Tablig Akbar dan Silaturrahmi ke Mui dan Bupati Enrekang

Pada
keesokan harinya, setelah sarapan perjalanan dilanjutkan ke Desa Baroko, yang
berada kurang lebih 7 km dari daerah Sudu, desa ini berada di atas pegunungan.
Dalam jangka 30 menit rombongan tiba di tempat dan langsung ke Masjid Al
Muammar.
Sebelum
acara Tabglig Akbar dimulai kami terlebih dahulu membagi-bagikan foto kopian
berisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait ‘Masail Asasiah Wathanniyah’
dan juga kumpulan Fatwa MUI, Edaran Depag, dan Pandangan Ulama terkati masalah
Syiah.
Setelah
para jamaah tiba di masjid. Protokol pun naik mimbar dan membuka acara, lalu membacakan susunan acara yang
beralngsung. Dimulai dengan bacaan ayat-ayat suci al Qur’an dari salah seorang
jamaah dan dilanjutkan dengan ceramah dari Ust. Mukhtar Daeng Lau, sebagai
orator pertama. Sang orator membicarakan pentingnya persatuan dan kesatuan. Menurut
pembicara, awal dari sebuah musibah bagi umat ini adalah jika telah terjadi
perpecahan, dan sulitnya persatuan. Perpecahan bisa berasal dari mana saja,
mulai dari perbedaan pemahaman, persepsi tentang sesuatu, dan lain sebagainya. Untuk itulah jika ingin kuat
maka persatuan harus diutamakan, karena berada dalam kebenaran pun bisa saja
rapuh jika terjadi perpecahan. Berada pada pihak batil bisa saja menang jika
mereka solid dan bersatu. Pembiacara yang sudah malang-melintang berdakwah di
daerah Enrekang ini, mengutip perkataan Sayidina Ali ra. “Al haq bila nizham
yaglibuhul bathil bi an nizham, Kebenaran yang tidak terorganisir akan
terkalahkan dengan kebatilah yang terorganisir”.
Selanjutnya
protokol kembali naik mimbar dan mempersilahakan pembicara kedua, yaitu Ust.
Said. Abd. Shamad. Orator kedua ini memulai pembicaraannya dengan membahas
tentang makna rijal atau laki-laki dalam pengertian menurut al Qur’an.
Bahwa ada beberapa laki-laki yang diistilahkan kitab suci, dan bisa saja
seorang berjenis kelamin laki-laki, tapi tidak dianggap sebagai rijal dengan
artian yang sesungguhnya. Di antara penjabaran makna laki-laki dalam al Qur’an
adalah, mereka yang suka bersuci, karena Allah mencintai orang-orang yang
bersuci, yuhibbuna an yathathahharu wallahu yuhibbul muththahhirin.
Selain
itu Pimpinan Lembaga Pengkajian dan penelitian Islam Kawasan Indonesia Bagian
Timur ini, menerangkan tentang fatwa MUI “Masail Asasiah Wathaniyah” yang di dalamnya
membahas Taswiyat Al Manhaj (Penyamaan Pola pikir Dalam Masalah-masalah
Keagamaan). Yang mengandung beberapa poin pembahasan yang penting diketahui
oleh para umat Islam. Di antara poin itu adalah: Perbedaan pedapat yang terjadi
dikalangan umat Islam merupakan suatu yang wajar, sebagai konsekwensi dari
pranata “ijtihad” yang memungkinkan terjadinya perbedaan; Sikap yang merasa
hanya pendapatnya sendiri yang paling benar serta cenderung menyalahkan
pendapat lain dan menolak dialog, merupakan sikap yang bertentangan dengan
prinsip toleransi (al-tasamuh) dan sikap tersebut merupakan ananiyah
(egoisme) dan fanatisme kelompok yang berpotenssi mengakibatkan saling
permusuhan (al-adawah), pertentangan (at-tanazu’), dan perpecahan
(al-insyiqaq); Dimungkinkannya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam
harus tidak diartikan sebagai kebebasan tanpa batas; Perbedaan yang dapat
ditoleransi adalah perbedaan yang berada pada majal al-ikhtilaf (wilayah
perbedaan). Sedangkan perbedaan yang berada pada di luar majal al-ikhtilaf
tidak dikategorikan sebagai perbedaan melainkan penyimpangan. Seperti munculnya
perbedaan terhadap masalah yang sudah jelas dan pasti; Dalam menyikapi
masalah-masalah perbedaan yang masuk dalam majal al-ikhtilaf sebaiknya
diupayakan dengan mencari titik temu untuk keluar dari perbedaan al-khuruj
min al ikhtilaf dan semaksimal mungkin menemukan persamaan, dan Majal
al-ikhtilaf adalah suatu wilayah pemikiran yang masih berada dalam koridor ma
ana ‘alaihi wa ashhaby, yaitu paham keagamaan Ahlussunnah wal Jamaah
dalam pengertian yang luas. (Himpunan Fatwa MUI, 2010: 755-756)).
Selain
itu pendiri Ormas Wahdah Islamiyah ini menerangkan tentang fatwa MUI terkait
kesesatan dan penyimpangan ajaran Syiah yang harus selalu diwaspadai. Termasuk
pemaparan pandangan ulama muktabar dari dulu hingga kini terkait kesesatan
ajaran Syiah lalu memaparkan testimoni Ketua MUI Maros tentang maraknya
penyebaran aliran Syiah lewat nikah mut’ah (kawin kontrak).
Selanjutnya
pembicara terakhir adalah ketua KPPSI Kabupaten Enrekang yang menyoroti tentang
pemilihan Kepala Daerah Tingkat Propinsi, menurutnya hal yang terpenting dalam
memilih pemimpin adalah mencari figur yang dapat memuluskan cita-cita KPPSI
pada masa yang akan datang.
Setelah
itu acara dilanjutkan dengan tanya-jawab kepada Ust. Said terkait ragam masalah
keumatan. Dilanjutkan dengan menikmati hidangan aneka makanan yang telah
disediakan oleh segenap jamaah. Acara
selanjutnya adalah salat Zuhur berjamaah dilanjutkan dengan makan siang di
rumah salah seorang jamaah, lalu rombongan berpamitan dan kembali ke Penginapan
Alia untuk mengemas barang-barang lalu berangkat ke Kota Enrekang dan salat di
Mesjid Agung Enrekang. Di masjid ini Ust. Said melakukan salat Asar dan memberi
tausiah usai salat.
Selesai
tausiah, rombongan beserta Ketua MUI Enrekang menuju ke rumah jabatan Bapak
Bupati Enrekang Ir. H. La Tinro La Tunrung, untuk memaparkan beberapa masalah
keumatan terutama bahaya Syiah. Di luar dugaan, Bapak Bupati sangat menyambut
kami dengan antusias serta merespon pemaparan Ustadz Said terkait aliran Syiah
yang sudah sangat meresahkan masyarakat umum. Bahkan Bapak Bupati siap bekerja
sama dengan MUI Enrekang dan LPPI untuk
mengeluarkan satu keputusan resmi agar melarang serta tidak membiarkan
pemahaman sesat ini dianut oleh masyarakat Enrekang. Dialog berlangsug secara
hangat dan penuh keakraban semala satu jam.
Sambil
menunggu waktu Magrib, begitu selesai berdialog dengan Bapak Bupati, rombongan
menyempatkan diri bersilaturrahmi di Pesantren Modern Darul Falah Enrekang.
Ustadz Said kembali bedialog dengan direktur pesantren, juga membahas beberapa
masalah keumatan, terutama bahaya penyebaran Syiah di tengah-tengah para
pelajar.
Begitu
waktu azan Magrib berkumandang, rombongan langsung meluncur ke Masjid
Muhammadiyah Enrekang, bakda salat, kembali Ustadz Said naik podium untuk memberikan
tausiah. Karena masjid ini adalah mayoritas jamaahnya warga Muhammadiyah maka Ust.
Said naik mimbar dengan Atas nama pengurus Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Dan
salah satu bahasan utamanya dalam tausiah ini adalah sikap resmi PP
Muhammadiyah terkait aliran Syiah. Bahwa secara kelembagaan Muhammadiah tidak
sealiran dan berbeda paham dengan Syiah, oleh karena itu segenap warga
Muhammadiyah secara khusus dan umat Islam secara umum agar menjauhi aliran yang
harus diwaspadai ini, sebagaimana yang terkandung dalam fatwa MUI.
Selesai
taushiah, tanya-jawab kembali dibuka, beragam masalah keumatan dipaparkan dari
segenap jamaah lalu ditanggapi oleh Ust. Said.
Setelah segenap rangkaian acara selesai, rombongan pun kembali ke
Makassar. Ilham kadir/LPPI.
Comments