Irshad Manji dan Kebebasan Akademik

Sekitar tujuh orang peserta
diskusi membuat lingkaran untuk melindungi dan menyelamatkan Irshad Manji dari
serbuan massa. Polisi baru datang kemudian dengan mobil setelah para penyerang
meninggalkan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS). Mereka membawa korban yang
terluka ke rumah sakit Angkatan Udara Harjo Lukito. Ada tujuh orang yang
terluka (5 perempuan dan 2 laki-laki). Dua orang di antaranya harus dijahit
karena mengalami luka sobek di bagian kepala dan bagian pelipis mata. Peristiwa di atas
berlangsung saat diskusi buku Allah, Liberty, and Love karya Irshad
Manji di (LKiS) Jalan Sorowajan baru, Banguntapan, Bantul, pada hari Rabu
9/5/2012 lalu.
Namum
penolakan di atas terhadap acara Irsyad Manji bukanlah yang pertama karena
empat hari sebelumnya peristiwa serupa juga hampir terjadi. Tapi karena polisi
bertindak cekatan dengan membubarkan acara sebelum massa datang bertindak.
Bahkan Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Imam
Sugianto menegaskan tindakan aparat yang membubarkan acara peluncuran buku Allah,
Liberty and Love karya Irshad Manji di Galery Salihara no 16, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan, dinyatakan tak menyalahi aturan. Namun karena alasan
keamanan sehingga acara dibatalakan oleh pihak kepolisian. “Saat acara dimulai,
warga dan ormas seperti FBR, Forkabi, FPI Jakarta Selatan datang ke tempat itu,
kurang lebih sebanyak 100 orang, berencana menghentikan bahkan menyerang,” ujar
Imam. Kemudian penulis buku dievakuasi dari lokasi untuk keselamatan. Saat itu
di antara peserta diskusi adalah pendiri Tempo Goenawan Mohamad dan Ketua
Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat sekaligus petinggi
Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdala, juga terpaksa dievakuasi.
Lain halnya dengan kedua tempat di atas,
dunia kampus juga menolak acara diskusi Irshad Manji, yang bertema “Agama,
Kebebasan, dan Keberanian Moral", di Kampus Universitas Gajah Mada
(UGM), dibatalkan oleh pimpinan
Universitas. Dalam akun twiternya, Irshad Manji menyebut, Rektor UGM-lah
membatalkan diskusi yang akan diselenggarakan di Center for Religious and
Cross-cultural Studies (CRCS) –pasca sarjana UGM tersebut.
Satu-satunya acara Irshad di Indonesia yang
lolos dari pembatalan dan penolakan adalah yang berlangsung di sebuah hotel di
Solo. Acara ini sukses karena tidak ada pemberitahuan secara terbuka oleh pihak
panitia.
Bukan saja di Indonesia penolakan
demi penolakan terhadap acara Irshad terjadi, tapi di Malaysia pun juga
demikian sebagaimana yang terjadi di kampus Universitas Islam Internasional
Malaysia (IIUM), Penolakan tersebut langsung dari Rektor IIUM sendiri Prof Dato
'Seri Dr Zaleha Kamaruddin beberapa hari sebelum acara digelar yang rencananya
berlangsung di lantai 2, Mini Auditorium, kampus IIUM Selangor Malaysia pada 14
Mei lalu.
Lalu, Siapakah Irshad Manji?
Mengapa ia begitu dibenci? Dia dikenal sebagai tokoh feminis Islam asal Kanada.
Ia pernah disebut koran The New York Times sebagai "mimpi
terburuk Osama bin Laden." Wanita kelahiran Uganda dengan campuran India
Mesir ini menuai kontroversi lantaran pemikirannya soal interpretasi baru Islam
yang dia sebut "Islam Reformasi." Ia juga dikenal menghormati kaum
homoseksual dan mendukung pernikahan sesama jenis, bahkan ia sendiri mengaku
sebagai penikmat persetubuhan sesama jenis alias lesbian. Majalah Ms. menobatkan dia sebagai “Feminis Abad ke-21”. Maclean’s
memberinya penghargaan Honor Roll di tahun 2004 sebagai “Orang Kanada yang
Sangat Berpengaruh”. Dalam bukunya (edisi Indonesia), Beriman Tanpa Rasa
Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini, dicantumkan pujian pada sampul depan,”Satu
dari Tiga Muslimah Dunia yang Menciptakan Perubahan Positif dalam Islam.”
Bahkan aktivis liberal Nong Darol Mahmada pernah menulis artikel di Jurnal Perempuan
(edisi khusus Lesbian, 2008) berjudul, Irshad Manji, Muslimah Lesbian yang
Gigih Menyerukan Ijtihad. Katanya, ”Manji sangat layak menjadi inspirasi
kalangan Islam khususnya perempuan di Indonesia!”
Kedatangan Irshad ke Indonesia yang berkedok bedah
buku hanyalah salah satu dari sekian rangkaian kegiatan yang rencananya akan
diselenggarakan, namun inti utamanya adalah ia datang untuk membebaskan para
wanita dan laki-laki yang selama ini merasa keinginan seksual sesama jenisnya
dibungkam oleh undang-undang dan norma-norma agama serta adat. Pendek kata
wanita yang juga dijuluki sebagai Intelektual Islam ini adalah sangat
mendambakan agar pernikahan sesama jenis sebagaimana di Barat juga berlaku di
Indonesia. Alasan utamanya adalah hak asasi dan “kebebasan akademik”. Untuk
itulah aktivis lesbian yang juga seorang muslimah ini berusaha agar bisa
memasarkan idenya di kampus-kampus, termasuk UGM Jogjakarta dan IIUM Selangor
Malaysia.
Bicara soal kebebasan dalam bidang apa pun, tentu kita
sepakat, bahwa di setiap kampus, dan di komunitas atau lembaga mana pun,
pasti diterapkan “ kebebasan” secara terbatas. Kebebasan selalu dibatasi
dengan hukum formal atau norma-norma tertentu yang hidup di tengah
masyarakat, yang biasanya tidak tertulis. Meskipun tidak tertulis,
seorang mahasiswa biasanya tidak berani memanggil dosennya dengan nama si dosen
saja. Padahal, tidak ada larangan untuk itu.
Soal “kebebasan akademik” di dalam kampus, sudah
diatur dalam pasal 22, UU Sisdiknas, UU No. 20/2003: “Dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada
perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik
secara otonomi keilmuan.” Jadi, kebebasan akademik dan kebebasan mimbar,
seharusnya berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Dalam konteks inilah kita bisa menilai, apakah tepat
mengundang seorang Irshad Manji ke lembaga pendidikan seperti Perguruan Tinggi
(Islam). Tentu akan muncul berbagai pendapat, yang bisa jadi saling
berlawanan, tergantung ‘pandangan alam’ (worldview) si pengamat masalah.
Hemat penulis homoseksual dan lesbian adalah kelainan
seksual dan penyakit yang harus diobati. Pakar kedokteran jiwa, Prof. Dr. Dr.
Dadang Hawari, dalam bukunya, Pendekatan Psikoreligi pada Homoseksual,
mengatakan bahwa kasus homoseksual tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan
melalui proses perkembangan psikoseksual seseorang, terutama faktor pendidikan
keluarga di rumah dan pergaulan sosial. Homoseksual dapat dicegah dan diubah
orientasi seksualnya, sehingga seorang yang semula homoseksual dapat hidup
wajar, dan bagi mereka yang merasa dirinya homoseksual atau lesbian dapat
berkonsultasi kepada psikiater yang berorientasi religi, agar dapat dicarikan
jalan keluarnya sehingga dapat menjalani hidup ini dan menikah dengan normal.
Namun, jika ide-ide “nyeleneh” Irshad Manji sang lesbi
tetap membumi maka lambat laun anak cucu Adam akan punah atau azab Allah datang
menerpa tanpa pandang bulu. Wallahu A’lam!
(Ilham
Kadir, Mahasiswa Pascasarjana UMI Makassar & Peneliti LPPI Indonesia Timur)
Comments