Persatuan Sunni-Syiah; Realita dan Utopia
Catatan atas “Seminar Internasional Persatuan Umat Islam Dunia” di
UMI, 5 Nop. 2012.

Dia
menegaskan, revolusi yang ia gerakkan bukan sekadar revolusi lokalitas Syiah
Iran, namun mencitrakan Republik Iran sebagai pusat global Islam. Ambisinya
bukan sekadar menjadikan dirinya pemimpin tertinggi Iran, atau pempimpin kaum
Syiah di dunia, tapi juga memimpikan semua elemen dunia mengakuinya sebagai
pemimpin tertinggi. Mimpi politis ini digerakkan oleh tuntutan ideologis dengan
konsep imamah-nya.
Vali
Nasr, intelektual muda Syiah yang moderat dalam bukunya Shiah Revival (edisi
Indonesia “Kebangkitan Syiah, Islam, Konflik dan Masa Depan”) membedah kondisi
di dalam internal Revolusi 1979. Khomeini sesungguhnya sadar, betapa sulit
untuk dapat diterima sebagai pemimpin Islam di kalangan Sunni. Meski
momentumnya cukup tepat, di saat kaum Muslimin merindukan kejayaan karena
keterpurukan mereka di bawah bayang-bayang imperialism Barat. Namun, Sunni yang
sekian lama dalam sejarah menjadi rival teologi dan politik tidaklah mudah
diajak dalam satu garis pengendalian politik. Maka, dagangan politik yang
ditawarkan adalah mencitrakan Iran sebagai pengawal terdepan revolusi Islam
dunia. Tapi kaum Sunni tidak membelinya
Khomeini akhirnya membuat trobosan lain. Ia memusatkan pada isu-isu konfrontasi sekularisme dan Barat, daripada menggugat seputar agama yang lebih memungkinkan terjadinya perpecahan. Dua langkah ditempuh. Mencitrakan diri sebagai ikon penentang sekularisme, Barat dan lebih anti-Israel daripada Barat, dan fokus pada gerakan Islam tentang perlawanan terhadap orang luar. Vali memandang, ambisi Khomeini tersebut dalam rangka agar diterima sebagai pemimpin Muslim dunia, serta menyatukan Syiah dan Sunni di bawah jubahnya.
Khomeini akhirnya membuat trobosan lain. Ia memusatkan pada isu-isu konfrontasi sekularisme dan Barat, daripada menggugat seputar agama yang lebih memungkinkan terjadinya perpecahan. Dua langkah ditempuh. Mencitrakan diri sebagai ikon penentang sekularisme, Barat dan lebih anti-Israel daripada Barat, dan fokus pada gerakan Islam tentang perlawanan terhadap orang luar. Vali memandang, ambisi Khomeini tersebut dalam rangka agar diterima sebagai pemimpin Muslim dunia, serta menyatukan Syiah dan Sunni di bawah jubahnya.
Gagasan
demi gagasan diupayakan agar terjalin kesepahaman antar Suni dan Syiah demi
menghadapi musuh bersama. Sekularisme, penjajahan, dan Israil. Satu di antara
gagasan itu yang hingga kini tak henti-hentinya dilaksanakan adalah pendekatan
dan persepahaman antara Sunni-Syiah, Taqrib baynal madzahib.
Intrafaith
Dua
puluh tahun lebih pasca wafatnya Khomeini, pendekatan antarmazhab yang dalam
istilah Prof. Din Syamsuddin ‘intrafaith’ atau dialog internal sesama pemeluk
agama Islam, lebih jelasnya Sunni-Syiah terus berjalin dan berjalan.
Senin,
5 Nopember 2012, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar bekerja sama
dengan Kedutaan Besar Republik Islam Iran, mengadakan seminar internasional
dengan tema “Persatuan Umat Islam Dunia [Internatonal Seminar of Islamic
World Unity]” di Auditorium Al-Jibra Kampus II UMI.
Para
narasumber dari seminar di atas pun sangat representative, dari pihak
pemerintah diwakili oleh Wakil Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. H.
Nasaruddin Umar, MA., dari kelompok Nahdatul Ulama diwakili oleh mantan
ketuanya selama dua priode, Dr. KH. Hasyim Muzadi, dari golongan Muhammadiyah
diwakili oleh Ketua Umum Muhammadiyah saat ini, Dr. KH. Din Syamsuddin, dari
Majelis Ulama Pusat, ada sang motor penggerak persaudaraan Sunni-Syiah, Prof.
Dr. Umar Shihab, MA., dari pihak Syiah sendiri terdapat Sekjen Majma’ Taqrib
Baynal Madzahib, Ayatullah Muhammad Ali Taskhiri, ulama Sunni yang menjadi
Penasihat Presiden Republik Islam Iran, Syekh Maulawi Ishak Madani, dan Dr.
Mazaheri. Seminar tersebut juga dihadiri oleh Dubes Iran untuk Indonesia
Mahmoud Farazandeh. Tampil pula Prof. Dr. Ghalib MA, Wakor Kopertis Wilayah VII
sebagai pembicara yang mungkin saja menjadi repsentasi dari segenap cendekiawan
lokal.
Nama-nama
yang tercantum di atas secara umum menyerukan persatuan sebagaimana tema seminar
itu sendiri, karena tanpa persatuan umat akan lemah dan tidak bisa berbuat
banyak. “al-Ittihadu quwwah” persatuan adalah sebuah kekuatan, kata
orang Arab, Bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh, begitu pepatah Melayu
berbunyi.
Nasaruddin
Umar, misalnya, mengutip sebuah perkataan, “Orang yang sering menyalahkan orang
lain adalah orang yang sedang belajar, tapi orang yang tidak mau menyalahkan
orang lain adalah orang yang telah khatam belajar!” Begitu kata Wamenag RI.
Dubes
Iran, dalam kata sambutannya juga mengajak para peserta untuk bercermin pada
ritual Haji. Para hujjaj mengenakan baju dengan warna yang sama, salat
di masjid yang sama, menghadap pada kiblat yang sama, serta bersama-sama
bertawaf di sekeliling kakbah, dan inilah contoh kongkrit bahwa pada dasarnya
umat Islam itu memiliki persamaan yang sangat esensial.
Ada
pun Prof. Din Syamsuddin, memandang pentingnya persatuan Sunni-Syiah, karena
umat Islam saat ini berada dalam kubang keterbelakngan, hanya sibuk menyalahkan
satu dengan lainnya, dan mengklaim hanya dirinyalah yang benar lalu tidak mau
menerima kebenaran orang lain. Orang-orang seperti ini, menurut Ketua
Muhammadiyah ini nanti akan menjadi orang kecele di surga. Mereka
meyakini kalau hanya dirinyalah yang menjadi penghuni surga, tapi setelah masuk
di dalamnya, ternyata mereka yang ia anggap masuk neraka juga berada di surga.
Selain itu faktor lain yang begitu urgen untuk bersatu adalah, Negara-negara
Islam memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, Sumber Daya Manusia (SDM)
yang memadai, Sumber Daya Nilai (SDN) yang khas, dan juga memiliki Sumber Daya
Sejarah (SDS) yang gemilang, yang pernah mencetak ilmuan-ilmuan ulung dan kelak
mendorong Barat pada abad ke-17 melakukan revolusi industri.
Seminar
internasional di atas mengeluarkan rekomendasi sebaimana termaktub di bawah
ini: Setelah melakukan seminar internasional dengan tema “ISLAMIC WORLD
UNITY (Persatuan Umat Islam Dunia)”, dengan ini seminar merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut: 1. Bahwa hendaknya umat Islam di berbagai belahan
bumi dengan penuh kesadaran terus membangun dan menjaga persaudaraan sebagai
sesama umat Islam dengan menampilkan Islam yang damai dan penuh kasih saying;
2. Bahwa umat Islam yang menurut realitasnya terdiri atas penganut
beberapa mazhab hendaknya tidak menjadikan perbedaan mazhab sebagai
kendala atau hambatan untuk menjalin ukhuwah islamiah dan kerjasama dalam
berbagai kegiatan keduniaan dan keagamaan; 3. Bahwa merujuk pada Deklarasi
Amman atau The Amman Message (9-11-2004) yang dideklarasikan
bersama oleh 200 ulama dari lebih 50 negara, yang dikukuhkan kembali oleh
pernyataan bersama lebih dari 500 ulama dan cendekiawan Islam dari seluruh
dunia pada tahun 2006, yang menyatakan bahwa Siapapun pengikut salah satu dari
empat mazhab hukum Islam Suni (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), dua mazhab
hukum Islam Syiah (Ja’fari dan Zaidi), mazhab hukum Islam Ibadhi serta mazhab
hukum Islam Zahiri adalah seorang Muslim. Maka hendaknya umat Islam dengan
mazhab-mazhab yang disebutkan di atas semakin memperkokoh ukhuwah Islamiah
untuk menunjukkan Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin; 4. Bahwa umat Islam
Indonesia dari berbagai mazhab hendaknya dapat menjadi role model
bagi umat Islam dunia, yang dapat saling menerima untuk hidup berdampingan
dalam ikatan persaudaraan yang kuat; 5. Ormas dan lembaga-lembaga keislaman
serta para da'i, muballig dan cendekiawan muslim agar mengambil peran aktif
untuk selalu mengupayakan kokohnya persaudaraan Islam, dan menghindari dakwah
yang berakibat lemahnya ukhuwah Islamiyah, 6. Pemerintah diharapkan ikut
menciptakan iklim yang kondusip bagi terwujudnya persaudaraan diantara penganut
berbagai mazhab dalam Islam dan persaudaraan diantara sesama pemeluk agama, dan
7. Agar perbedaan (ikhtilaf) di kalangan umat Islam disikapi dengan
mendahulukan etika dan akhlaqul karimah demi kemaslahatan umat.

Utopia
Dapat
dikatakan bahwa gagasan-gagasan Imam Khomeini mendapat respon positif dari
segala penjuru dunia Islam, termasuk Arab Saudi –yang sebelumnya menjadi rival
dalam teologi dan politik- dalam hal pendekatan antarmazhab, atau lebih khusus
lagi, mendapat pengakuan pada dunia Islam bahwa Syiah (dalam segi fikih
Ja’fariyah dan Zaidiyah) adalah bagian dari mazhab dari sekian mazhab yang ada.
Sebagaimana yang termaktub dalam Risalah Amman.
Lebih
spesifik lagi, Khomeini dengan Republik Islam Iran-nya telah berada di garda
terdepan dalam melawan sekularisme (pemisahan antara Negara dan agama), Barat
(kolonialisme), dan Israil sebagai musuh bersama umat Islam.
Efek
dari pada itu semua, maka secara politis Iran sudah dapat diterima di belahan
bumi mana pun di dunia Islam, termasuk Indonesia. Kerja sama demi kerja sama
terajut dengan baik, termasuk pertukaran antarpelajar dan pemberian beasiswa
bagi mahasiswa Indonesia yang haus akan ilmu secara besar-besaran ke Iran.
Dapat ditebak hasilnya, Syiah dengan begitu cepatnya berkembang di
Negara-negara yang berpenghuni Sunni.
Namun
sayang, keberhasilan Iran memasarkan Syiah di penjuru negara Sunni tidak
diiringi dengan etika ‘antipolemic’ dengan Sunni. Di antara polemik yang sering
terjadi adalah ketidak mampuan Syiah bersikap toleran terhadap Sunni yang
sangat memuliakan para Sahabat Rasulullah. Mereka tetap menganggap bahwa pasca
wafatnya Nabi Muhammad para sahabat Murtad minus Ahlul Bait. Dari sinilah akar
masalah itu timbul, karena pemahaman Ahlussunnah, jika para sahabat nabi yang notabene-nya
adalah mata rantai utama transmissi agama ini dianggap murtad maka kita semua
adalah murtad karena mengambil agama dari orang-orang murtad.
Simak
dan perhatikanlah redaksi doa orang-orang Syiah di bawah ini yang sedang
bermohon kepada Allah untuk melaknat Khalifah Abu Bakar dan Umar radhiallahu
‘anhuma, serta para penyokong kedua khalifah agung itu:
“Wahai
Allah, laknatlah mereka dengan seluruh ayat yang telah mereka rubah, hukum yang
telah mereka tinggalkan dan sunnah yang telah mereka rubah…Wahai Allah,
laknatlah mereka berdua di tempat tersembunyi dan tempat terbuka dengan laknat
yang besar…selama-lamanya, terus-menerus yang tidak bisa terputus waktunya dan
tidak akan habis hitungannya dengan laknat yang akan berbalik laknat yang
pertamanya dan tidak akan terputus laknat yang terakhirnya…(terus bersambung).
Wahai Allah, laknatlah mereka dan juga para pecintanya, kaum muslimin dan
orang-orang yang pro kepada mereka…Juga orang-orang yang menyambung lidah
argumen mereka dan orang-orang yang meniru ucapan mereka, orang-orang yang
membenarkan hukum mereka.” (Ucapkanlah sebanyak 4X, “Wahai Allah, adzablah
mereka dengan adzab yang penduduk neraka saja berlindung dari adzab
tersebut…Aamiin wahai Rabb seluruh alam semesta).
Jangankan
Sahabat, Rasulullah sebagai manusia paling mulia ciptaaan Allah saja dituduh
melakukan hubungan seksual yang menyimpang dengan orang-orang Musyrik, berikut
petikan dari terjemahannya, “Sesungguhnya Nabi dan keluarganya pasti akan masuk
neraka kemaluannya, disebabkan menggauli wanita-wanita Musyrik –yang dimaksud
adalah Aisyah dan Hafsah.” (Kasyful Asrar wa Tabriatul Aimmah al Athar,
hal. 24-25).
Dalam
pandangan Al-Qadhawi, ada beberapa golongan Syiah yang pada dasarnya bukan saja
dicap sebagai aliran yang ‘sesat’ tapi sudah keluar dari agama Islam itu
sendiri, kharij ‘an millah berikut contoh kecilnya:
Ni’matullah
Al-Jazairi (wafat 1212 H) di dalam kitab Al-Anwar An-Nu’maniyyah menulis
tentang Ahlu Sunnah wal Jama’ah, ”Sesungguhnya kami tidak bisa bertemu
dengan mereka (Ahlu Sunnah) di dalam satu tuhan dan tidak dalam satu nabi dan
satu imam. Hal ini dikarenakan mereka (Ahlu Sunnah) berkata, ”Sesungguhnya Rabb
mereka adalah yang Muhammad sebagai nabi-Nya dan Abu Bakar sebagai khalifahnya.
Akan tetapi kami tidak mengatakan dengan tuhan ini dan tidak juga dengan nabi
itu. Akan tetapi kami mengatakan, ”Sesungguhnya tuhan yang khalifahnya (yang
benar: Khalifah nabinya) adalah Abu Bakar adalah bukan tuhan kami dan nabi itu
juga bukan nabi kami.” (Al-Anwar An-Nu’maniyah jilid 2 hal. 279,
cetakan Yayasan Al-A’lami Beirut Libanon).
Apabila
mayoritas Ahlu Sunnah di dalam akidah memakai mazhab Asya’irah sebagaimana
maklum, dengan mengikuti Imam Abul Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) yang sangat
terkenal, maka sesungguhnya madzhab Asya’irah di dalam pandangan orang-orang
Syi’ah sebagaimana yang digambarkan oleh Syaikh Al-Jazairi bahwa Asy’ari tidak
mengenal tuhan secara benar. Karena dia dan para pengikutnya mengenal tuhan
dengan cara yang salah. Oleh karena itu, tidak ada perbedaannya antara
pemahaman mereka (Asy’ariyyah) dengan pemahaman orang-orang kafir. Karena
Asy’ari dan para pengikutnya figur paling buruk dalam masalah mengenal Sang
Pencipta, dibandingkan dengan orang-orang musyrik dan nashara. Kami
(orang-orang Syi’ah) telah benar-benar jauh dan berpisah dari mereka (pengikut
Asy’ari) di dalam masalah rububiyyah. Karena tuhan kami (Syi’ah) adalah Dzat
yang mempunyai sifat azali sedangkan rabb mereka (Ahlu Sunnah) adalah rabb yang
sifat azali-Nya ada delapan buah! (Al-Imam Yusuf al-Qardhawi, Min
Hadyil Islam, Fatawa Mu’ashirah, 2009).
Selain
itu, hal yang rasis dan paling konyol dalam akidah Syiah adalah,
adanya doktrin ‘Thinah’ (thinat al-mu’min wa al-kafir) sebuah doktrin
yang menyatakan bahwa dalam penciptaan manusia ada unsure tanah putih sedangkan
Ahlussunnah berasal dari tanah hitam. Para pengikut Syiah yang tersusun dari
tanah putih jika melakukan perbuatan maksiat dosanya akan ditimpakan kepada
pengikut Ahlussunnah (yang tersusun dari tanah hitam) sebaliknya pahala yang
dimiliki oleh pengikut Ahlussunnah akan diberikan kepada para pengikut Syiah.
Doktrin ini merupakan doktrin yang tersembunyi dalam ajaran Syiah. (al-Kafi
Juz II, Kitab al-Imam, bab ‘thinat al-mu’min wa al-kafir).
Kita
sepakat bahwa era ini adalah era dialogis, bukan lagi konfrontasi fisik, namun
dialog dan musyawarah yang dibangun hendaklah melahikan win win solution,
sama-sama merasa menang. Jika satu pihak saja diuntungkan, tentu perdamaian
hanya utopia belaka. Sebagaimana pandangan ulama besar kontemporer saat ini,
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, bahwa at-Taqrib baynal Madzahib yang selalu
diagagas dan dilakukan orang Syiah hanyalah pendekatan dari pihak Sunni ke Syiah,
tidak sebaliknya, tidak pula kedua-duanya, mereka selalu ingin diterima dan
dimenegerti, namun di lain pihak mereka tidak pernah memahami Sunni secara
utuh. Sehingga hasilnya tidak pernah maksimal. Ibarat buih, muncul
dan tenggelam tanpa sebarang manfaat. Juga sebagaimana penegasan Ketua Rabithah
Ulama Lil Musminin, Prof. Dr. Amin Al-Hajj Muhammad Ahmad, “Ajakan
pendekatan kepada Syiah adalah pengkhianatan yang keji, dosa besar, dan
kelalaian yang fatal.”
Konklusi
Melihat,
menelaah, mencermati, lalu tabayyun terhadap acara seminar Internasional
di atas, maka penulis memberikan beberapa catatan yang ‘mungkin’ menjadi
penawar bagi para pembaca. Terlepas objektif tidaknya, setiap orang berhak
mengeluarkan pendapat, termasuk penulis. Berikut catatannya: Pertama,
seminar internasional yang bertajuk “ISLAMIC WORLD UNITY [Persatuan Umat
Islam Dunia]” adalah sangat tidak layak disebut ‘Seminar Internasional’
karena para nara sumber tak satu pun yang menulis makalah lalu membagikan
kepada segenap peserta, hal yang tak lazim dalam sebuah seminar. Pengalaman
penulis menjadi mahasiswa Program Pascasarjana UMI, menunjukkan bahwa setiap
pertemuan harus ada seminar, dan seminar tanpa makalah adalah ‘omong kosong’
alias ‘nonsens’, bagaimana dengan seminar Internasional di atas? Layakkah
disebut seminar? Tentu tidak! Hanya layak disebut “Obrolan Warung Kopi
Internasional”. Kedua, tujuh (7) poin rekomendasi yang dikeluarkan dalam
seminar tersebut terlihat sangat gegabah, dan tergesa-gesa, bahkan boleh jadi
rekomendasi tersebut adalah sebuah pesanan. Betapa tidak, sebuah acara seminar
yang hanya diwakili oleh beberapa tokoh nasional dan perwakilan dari pihak Iran
(Syiah) dan peserta local yang mayoritasnya hanya mahasiswa, plus tanya jawab
dengan tujuh penanya, sudah bisa melahirkan rekomendasi yang sehebat di atas.
Hal yang sangat perlu untuk dipertanyakan, karena rekomendasi itu (telah
dibuat?) sebelum acara seminar dihelat, dan Ketiga, poin ketiga dari
rekomendasi itu yang berbunyi: “Bahwa merujuk pada Deklarasi Amman atau The
Amman Message (9-11-2004) yang dideklarasikan bersama oleh 200 ulama dari
lebih 50 negara, yang dikukuhkan kembali oleh pernyataan bersama lebih dari 500
ulama dan cendekiawan Islam dari seluruh dunia pada tahun 2006, yang menyatakan
bahwa Siapapun pengikut salah satu dari empat mazhab hukum Islam Suni (Hanafi,
Maliki, Syafii dan Hambali), dua mazhab hukum Islam Syiah (Ja’fari dan Zaidi),
mazhab hukum Islam Ibadhi serta mazhab hukum Islam Zahiri adalah seorang
Muslim. Maka hendaknya umat Islam dengan mazhab-mazhab yang disebutkan di atas
semakin memperkokoh ukhuwah Islamiah untuk menunjukkan Islam sebagai Rahmatan
Lil Alamin.” Jika dicermati secara mendalam, maka akan kita dapati lobang
yang menganga lebar akan kesesatan Syiah, Risalah Amman hanya menyebut ‘Mazhab
hukum Islam Syiah [Ja’fari dan Zaidi]” sementara yang melakukan seminar adalah
para Syiah Imamiyah yang memiliki perbedaan dari segi akidah (pokok) dan juga
fikih dengan Ahlussunnah wal Jamaah, karena itu Risalah Amman yang dijadikan
Syiah sebagai tameng dan tempat berlindung secara gamblang menjadi bumerang
bagi mereka sendiri. Dengan alasan apapun, Risalah Amman tidak pernah memberi
ruang kepada IJABI, dan Ahlul Bait Indonesia yang berpaham sebagai Syiah
Imamiyah untuk berlindung padanya.
Wallahu A’lam!
Comments
portions bargain toasters. It's governed because of thermostat, which means that it has to ride the bike on and off to keep up with each hot and cold temperature you will have selected. Accompanied by a source of electricity walking unquestionably the show, web areas as being a listed regimen a new microprocessor will certainly assist charge make certain enduring end result top when you apparel nachos oven.
Check out my blog post; Farberware Toaster Oven Review (Toasterovensplus.Com)