Tragedi Sampang dan Polemik Sunni-Syiah
Bentrokan terhadap
pengikut aliran Syiah kembali terjadi di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam,
Kecamatan Omben, Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Sampang, Madura.
Bentrok terhadap para pengikut Tajul Muluk tersebut meletus pada pukul 11.00
WIB, Ahad (26/8/2012). Dua nyawa melayang paksa dan lima orang luka-luka.
Bentrokan jilid II ini juga mengakibatkan 144 kepala keluarga yang terhitung
sekitar 600 jiwa penganut Syiah yang rumahnya dirusak dan dibakar mengungsi ke area Gor Sampang. Untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak, dengan sigap
kepolisian telah menerjunkan sedikitnya 160 orang anggota Brimob, diperkuat 2
SSK Yon 500/R dan anggota Kodim Sampang turut melakukan pengamanan.
Beragam versi muncul dari peristiwa bentrok kedua aliran yang sangat susah
disatukan ini. Setidaknya ada dua versi yang jamak diberitakan media, baik
cetak maupun elektronik. Pendapat pertama sebagaimana yang dilangsir oleh voa-islam.com
Senin, 27/8/2012 adalah banyaknya ranjau yang ditanam oleh para oengikut Syiah
dengan maksud untuk melukai golongan anti-Syiah (Sunni) yang diledakkan dengan
menggunakan remote control jarak jauh. Puncaknya ketika serombongan keluarga Tajul Muluk berhasrat
ingin membesuk Tajul Muluk yang telah divonis hukuman penjara dengan kesalahan
melakukan penistaan terhadap agama decegat oleh kelompok Sunni dengan
menggunakan sepeda motor secara berombongan, kelompok anti-Syiah ini
mengolok-olok mereka sebagai penganut aliran sesat.
Karena pengikut anti-Syiah lebih banyak, maka demi mengindari bentrok,
keluarga Tajul Muluk mengurungkan niatnya untuk melanjutkan perjalanan, dan
berbalik arah ke rumah mereka. Pada saat bersamaan kelompok anti-Syiah terus
membuntuti para pengikut Tajul Muluk tersebut, ketika para anti Tajul Muluk
mulai bertambah dan masuk dalam perkampungan warga penganut Syiah, ranjau-ranju
pun diledakkan akibatnya beberapa dari mereka terluka, ditambah lagi provokasi
dari pihak Syiah yang terus menerus mengacungkan senjata tajam, seperti celurit
sebagai senjata utama suku Madura yang terkenal berdarah panas. Karena kedua
belah pihak merasa memiliki kekuatan, maka bentrokan pun tak dapat dihindarkan,
dua orang tewas dari pengikut Syiah dan beberapa rumah dibakar.
Versi kedua sebagaimana yang disampaikan Kapolres Sampang AKBP Solehan,
bahwa kasus Sampang jilid II terjadi berawal dari keberangkatan 20 santri pengikut
Syiah yang hendak kembali ke salah satu pondok pesantren di Bangil dan
Pakalongan. Sebelum para santri tersebut keluar dari kampung mereka, mobil yang
mereka tumpangi dihadang warga kampung sebelah yang anti-Syiah dan para santri
Syiah tersebut kembali ke kampung mereka, saat para santri urung balik ke
pondok dan pulang ke kampung mereka, para anti-Syiah membuntuti mereka dengan
jumlah yang banyak. Ketika kedua kampung yang beda pemahaman itu bertemu dengan
jumlah yang banyak, bentrokan pun terjadi, bom molotov dan ranjau-ranjau
diledakkan oleh para penganut Syiah, celurit dan senjata tajam lainnya tak
ketinggalan mencari mangsanya masing-masing.
Polisi langsung mengamankan sedikitnya delapan orang, satu di antaranya
disinyalir menjadi salah satu otak kerusuhan yang anehnya juga saudara dari
Tajul Muluk sendiri, yaitu KH. Rois sebagaimana yang diungkapkan oleh Kapolres Sampang.
“Memang sudah ada warga yang kita amankan, salah satunya adalah Rois.” (Harian
FAJAR, 28 Agustus 2012).
Minyak dan Air
Polemik Sunni-Syiah adalah problem masa lalu yang tetap aktual hingga akhir
zaman, keduanya tidak akan mungkin bersatu sebagaimana minyak dan air.
Bersatunya Syiah atau Sunni dengan para pengkut agama lain jauh lebih mudah
dibanding menyatukan kedua aliran yang memiliki Tuhan dan Nabi yang sama ini.
Di Iran, terutama di Taheran dengan mudah kita temui tempat-tempat ibadat agama
lain selain Islam, seperti gereja milik umat Kristen dan Sinagoge sebagai
tempat beribadah orang Yahudi, namun tak
satu pun masjid milik pengikut Sunni yang bisa diguna pakai melakukan salat
Jumat, sebagaimana di Mesir dan Malaysia yang tidak membolehkan kepada para
penganut Syiah mendirikan masjid sendiri.
Di Indonesia juga demikian, jauh-jauh hari, demi
menghindari adanya konflik antara kedua aliran di atas, maka Departeman Agama
Republik Indonesia sebagai lembaga keagamaan resmi negara sudah mengeluarkan
edaran terkait kesesatan Syiah yang jika dibiarkan tumbuh dan berkembang di
negara ini akan melahirkan konflik. Di antara ajaran-ajaran Syiah yang dianggap
menyimpang oleh Depag adalah: a) Menganggap Abu Bakar
dan Umar telah merampas jabatan Khalifah dari pemiliknya yang sah yaitu Ali bin
Abi Thalib ra. Oleh karena itu mereka memaki dan melaknat kedua beliau
tersebut. b) Mereka memberikan kedudukan kepada Ali ra sebagai perantara antara
manusia dengan Tuhan. c) Bahkan ada yang berpendapat bahwa Ali ra dan imam-imam
yang lain memiliki sifat-sifat ketuhanan. d) Mereka percaya bahwa imam itu ma’shum
alias terjaga dari segala kesalahan besar atau kecil. e) Mereka tidak mengakui
adanya ijma’ kecuali apabila ijma’ itu direstui oleh imam. f)
Mereka menghalalkan nikah mut’ah yaitu nikah yang sementara waktu, misalnya
satu hari, satu minggu, atau satu bulan, dan g) Mereka berkeyakinan bahwa
imam-imam yang sudah meninggal akan kembali ke dunia pada akhir zaman untuk
memberantas segala perbuatan kejahatan dan menghukum lawan-lawan golongan
Syiah. Semua itu tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang
sesungguhnya. (Edaran Depag No: D/BA.01/4865/1983).
MUI juga tak mau ketinggalan mengeluarkan rekomendasi terkait
Syiah sebagai berikut. “ Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syiah dan
Ahlussunnah, terutama mengenai perbedaan tentang ‘Imamah’ (pemerintahan),
Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berpaham
Ahlussunnah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham
yang didasarkan atas ajaran Syiah.” (Kumpulan Fatwa MUI, Jakarta 7 Maret
1984, hal.48-49).
Di samping itu realitas, fakta, dan kenyataan menunjukkan kepada
kita bahwa di mana suatu negara yang terdapat kelompok Syiah, hampir dapat
dipastikan akan terjadi konflik horizontal.
Hal tersebut harus menjadi perhatian kita semua jika kita ingin NKRI
tetap utuh dan ukhuwah Islamiyah tetap terjaga. (Majalah Tablig Edisi. IX/Jumadal
Akhir 1433 H).
Satu-satunya jalan untuk melerai polemik Suni-Syiah dalam
pandangan ulama kontemporer masa kini, M. Qurasih Shihab sebagaimana yang
tertuang dalam bukunya “Sunni-Syiah Bergandengan Tangan Mungkinkah?” adalah melaksanakan Keputusan
Muktamar Doha tentang dialog antara mazhab-mazhab Islam pada tgl. 20-22 Januari
2007 yang antara lain pada butir ke-7 tertulis: “Mengajak para pemimpin dan
tokoh rujukan agama dari kalangan Sunnah dan Syiah agar tidak mengizinkan
adanya penyebaran tasyayyu’ (paham-paham syiah) di negeri-negeri (penganut
aliran) Sunnah, tidak juga penyebaran tasannun (paham-paham khas Sunnah)
di negeri-negeri (penganut aliran) Syiah, demi menghindari kekacauan dan
perpecahan antara putra-putri umat yang satu (umat Islam).
Kita tidak bisa pungkiri jika Syiah di Indonesia telah berkembang
pesat pada satu dasawarsa terakhir ini, dan merupakan hal yang naif jika
melakukan kekerasan terhadap mereka dengan dalih bahwa mereka bertentangan
dengan Sunni sebagai anutan mayoritas umat Islam Indonesia. Yang kita harus
lakukan bersama-sama adalah mencegah penyebaran paham Syiah yang telah
ditetapkan oleh Depag dan MUI sebagai aliran sesat dan harus diwaspadai dengan
cara yang bijak (bil hikmah). Wallahu A’lam!
ILHAM KADIR, MAHASISWA
PASCASARJANA UMI MAKASSAR, PENELITI LPPI INDONESIA TIMUR
Comments