh para penganut
bid’ah. Oleh itu Imam Abu Hanifah memperkenalkan kata ‘Jamaah’ dengan arti,
mengutamakan Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali ra. Dan tidak mencela salahsatu
pun dari para sahabat Nabi, tidak mengkafirkan mansia hanya karena berdosa
serta mensalatkan bagi siapa yang mengucapkan La Ilaha Illallah...
Dan
kita akan temukan di depan kita sumber-sumber bacaan yang menerangkan tentang
makna dari “Al Jama’ah” dari pokok-pokok serta asal-usul katanya, sebagaimana
yang diperkenalkan oleh Imam Abu Hanifah tentang kata “Al Jama’ah” dari segi
asal usulnya, sebagaimana kita dapati Ibnu Taimiah mewajibkan mengambil prinsip
Ahlussunnah dalam belajar yang dapat membedakan antara Ahlussunnah dan para
penentangnya, ia mengatakan, “Siapa yang berkata sesuai dengan al Qur’an dan
Sunnah serta Ijma’ maka ia adalah dari golongan Ahlussunnah waj Jama’ah. Dan ia
berkata, “Karena jama’ah adalah (kelompok) masyarakat lawannya adalah
perpecahan... mereka menilai dari tiga dasar ini dari manusia berupa perkataan,
perbuatan, dan segala yang berhubungan dengan agama.
Begitu
pula dari, asal usul Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kewajiban berjamaah dan
tidak boleh berperang dengan pemimpin yang membedakan dengan para ahlul
ahwa’ (mengikuti hawa nafsu) yang menilai bahwa berperan melawan para
pemimpin adalah pokok ajaran agama mereka. Jadi kita dapat menemukan makna
jamaah yang berarti jamaah kaum muslimin jika bersatu dengan para penguasa. Dan
inilah yang dimaksud salahsatu riwayat Attabari dari Amru bin Harits ketika
ditanya oleh Said bin Zaid ia berkata, “Kapan Abu Bakar ke Buwai’? dia
menjawab, ‘di hari wafatnya rasulullah saw, dia enggang untuk tinggal beberapa
hari dan mereka bukan termasuk dalam jamaah.”
Dari
pokok-pokok (ajaran) Ahlussunnah adalah semua berpegang teguh kepada (agama)
Allah dan tidak bercerai-berai dan saling bermusuhan. Sebagaimana dari Hadis
yang bersumber dari Ali ra. “Bersatulah
kalian sebagaimana kalian dipersatukan, karena sesungguhnya aku benci
perselisihan hingga manusia hidup dalam satu jamaah.”
Ibnu
Hajar berkata, kalimat, “Sesungguhnya aku benci perselisihan” atau yang
mendorong terjadinya perpecahan. Ibnu Attin berkata, artinya adalah
menyelisishi Abu Bakar dan Umar, serta selain mereka berdua. Maksudnya
menyelisihi segala apa saja yang mengakibatkan timbulnya perpecahan dan fitnah
dan ini diperkuat dengan perkataannya “hingga manuisa menjadi berjamaah.”
Untuk
itulah tahun di mana terdapat Hasan dan Muawiah sebagai tahun “Jamaah”. Ibnu
Bathal (w. 449 H) berkata, “Hasan menyerahkan pemerintahan ke Muawiah dan
membaiatnya untuk menegakkan kitab (hukum) Allah dan Sunnah Rasul-Nya, akhirnya
Muawiah masuk ke Kufah dan dibai’at oleh orang-orang, makanya dinamakan tahun
“Jamaah” karena manusia sudah bersatu dan sepakat untuk menghentikan perang.”
Namun
sebab penamaan Ahlussunnah wal Jamaah menurut Abdul Qahir al Bagdadi (w. 429 H)
bahwa Ahlussunnah tidak saling mengkafirkan antara satu sama lain, tidak ada
perselisihan di antara mereka yang mewajibkan baginya bersikap lepas diri dan
mengkafirkan. Jadi Ahlul Jamaah adalah yang menegakkan kebenaran atas nama
Allah senantiasa menjaga kebenaran para pengikutnya, tidak berada dalam
perselisihan dan perpecahan dan bukanlah sempalan dari golngan orang-orang yang
melanggar (aturan) kecuali di dalamnya saling mengkafirkan antara satu sama
lain, atau berlepas diri antara satu dengan yang lain seperti Khawarij,
Rafidhah, Qadariah, hingga mereka bersatu dalam sebuah majlis lalu mereka
bercerai-berai karena saling mengkafirkan satu dengan yang lainnya...
Ibnu
Taimiah berkata, -sebagaimana yang telah
lalu- “Dinamakan Ahlul Jamaah karena jamaah adalah masyarakat, lawannya adalah
perpecahan, walaupun kata jamaah itu telah menjadi nama terhadap satu kaum pada
masyarakat, dan “ijma’” adalah urutan ketiga dalam hirarki ilmu dan agama. Dan
mereka berpatokan pada tiga dasar utama yaitu, al Qur’an, Assunnah, dan al
Ijma’, yang dimiliki manusia dari perkataan dan perbuatan yang berhubungan
dengan agama.
Ibnu
Taimiah di sini menekankan penamaan al jamaah dengan al ijtima’
(golongan dengan masyarakat), tanpa adanya perpecahan, dan persatuan adalah
dasar dari prinsip dasar Ahlussunnah, bahwasanya mereka bersatu (pemahaman)
terhadap al Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw, dan apa yang telah disepakati
oleh para salafus salih. Dan pokok inilah menjadi ukuran utama seorang manusia.
Pendapat
Ulama
Yang
dimaksud jamaah adalah kebenaran dalam berakidah atau mereka yang berakidah
dengan benar, dan telah disampaikan tentang makna jamaah dari pokok asal
usulnya, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa ini sangat sesuai dengan
sunnah, dapat dikatakan, “perkataan Assunnah dan al Jamaah jika dipisahkan maka
ia akan menyatu dalam makna, namun begitu pula jika disatukan maka ia akan
berpisah makananya, jika berpisah misalnya dan disebut salahsatunya maka ia
saling memaknai satu sama lain, dan maknanya menjadi satu. Untuk itu kebanyakan
yang digunakan adalah “Ahlussunnah” saja karena keduanya saling memaknai.
Namun
jika keduanya disatukan –Ahlussunnah wal Jama’ah—maka maknanya akan berbeda antara satu dengan
lainnya. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh at Thahawiah, katanya, “Assunnah
adalah Jalan [tata cara rasulullah] dan Jamaah adalah golongan kaum muslimin mereka
adalah para Sahabat [Nabi] serta para pengikutnya dengan baik hingga ke hari
kemudian.”
Oleh
karena itu, kita mengambil makna “Assunnah” dengan arti akidah yang benar,
sebagaimana istilah para ulama yang datang kemudian (khalaf), atau mengarahkan
pada kebenaran dalam berakidah dan semisalnya. Sebagiaman pemahaman “Assunnah”
menurut ulama salaf. Dan adapun “al-jamaah” dapat diartikan sebagai penganut
akidah di atas.
Secara
umum perkataan “Ahlussunnah wal Jamaah” memberi makna bahwa mereka adalah
penganut golongan tersebut dan tidak boleh dipisahkan di antara kedua perkataan
itu hingga menjadi sebuah istilah yang menyatu. Dan telah menjadi istilah yang
sangat jelas yang artinya tidak lagi memerlukan penjabaran di antara kedua
kalimat itu. Sebagaimana cukup menggunakan salahsatu di antara keduanya dengan
arti yang terpisah. Ada pun kenapa kita mengetengahkan pembahasan istilah ini
karena dianggap penting. Imam Malik pernah ditanya tentang makna “Assunnah”
katanya, “Tidak ada nama selain ‘Assunnah’” dan ia pun menyebut ayat,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
Dan bahwa [yang kami
perintahkan ini] adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah ia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)...” (QS. [6]: 153).
Ketika
beliau juga ditanya tentang makna Ahlussunnah ia menjawab, “Ahlussunnah adalah
mereka yang tidak memiliki panggilan khusus bukan Jahmiah, buka pula Qadariah,
dan juga buka Rafidhah. Maka Ahlussunnah bukanlah yang memiliki panggilah
khusus karena mereka adalah pokok yang menjadi tolok ukur para golongan
pelanggar. Golongan ini adalah mereka yang terang-terangan dapat kita saksikan
perbuatan bid’ahnya. Ahlussunnah adalah mereka yang berjalan pada jalan tengah
yang lurus dan menyelisihi para pelaku bid’ah.
Ilham Kadir, Anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia
Comments