Filosofi Air
Namun
teori lain dan berbeda diungkapkan seorang Guru Besar, Prof. Iain Stewart dari Geoscience
Communication di School of Earth, Ocean and Environmental Sciences,
Plymouth University, menurutnya, sistem gunung api dan komet merupakan
faktor utama asal mula air di bumi. Air muncul dari proses vulkanik, melalui
sebuah peristiwa yang berlangsung bagai ‘neraka’. Unsur-unsur air terangkat
dari inti bumi. Saat bumi mendingin, selama ribuan tahun hujan dan tercatat
sebagai hujan terlama sepanjang sejarah bumi. Separuh lautan terbentuk. Lautan
baru penuh terisi saat komet menghujani bumi. Dengan volume air sekitar 1,33
miliar kilometer kubik, lautan berperan sebagai mesin pengatur iklim dan sumber
kehidupan yang amat kaya bagi makhluk bumi. (Kompas, 6/2/2013).
Dalam
pandangan agama, khususnya Islam, tidak ada keterangan jelas tentang asal
diciptakannya air kecuali informsi bahwa Allah menurunkan air dari langit
sebagaimana firman-Nya. “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih,(QS.
Al-Furqan, [25]:48). Serta berbagai macam keutamaannya, seperti air dihadirkan
oleh Allah sebagai rezeki, (QS. Al-Baqarah [2]:22). Tapi air bukan hanya
sekadar rezeki, melainkan juga merupakan tanda-tanda kekuasaan dan keesaan
Allah yang sangat perlu dibaca dan belajar darinya agar dapat menangkap pesan
moral, (QS. Ad-Dzariyat [51]:20-21).
Air adalah
sumber kehiduapan, waj’alna minal maa’i kulla syai’in hayyin, dari air
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, (QS. Al-Anbiya’ [21]:30). Air berfungsi
menumbuhkan tanaman, menyuburkan tanah,
dan menjaga kelangsungan hidup umat manusia. Manusia juga tercipta dari
air, “Bukankah Kami telah menciptakan kamu dari air [mani] yang hina?” (QS.
Al-Mursalat [77]:20). Manusia dewasa bisa bertahan hidup
sekitar sebulan tanpa makanan, namun ia hanya bisa bertahan 9-10 hari
jika tubuhnya tidak mendapat asupan air. Telur yang dibuahi pun tumbuh dan
berkembang menjadi bayi dalam rahim yang hangat serta nyaman dengan berlimpah air ketuban. Air ketuban setidaknya
menghindarkan bayi dari rasa sakit akibat benturan langsung. Tubuh manusia
terdiri dari atas susunan sel-sel hidup yang penuh air. Kemampuan air
melarutkan berbagai subtansi membuat kita mampu menyerap mineral, berjenis
nutrisi, dan bahan kimia berguna.
Air
merupakan bagian utama tubuh semua makhluk hidup. Berat air dalam tubuh bisa
mencapai 90 persen berat tubuh organisme. Sekitar 70 persen komposisi otak
manusia adalah air, diukur dari beratnya. Jaringan otot halus mengandung air
sekitar 75 persen. Lemak tubuh mengandung 22 persen air, sekitar 83 persen
darah kita adalah air, untuk membantu mencerna makanan, mendistribusikannya ke
seluruh tubuh lalu mengangkut kembali
sisa-sisa yang tak tercerna, sekaligus mengendalikan suhu tubuh.
Otot
yang bersih dari lemak mengandung lebih banyak air. Tubuh anak-anak lebih
banyak mengandung air dari pada manusia dewasa, demikian pula tubuh laki-laki berbanding
wanita, dan orang kurus berbanding orang gemuk.Tiap hari, sekitar 2,4 liter air
berganti dari sistem tubuh manusia. Air
selalu dan sangat bermanfaat bagi manusia, karena itu manusia harus belajar
dari filosofi air, Rasulullah menegaskan bahwa ‘Kharunnaas anfa’uhum linnas,
sebaik-baik manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya’, (HR. Ahmad).
Dalam
tinjauan akidah, golongan yang berislam seperti Rasulullah SAW, para sahabat,
tabi’in, dan tabi’u-tabi’in yang disebut Ahlussunnah Waljama’ah adalah seumpama
air jernih lagi suci (macinnong na mapaccing), sebaliknya mereka yang
mencela dan melaknat para sahabat Nabi sebagaimana Syiah-Rafidhah tak ubahnya
laksana air keruh, najis (mutanajjis), dan berbau busuk.
Air
selalu bergerak tanpa henti. Jika ia diam pasti keruh dan kotor, lalu menjadi
sumber penyakit, Rasulullah melarang kencing pada air yang tergenang, dan Imam
Syafi’i rahimahullah berkata. “Saya lihat air yang diam menyebabkan
kotor, bila dia mengalir ia menjadi bersih, dan bila tidak, ia akan keruh”.
Saya
memiliki teman dari Jawa, setelah bersama menamatkan hafalan Alquran di Pondok
Pesatren Darul Huffadz Tuju-tuju, Bone, ia jatuh cinta pada wanita Bugis dengan
keluarga yang feodal. Tak mau jika anak gadisnya menikah dengan lelaki beda
suku. Ketika lamaran ditolak, pihak perempuan memberikan petuah berharga,
katanya. “Jadilah seperti air yang mengalir, ketika ‘ditolak’ untuk mengalir di
suatu tempat, maka ia akan mencari tempat yang bisa menerimanya, jangan pernah
berhenti mengalir.” Sang teman lalu mengalir dari satu tempat ke lain tempat,
dan akhirnya mempersunting wanita Bugis.
Karakter
air memang unik, tak pernah bisa dipecah atau dihancurkan, bahkan ia akan
menenggelamkan benda-benda keras yang menghantamnya dan menghanyutkan di lain
waktu. Hanya bisa pecah saat ia mengeras dan membeku. Mencair, mudah meresap,
menguap jika panas, lalu turun untuk menyejukkan. Filosofi cair dapat berguna jika
seseorang menghadapi masalah, jika mengeras dan membantu, maka akan pecah
berkeping-keping.
Air
tidak hanya ada di dunia, namun juga di akhirat. Dalam sebuah riwayat, ketika
manusia dihimpun di padang makhsyar, antre untuk disiasat satu persatu, bermula
dari Nabi Adam hingga manusia terakhir, kala itu matahari hanya sejengkal di
atas kepala. Tidak sedikit yang berenang dengan air keringat karena terik
matahari yang tak terhingga panasnya. Ketika melewati proses hisab,
terdapat telaga yang disediakan bagi mereka yang telah selamat, telaga yang
luasnya sejauh perjalanan satu bulan, warna airnya lebih putih dari susu dan
rasanya lebih manis dari madu.
Ketika
berada di surga, penghuninya juga tak pernah lepas dari air sebagai daya tarik
utama “Perumpamaan penghuni surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa
yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang
disaring.” (QS. Muhammad [47]: 15).
Tapi
neraka juga sarat dengan air, cuma jenisnya berbeda, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya pohon zaqqum
adalah berupa makanan orang yang banyak berdosa. Sebagai kotoran minyak yang
mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas, peganglah dia
kemudian seretlah ia ke tengah-tengah neraka, kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan
dari air yang amat panas. Rasakanlah...” (QS. Ad-Dukhan [44]:48-49).
Tak hanya
itu, Alquran juga menceritakan bagaimana keadaan orang-orang kafir yang meminta
belas kasihan kepada para penghuni surga yang sedang melakukan tour ke
neraka, para penghuni neraka meminta
dengan sangat agar mereka diberi air dan makanan. “’Limpahkanlah kepada kami
sedikit air atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu!’ Penghuni surga
menjawab, ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang
kafir, yaitu mereka yang menjadikan agama sebagai main-main [la’ibun]dan
senda gurau [lahwun], kehidupan dunia telah menipu mereka’.” (QS. Al-A’raf
[7]: 51-52).
Kembali
ke dunia, air mengikuti harmoni alam ‘sunnatullah’, tunduk dan patuh pada
perinsip ekosistem dan keadilan, (QS. Arrahman [55]:7). Ketika hujan mengguyur bumi, maka air berhak atas
tempat dan resapan, jika tidak ada tempat sebagai resapannya akibat dari
rusaknya ekosistem karena ulah manusia, seperti penggundulan hutan, pengerukan
bumi, pembangunan tak terkendali, rumah kaca kian marak, pendangkalan sungai,
penyumbatan got –daftarnya terus bertambah—maka air pun protes, stres, lalu
mengamuk, dan terjadilah musibah banjir dan tanah longsor yang merugikan
manusia. Allahumma shoyyeban nafi’an, ya Allah jadikanlah hujan ini
bermanfaat!
Ilham Kadir, Peneliti LPPI Indonesia Timur
Comments