Solidaritas Untuk Gaza
Hujam
bom Israel terhadap Gaza-Palestina kian deras, Ahad malam (18/11) lalu sebuah
bangunan berlantai tiga porak-poranda dan melenyap paksa 11 nyawa anak cucu
Adam yang terdiri empat anak-anak dan enam wanita, hanya satu laki-laki.
Sembilan di antaranya berasal dari satu keluarga.
Hingga tulisan ini dibuat, dan
telah memasuki hari ketujuh penyerangan Israel terahadap Gaza, belum ada
tanda-tanda jika perang akan surut, malah intensitas serangan kian meningkat.
Saat ini setidaknya telah tercatat korban tewas di Gaza akibat roket Israel
telah mencapai 108 orang, kebanyakan adalah warga sipil, 27 di antaranya adalah
wanita dan anak-anak. Sementara korban tewas di Israel hanya tiga orang.
Spekulasi pun bermunculan
terkait motif serangan Israel terhadap Gaza. Namun besar kemungkinan serangan
brutal dan biadab itu terkait erat dengan situasi politik menjelang pemilu di Israel
pada 22 Januari tahun depan yang bertepatan dengan pilgub Sulsel. Dengan itulah
Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Ehud Barak
menjadikan pembantaian itu sebagai momentum paling tepat mencari muka di
hadapan rakyat Israel dengan menghantam musuh paling berbahaya mereka.
Menjadikan Suriah, Tunisia, Iran, atau bahkan Mesir sekalipun sebagai lawan tak
sebanding dengan menjadikan Palestina khusunya Gaza yang dikuasai Hamas sebagai
sasaran serangan. Selalunya, jika tindakan keras dan arogan terhadap musuh Israel
mengemuka, pemilik keputusan mendapat simpati dan suara yang signifikan.
Alasannya sederhana saja, rakyat Israel yakin jika pemimpinnya mampu melindungi
mereka dari musuh yang juga tetap siaga dengan situasi apa pun.
Selain itu, Israel juga berusaha
melumpuhkan kekuatan Hamas yang selama ini menjadi musuh bebuyutan mereka
dengan menghabisi para pemimpin utamanya. Adalah komando Izzuddin al-Qassam
sayap militer Hamas, Ahmad Jabbari dan pemimpin tertingginya Ismail Haniyah
menjadi incaran utama sebagaimana yang dikalim kepala staf militer Israel,
Shaul Mofaz. Ahmad Jabbari telah gugur setelah digempur rudal oleh Israel,
namun Ismail Haniyah masih bisa lolos, (Republika,
19/11/2012). Serangan itu berlangsung tepat di awal tahun baru Islam 1434 H,
seakan Israel ingin member kado shock theraphy bagi segenap kaum
muslimin.
Tindakan Zionis Israel tentang
genosida, permukiman, pendudukan, aneksasi, blokade, menyelisishi perjanjian,
dan ragam tindakan biadab lainnya telah membuat banyak pihak merasa tidak
nyaman dan geram, termasuk Indonesia yang rakyatnya kerap melakukan demo
sebagai bentuk protes terhadap Dewan Keamanan PBB yang tak pernah
sungguh-sungguh menangani konflik abadi
ini.
Anehnya, sebagaimana yang
diberitakan Vivanews, 21 Nop. 2012, mengutip sikap resmi Gedung Putih,
dengan tegas Obama menyatakan, "Perlunya Hamas menghentikan penembakan
roket ke Israel." Padahal dunia semua tau kalau yang melakukan penyerangan
adalah Israel dan korban yang berjatuhan berada pada pihak rakyat Palestina
yang dinakhodai oleh Hamas, lucunya, malah Hamas yang harus menghentikan
serangan. Sebuah kekonyolan yang tidak bisa dimengerti.
Solidaritas
Dalam
masalah solidaritas, kaum Yahudi sangat serius. Di antara lembaga Yahudi yang
sangat giat menjalankan proyek Zionisme adalah Jewish Agency (Agen Yahudi) dan Jewish
National Fund (Lembaga Keuangan Nasional Yahudi). Lembaga ini menerima
sumbangan dari seluruh orang Yahudi di dunia. Mereka mendapat dukungan penuh
dari kelompok Kristen-Zionis yang saat ini lebih dikenal dalam jajaran
pemeritahan Amerika Serikat dengan kelompok Konservatif Baru
(neo-conservative). Dan, salah satu tokoh utamanya adalah presiden Amerika
sendiri, George W Bush.
Organisasi-organisasi sosial juga tidak ketinggalan untuk menggalang dana dan membiayai program-programnya yang memiliki tujuan mempertahankan negara Israel –membangun dan memperluas wilayah kedaulatannya, agar tampil sebagai negara paling berpengaruh di kawasan Timur Tengah Baru. Diantara organisasi-organisasi tersebut adalah: Hazon Yeshaya, organisasi ini menyalurkan dananya untuk membiayai penyedian hasa' (semacam sup) di dapur-dapur umum dan pusat-pusat pelayanan publik, juga mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya kepada warga Israel yang sedang mengalami kesulitan; Ezer Mizion, sebuah organisasi bantuan kesehatan. Organisasi ini memiliki 40 cabang yang tersebar di seluruh negara Israel dan 10.000 sukarelawan. Mereka siap memberi beragam pelayanan kesehatan bagi warga Israel guna mendukung sistem kesehatan yang dikembangkan negara, dan Help Israel, kegiatan organisasi ini memberi bantuan darurat kepada warga Yahudi yang tinggal di perkemahan dan di daerah Yahuda dan Samira yang merupakan bagian dari wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Bantuan yang mereka berikan berupa pakaian, baju anti peluru dan berbagai kebutuhan darurat lainnya bagi komunitas-komunitas Yahudi.
Lebih
dari 60% dana kampanye Partai Demokrat Amerika yang berhasil dikumpulkan oleh
Jimmy Carter dan Bill Clinton adalah berasal dari sumbangan orang-orang Yahudi.
Sehingga wajar jika dari 125 anggota Dewan Keuangan Nasional Partai Demokrat
pada masa pemerintahan Carter (1977-1981), 70 orang di antaranya adalah Yahudi.
Orang-orang Yahudi itu juga sanggup menyumbang 60% dari seluruh dana yang
dihimpun oleh Richard Nixon, calon presiden Amerika dari Partai Republik, untuk
memenangkan pemilihan umum tahun 1972. Sampai kini mereka memainkan peranan
yang besar. Karena itu tak aneh bila Presiden Obama dalam perang Israel-Gaza
2012 ini, ia mendukung Israel dan menyalahkan Hamas.
Data
dari Kementerian Perdagangan RI menyebutkan bahwa neraca perdagangan
Indonesia-Israel cukup positif. Tahun 2007, total perdagangan Indonesia-Israel
mencapai USD 124.100 dan meningkat menjadi USD 116,4 juta pada tahun 2008.
Tahun 2009, total perdagangan dua negara mencapai USD 91.613 juta dan kembali
meningkat menjadi USD 117,5 juta pada tahun 2010. Data tahun 2011 menunjukkan,
total perdagangan Indonesia-Israel mencapai USD 69,6 juta. Hingga kini, volume
perdagangan Indonesia-Israel telah mencapai USD 79.000.000. (lihat, www.merdeka.com/uang/bagaimana-hubungan-dagang-indonesia-israel-terjalin.html).
Majalah
Warta Ekonomi tahun lalu juga mewawancarai, Direktur Eksekutif yang juga
pendiri Indonesia Israel Public Affair Comitte (IIPAC), Benjamin
Ketang. Ia mengatakan,“Saya rasa dampak ekspansi Israel di Indonesia tidak
perlu 10 tahun dari sekarang. Tiga tahun saja kalau ada komando dari Israel,
maka mereka akan beramai-ramai datang ke Indonesia," ujarnya. Pria asal
Jember yang merupakan alumnus Hebrew University ini kemudian menyatakan,
"Tradisi orang Yahudi itu kalau komunikasi selalu dengan high level, levelnya pasti presiden atau
menteri…" Investor Israel saat ini sedang melirik sektor teknologi
informasi dan pertanian.
Pasti
banyak yang berpendapat bahwa melakukan transaksi bisnis dengan siapa pun tidak
ada larangan dan sah-sah saja, termasuk dengan orang Yahudi sebagai mana pada
zaman Rasulullah dahulu. Namun dalam situasai yang chaos seperti saat ini tentu bukan waktu yang tepat untuk
mengambil keuntungan di tengah penindasan dan penjajahan Israel terhadap
Palestina. Jangankan berbisnis, di zaman Suharto saja di era orde baru,
berkunjung ke Israel saja tidak bisa. Dalam setiap paspor tertulis dengan
jelas. “Paspor ini berlaku untuk setiap negara kecuali Israel”. Lalu mengapa di
saat era reformasi, Indonesia justru menjaling hubungan dagang dengan Israel?
Dimanakah rasa solidaritas kita selaku bangsa yang mayoritas penduduknya
muslim?
Untungnya,
beberapa lembaga di Indonesia sibuk melakukan donasi untuk rakyat Palestina
pada umumnya dan masyarakat Gaza khususnya. Bahkan beberapa relawan telah
berada di sana untuk memberi bantuan, dari daging kurban hingga pembangunan
rumah sakit. Inilah sedikit upaya masyarakat Indonesia untuk meringankan beban
saudara seimannya. Singkron dengan sabda Nabi, “Orang beriman itu ibarat satu
tubuh, jika salah satu organnya sakit maka sekujur tubuh akan ikut menanggung
sakit.” Wallahu A’lam!
Ilham Kadir, Mahasiswa Pascasarjana
UMI Makassar, Peneliti LPPI Indonesia Timur.
Comments